saigon night and day

“Travel far enough, you meet yourself.”
― David Mitchell, Cloud Atlas

Berjalan di Ho Chi Minh City di malam hari atau siang hari masing-masing punya sensasi sendiri. Peninggalan arsitektur yang kaya dari masa pendudukan Perancis yang masih terjaga hingga kini menjadi daya tarik historical karena kondisinya yang masih terawat dengan baik. Jarak antar situsnya yang bisa dilalui dengan nyaman menjadi pilihan penjelajahan.

Aku mampir di depan People’s Committee of Hồ Chí Minh City , UBND Thành phố Hồ Chí Minh yang berada di depan plaza besar Nguyễn Huệ Boulevard square. yang masih ramai dengan orang-orang yang menghabiskan malam sambal menikmati lampu-lampu kota bukti modernitas yang berdiri di antara bangunan-bangunan lampau. Rasanya iri melihat negara ini, yang memang industrinya menjadi saingan Indonesia, merawat sejarah dan arsitektur dengan sangat baik dan cantik sehingga dinikmati di malam hari pun nyaman di mata.

Melintasi Ben Thanh market Chợ Bến Thành bahkan di atas jam 9 malam hari masih banyak kios-kios pedagang yang berjualan bunga, kopi atau souvenir lainnya. Fascia pasar dengan pola lengkung-lengkung, dihiasi lampu menyala biru yang mempertegas bentuk ikonik pasar tersebut, sehingga tetap dikenali di malam hari. Mungkin karena malam hari, jadi aku tidak masuk ke dalam hall ruang pasarnya, tapi tentu siang akan kucoba. Bayangkan, kabarnya pasar ini sudah berdiri sejak abad 17 dan bangunannya mulai dibangun tahun 1911.

Pagi harinya dari hostel, aku berjalan ke arah selatan hingga sisi sungai Rach Ben Nghe dan melihat bahwa ada sisi-sisi humanis peralihan dari kota lama ke modern, masih adanya pedagang di sepanjang jalan, kendaraan lalu lalang dan mobil-mobil pada antrean di sebelah sungai menuju pusat industri kota.

Ho Chi Minh City telah tumbuh menjadi kota modern dengan gedung tinggi di mana-mana. Sungainya bersih dengan jogging track di samping yang nyaman untuk dilalui sambil berjalan kaki. Bangunan lawas dan baru berpadu rapi dengan beberapa pembangunan yang masih berjalan.

Sebenarnya aku berjalan kaki karena nggak paham jalur kendaraan di sini, jadi setelah dimapping rasanya masih 5-6 km ya dijalani sajalah dengan berjalan di sepjang sisi sungai hingga ketemu Tượng Nguyễn Tất Thành, salah satu tengara historis juga yang sekarang difungsikan menjadi museum dengan mobil-mobil tua dan lukisan yang menjadi koleksinya. Sebenarnya di sini juga disewakan pakaian adat Vietnam yang berupa blus panjang dan celana longgar serta bertopi caping, namun mengingat bentuk badanku sudah tidak seperti masa SMA dulu, jadi aku memilih untuk pindah lokasi saja.


Aku kembali ke plaza besar di depan People’s Committee dan ternyata, di siang hari tempat ini cukup kosong. Mungkin karena di sini panas ya, tidak ada naungan. Memang sih ada air mancur di beberapa tempat, namun tetap saja tidak cukup untuk membuat orang menarik untuk berjalan-jalan di tengahnya.

Aku melipir lewat fascia di bawah bangunan untuk mencapai Saigon Opera House Nhà hát Thành phố Hồ Chí Minh  dengan arsitektur klasik dan tangga-tangga di depannya. Mengingatkanku pada Gedung Kesenian Jakarta saja. Tapi area ini memang banyak dikelilingi turis bule yang berlalu -lalang di sini.

Dan melihat bangunan di siang hari memang rasanya beda, detail arsitektur dari gedung People’s Committee of Hồ Chí Minh City yang digunakan sebagai semacam DPR-nya Vietnam ini terlihat sangat kaya dan detail dengan gaya Renaissance dan Barouque serta Beaux Art. Sayang tidak sempat masuk ke dalam karena sedang tidak dibuka untuk umum. Dirancang oleh arsitek Fernand Gardè, desain bagian ini mengambil inspirasi dari balai kota Paris dan menyerupai menara lonceng di Prancis utara – sebuah menara berbentuk runcing yang menjulang tinggi, diiringi oleh dua menara loteng simetris dengan blok bangunan sampingnya yang lebih rendah namun panjang di sisi-sisinya. Menara tengah mencakup jam dan di puncaknya terdapat tiang bendera.

Sebelum balik ke hostel, aku kembali mampir ke Ben Thanh Market untuk membeli suvenir magnet kulkas dan boneka meja untuk oleh-oleh di Indonesia. Di siang hari kondisi pasarnya cukup terang dan banyak sekali orang dan turis juga berbelanja di sini, mungkin turis lokal dari kota-kota lain.

Menyisiri jalan-jalan seputar Saigon, yang sejak tahun 1975 berubah menjadi Ho Chi Minh City, seperti mengalami kota yang tua namun dilingkupi oleh modernitas karena industrialisasi yang melesat.

Aku menyesap kopi Vietnam dengan aromanya yang wangi moka, di kedai Highland coffee dekat hostel. Kujejalkan beberapa bungkus di ranselku, berharap lolos dari pemeriksaan bagasi nanti ketika pulang. Sore ini aku melanjutkan perjalanan ke Phnom Penh dengan bus yang sudah dipesan di travel agen dekat situ.

Perjalanan November 2018, semua bangunannya masih ada sekarang 2025.

 



 

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.