Aku sedikit iri melihat tulisan teman-teman yang penuh kerinduan akan pulang karena jauh dari rumah dalam waktu lama dalam perantauan. Entah itu sekolah, bekerja atau perjalanan panjang. Sehingga rasa pulang benar-benar menjadi rasa yang sangat dinantikan karena menjadi istimewa.
Aku tidak pernah jauh dari rumah. Hampir seluruh hidupku aku tinggal dekat dengan orang tuaku, bahkan sampai hari ini. Sekalinya aku berpisah dari mereka ketika berumur 17 tahun, ketika kami tinggal di Surabaya dan aku ingin kuliah di Depok. Ternyata di bulan yang sama ayah menerima surat pindah ke Jakarta, dan sekeluarga pindah ke Depok menemaniku.
Pulang hanya menjadi rutinitas harianku. Kembali ke rumah dan berkumpul dengan keluarga. Makan, mengobrol, tidur, lalu bangun lagi beraktivitas. Tak ada yang istimewa di situ. Sampai akhirnya aku pergi sebentar dua bentar untuk merasakan kangen rumah.
home is where your heart is.
Membaca isi hati teman-teman yang bersusah payah pulang, aku agak iri. Aku tak mengalami seperti itu. Kenangan-kenangan masa kecil perlahan pudar, rasa yang dulu dialami ayahku ketika mengajak kami pulang menjadi datar. Tidak ada rasa rindu yang mengikat ketika memikirkan tempat yang kupikir adalah kampung halaman.
Aku tidak punya satu tempat yang bisa begitu saja kubanggakan sebagai asalku. Pertanyaan asalnya mana, selalu memberi kebingungan jawaban untukku yang hidup nomaden ini. Apakah orang harus memiliki asli? Lalu ketika kujawab aslinya ayah dan mama yang pernah tinggal lama di satu kota tertentu, aku berpikir, lalu aku tidak punya asal?
Kebiasaan berpindah kota lama-lama membuat aku tidak meninggalkan hati pada satu tempat, karena toh akan pindah lagi. Aku melepaskan diriku untuk menikmati tempat ketika aku tinggal, tanpa harapan bahwa itu akan menjadi kota pulang. Aku selalu siap untuk bergerak lagi.
Menemukan bahwa perjalanan menjadi sesuatu yang dirindukan. Menyapa debu jalanan, langit cerah, teman seperjalanan, makan di tempat berbeda, tidur di tempat yang lain, obrolan sebelum tidur, tersesat di jalan, kebodohan dan kekonyolan. Menjadi diri sendiri. Menemukan keluarga imajiner. Melupakan bahwa mungkin berpisah juga akhirnya. Mengingkari bahwa ini pelarian.
kamu nggak capek lari terus?
Aku tidak pernah berkata pulang untuk Depok, kota yang kudiami 18 tahun ini. Sejak pertama aku menganggapnya mungkin tinggal sementara, dan tidak menyangka bisa tinggal se-lama itu. Pernah ada masa aku merasa kota ini adalah rumah, namun waktu mengaburkan semuanya dan aku kehilangan rasa pulang.
Aku masih berkata pulang untuk kota Bandung, yang pernah kutinggali selama dua tahun dan kini orang tuaku bertinggal di timurnya. Aku masih menyebut pulang untuk Cirebon kota kelahiranku sambil berputar-putar di antara kenangan puluhan tahun. Aku masih menyebut pulang untuk Semarang, yang menemani lima tahun masa kecilku, sebagai kota yang indah antara laut dan gunung. Aku juga menyebut pulang untuk Jogja, tempat transitku setiap tahun ketika mudik dulu, dan menemukan kedamaian di antara kayuhan sepeda di tengah sawah dan senyum yang ramah.
Mungkin juga pulang bukan lagi sekadar memori masa lampau. Pulang adalah tujuan sambil menambatkan hati. Pulang harus dicari sebagai tujuan selanjutnya, bahkan seterusnya. Dan butuh keberanian luar biasa untuk menentukan arah, melangkah dari tepian, ke mana jalan pulang kami.
izinkanlah aku untuk selalu pulang lagi…
home is where your heart is … dan hatiku tertambat di NAD kak 😉
maka kusebut pulang saat kaki melangkah ke sana
meninggalkan sepotong hati, kak. untuk dicari lagi..
auuuuuuuww 😉
balikan ke mantan itu termasuk pulang nggak? *siap2nangisbareng
tergantung, kak… *lalu mewek*
great shot! di lembah senaru?
tepi segara anak, fel..
saya juga enggak pernah tinggal jauh dari orang tua. makanya pengen banget merantau. hikk
btw, fotonya bagus bangeet 😀
makasih.. iya itu jauh. 2 hari jalan kaki demi foto ini, hehe.
Tulisannya keren banget kak. *acungin4 jempol
akh kamu, tulisanmu juga bagus kok.
Berarti kalau ditanya aslinya mana, sebut saja Cirebon. Hehe.
Aku lahir di Jogja, besar di Jogja, dan hatiku pun di Jogja. Jogjakarta is obviously my home 🙂
yah, seperti baris terakhir post itu…
It’s wonderful that you are getting thoughts from this piece of writing as well as from our discussion made here.
Aku pulang di kota kecil bernama Pati…
—
http://bukanrastaman.wordpress.com/2014/03/
lo, kok akhir-akhir ini banyak kenal orang Pati yaa?
Waduh… mank siapa. Mbk orang patinya
Sepanjang hidup aku pernah beberapa kali pindah. Di mana ibu tinggal, ya di situlah ada rumah tempatku tuk pulang. Sekarang nyokap udah nggak ada, rasanya seperti udah nggak punya tempat tuk pulang. Jadinya kini yaaa…rumah adalah di mana pun. 3:)
ah, kau contek juga brand kami itu. selamat bergabung pejuang rumah adalah di mana pun.. 😉
Aku pulang dimana ibuku berada, tapi ibuku selalu di gresik jadi aku pulang nya ke gresik selalu. GRESIK BERHIAS IMAN 🙂
hidup gresik! hidup nasi krawuu!
[…] Aku tidak punya satu tempat yang bisa begitu saja kubanggakan sebagai asalku. Pertanyaan asalnya mana, selalu memberi kebingungan jawaban untukku yang hidup Lebih Lanjut […]