
Minggu pagi itu, sambil memandangi pegunungan Gede Pangrango dan pegunungan Salak dari sudut-sudut hotel 101 Suryakancana Bogor, aku membaca Koran Tempo sambil menyesap teh hangat sesudah berenang pagi, dan menemukan salah satu artikelku tentang Lasem, dimuat di harian ini. Sudah dua minggu berlalu, sekarang aku akan berbagi yang aku ceritakan tentang Lasem.
Sejarah terulur begitu panjang di kota kecil ini.
Kebiasaan baru yang muncul masih beraroma kultural.
Panas menggigit menerpa kulit kami begitu turun dari bis AC, padahal belum lagi tengah hari. Tapi tak ada waktu untuk berkeluh-kesah, karena penjelajahan di Kota Lasem ini segera kami mulai. Tujuan pertama sudah ditetapkan: Rumah Candu Lawang Amba!
Lasem adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang, persis menempel di pesisir Pantai Utara Jawa Tengah. Posisi geografis itulah sumber suhu menyengat yang kami rasakan kini. Apa yang menarik dari kota tua yang selama ini hanya menjadi perlintasan jalur Semarang-Surabaya ini? Sebagai titik pendaratan orang Cina dalam penjelajahannya ke tanah Jawa, ratusan tahun silam, tentu banyak jejak sejarah yang layak dinikmati. Dan itulah alasan kami, saya dan beberapa orang teman, menyambangi Lasem.
Belakangan kota ini juga mendapat julukan Little Tiongkok, barangkali karena pemukiman bergaya Cina banyak tersebar di wilayah ini. Salah satunya, Rumah Candu Lawang Amba. Tentu saja dari namanya sudah dipahami, rumah ini dulu menjadi salah satu titik persebaran candu alias opium ke pelbagai penjuru Jawa. Dan itu memang terlihat dari sebuah lubang di belakang runah yang langsung menerus ke Sungai Lasem. Dari lubang itulah candu dikirim. “Rumah ini dulu milik Kapten Liem,” jelas Pak Gandor, salah satu pemuka masyarakat Tionghoa yang menemani kami.
Continue reading →