masihkah kau menjadi magnet, bundaran HI?

deutsche bank, mandarin oriental, ..

Sore itu langit cerah. Matahari mulai meluncur ke barat. Memandang air mancur dari jembatan penyeberangan. Ah, rupanya ingin mendekat. Langkah bergegas mengikuti irama cepat. Berkerumun orang ingin memandang juga. Di depan taman yang berhias marmer italia warna terracota. Beragam orang ingin mengabadikan.

Apa sih yang menarik dari sebuah kolam berdiameter 30 m itu yang memancarkan airnya berganti-ganti, tergantung waktu dan pengaturan oleh si empunya. Ah, siapa pula si empunya itu, gubernur Jakarta-kah? Atau rakyat jelata yang mengabadikannya lewat lensa kamera?

Lihatlah komposisi itu, Hotel Nikko, Wisma Nusantara, Deutsche Bank, Hotel Mandarin Oriental, Wisma BCA, Hotel Indonesia, Grand Hyatt Plaza Indonesia. Semua mengitari memandang patung selamat datang di tengah kolam itu. Padahal patung itu sendiri tidak berorientasi pada dirinya sendiri. Ia yang dijadikan pusat teryata masih berpusat pada yang lain. Ia memandang ke arah silang Monas, bersama teman-temannya, patung di Tugu Tani dan di Pancoran. Jauh di atas kita untuk menghindari dari sumpeknya Jakarta. Patung Selamat datang di bundaran HI, masih aman dari debu kendaraan, dibuatkan ruang terbuka yang cukup untuk menikmatinya. Patung Pancoran teman jauhnya, makin mudah digapai dari jalan layang di sebelahnya.

Matahari makin turun di sebelah barat. Tak ada penunjuk waktu di sana. Hanya ada layar televisi super besar di samping pos polisi yang mati karena tak kuat membuang energi. Kerumunan mulai berpencar. Satu per satu mengambil gaya sendiri, mengabadikan kenangan di air mancur yang hanya menari satu jam lagi. Beberapa orang menyeberang jalan. Berlari melintas mendekat ke arah kolam. Kolam itu tidak bergolak. Tak peduli dengan lalu lintas yang pekak.

Melihat sekeliling, bangunan rendah merunduk pada bundaran. Namun sosok jangkung di belakangnya merangkul dan melindungi. Siapa yang ramah? Hanya yang paling depankah? Apakah keramahan hanya bisa ditunjukkan oleh yang rendah? Atau yang rendah ini sebagai tameng si tinggi? Coba lihatlah lansekap tata bangunan yang tinggi di belakang. Apakah ini namanya tipologi? Haruskan membanding ke negara tetangga lagi, atau bahkan sampai di mana Mies van de Rohe si pencetus ’less is more’ tinggal di belahan bumi lain?

Ah, lansekap langit yang dilatar depan oleh gedung-gedung tinggi mengangkasa. Menilik ke Mandarin Oriental yang menyudut mundur tepat pada titik pandang Grand Hyatt Plaza Indonesia. Tidakkah terasa dialog antar keduanya? Yang satu terasa pada massa yang dikurangi, dan yang lain pada ditambahkan bentuk massa. Ketika dihubungkan pada satu titik di kolam lingkar tepat pada garis singgung keduanya.

Memandang Hotel Indonesia yang kini memiliki Grand Indonesia sebagai kawan bermainnya, saudara muda yang jauh lebih cantik dan bersinar, sementara ia tetap tampil rendah dan bersahaja. Dijaga di belakangnya Wisma BCA bak tentara penjaga masif yang siap melindunginya.

Wisma Nusantara pernah punya kenangan tertinggi. Berdiri megah menyanjung dirinya sendiri. Diselamatkan restorasi dan disanding dengan hotel Nikko bahkan menjadi pusat berita televisi swasta untuk menayangkan acara pagi.

Mengabadikan beberapa momen sore hari. Orang berjalan, berfoto, berdemo, hingga cuci kaki. Bercanda, bercengkrama di depan polisi. Di depan ruang kota yang tak pernah sepi. Ruang terbuka yang jarang ada untuk dinikmati. Satu lingkaran yang menjadi magnet kota ini. Melewatkan hari, dengan senyum tersungging di pipi.

manggarai, kamis.03.06.2010. mendung agak-agak mau hujan. 4th day headache, 3rd night unsleeping.

2 thoughts on “masihkah kau menjadi magnet, bundaran HI?

  1. dari segi tulisan, masih ada salah2 ketik tuh, dri..:-p
    yah gaya tulisannya udah Indri bangetlah..hehe..

    klo judul tulisannya itu emang pertanyaan serius yg minta jawaban maka jawabannya bisa jadi ‘masih’ lah..bundaran HI pastinya masih jadi magnet warga ato orang yg berkunjung ke Jkt. paling ngga magnet untuk sekadar dilihat gitu..:-) dan hei, lihat, dia juga masih jadi magnet untuk lo bikin jadi tulisan ini kaan..:-p
    ato maxutnya jadi magnet dalam hal apa nih? mungkin bisa dipertegas/dipertajam fokus bahasan tulisannya..:-)

    Engga cuma “Orang berjalan, berfoto, berdemo, hingga cuci kaki.” tapi mandi juga kan ya. pernah liat soalnya..kadang jadi mikir, “kok ampe segitunya yaa?” kok bisa tu orang mandi di tengah bunderan itu, di ruang terbuka gitu, di tengah hiruk pikuk kendaraan dan banyak mata yg ngeliat gitu..hemm..pertanyaan yg gak butuh lagi jawaban apalagi penjelasan..karna alasan ekonomi, status sosial, susah aer, ato yg lain? sekadar pengen eksis misalnya? entahlah..intinya fenomena semacam itu cuma bagian kecil dari segunung masalah perkotaan spt Jkt..dan kita cukup tau, masalah hanya tinggal jadi masalah selama orang gak bertindak untuk menyelesaikannya..*jadi curcol kieu*:-p

    kesimpulannya, yah Jkt mah kota curcol tea-lah..ahaha..:-D

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.