Menjadi kuat bukan berarti kamu tahu segalanya. Bukan berarti kamu tidak bisa hancur. Kekuatanmu ada pada kemampuanmu bangkit lagi setelah berkali-kali jatuh. Jangan pikirkan kamu akan sampai di mana dan kapan. Tidak ada yang tahu. Your strength is simply your will to go on.
― Dewi ‘Dee’ Lestari, Supernova: Partikel
Diiringi cericit burung dan teriakan bekantan dan owa, pagi di tepi sungai itu pun gaduh. Tak seorang pun dari kami yang berniat bermalas-malasan dengan menunda bangun. Di pojok depan, Felicia membuka buku kitabnya tentang burung-burung tropis sambil berdiskusi dengan Indra tentang seekor spesies yang baru lewat. Lanny membaca buku sembari menanti sarapan siap, sementara aku, Putri dan Ima terpesona dengan primata pohon di seberang sungai yang sedang beraktivitas pagi.
Kelotok belum bergerak, namun gerakan-gerakan penghuninya sudah membuatnya bergetar. Di belakang, dua orang tukang masak menyiapkan pengganjal perut kami, sementara seorang kru mengisi air kamar mandi. Sayangnya tak satu pun dari kami yang berniat mandi. Indra berteriak menunjukkan burung King Fisher yang menclok di batang pohon tak berdaun. Cantik sekali, warnanya biru dan kuning terlihat nyata di depan langit berawan.

Di sepanjang kanan sungai pohon-pohon tinggi berjajar menjulang sebagai tempat tinggal banyak spesies. Indra bercerita, dulu ketika banyak pembalakan liar di dalam hutan, kayunya hanya dihanyutkan saja di sungai kemudin diambil penadah di muara. Namun sekarang kondisi sungai dipantau ketat oleh polisi, yang membuat aktivitas penyelundupan ini tidak terjadi lagi. Perambahan hutan besar-besaran dengan dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit pun tidak terjadi di sini. Kemarin Felicia sempat bertanya, apakah hutan di sisi kiri yang agak terbuka pertanda ada kebun sawit di baliknya? Hm, tapi bisa jadi juga.
Satu per satu kelotok yang juga menginap di tepi sungai berlalu di depan kami. “Jalan jam berapa, mas?” tanyaku pada nahkoda kelotok yang berada di balik kemudinya. Jam delapan, katanya. Rupanya kami disiapkan sarapan sebelum mulai eksplorasi hari itu. Wah, ada dua camp yang akan disambangi, pasti butuh energi yang cukup besar.
Kelotok berjalan pelan sampai tiba di camp kedua, Pondok Tanggui. Seperti yang dilihat di plang kemarin, lokasinya memang berjarak 22 km dari camp Tanjung Harapan. Feeding time-nya jam 9 pagi, namun jarak dari tepi sungai hingga feeding ground lumayan jauh.


Dari tepi sungai hingga pos jagawana harus melalui jalur kayu yang cukup panjang karena di bawahnya air sungai yang menggenang hingga dalam. Sesudah lapor di pos, baru kami diijinkan melalui jalan setapak yang agak becek memasuki hutan hujan tropis ini. Aku sempat membaca kenapa hutan-hutan Kalimantan dinamakan hutan hujan tropis. Rupanya karena saking seringnya hujan di sini sepanjang hari sehingga kelembaban pun cukup tinggi.


Ketika bertemu percabangan, kami memilih jalan ke kiri yang ternyata menuju area terbuka. Ditemani pakis dan kantong semar di sana sini, area ini ternyata merupakan hutan baru yang ditanami lagi sesudah sempat kering beberapa waktu sebelumnya. Sebuah menara pandang yang sudah tua berdiri di tengah-tengahnya dengan kondisi beberapa anak tangganya keropos. Buat yang mengenalku dengan baik, tentu tahu bahwa aku tak pernah melewatkan kesempatan memanjat menara.
“Yuk naik, Put!” aku mengajak Putri naik perlahan-lahan. Ternyata pemandangan di atas luar biasa. Ribuan bakal pohon baru disusun dengan rapi berjajar yang akan menjadi hutan tropis kelak. Di baliknya, gerumbul kehijauan yang pekat menyembunyikan keanekaragaman di dalamnya. Atap menara sedikit rusak, namun kayu-kayu yang kami pijak sepertinya kuat. Hm, ini pasti kayu ulin khas Kalimantan yang sudah dipakai di berbagai dermaga. Rombongan orang-orang bule di kejauhan yang tadinya terlihat seperti semut, perlahan-lahan mendekat.





Tanjung Puting tak hanya menarik untuk petualang, namun juga layak dikunjungi keluarga muda. Beberapa keluarga dengan anak-anak balita merasa nyaman membiarkan bintang kecil mereka berlarian di jalan setapak sambil meraba, membaui, mengamati aneka tanaman yang tumbuh sepanjang jalur. Anak-anak kecil ini tidak takut apa pun, satu-satunya kemungkinan adalah mereka lelah dan bosan. Indra dan Ari membuatkan peluit dari batang ilalang untuk seorang gadis mungil 2 tahun yang tadinya berlari-lari riang lalu mogok di tengah jalan. Berhasil, senyumnya mengembang lagi lalu ia berlarian mengejar kupu-kupu. Di jalur masuk hutan, anak-anak ini kembali digandeng orang tua atau pemandunya.
Jalur Pondok Tanggui ini juga kaya dengan aneka tanaman tropis yang menarik. Beberapa kali kami bertemu kantong semar yang kecil, predator nyamuk yang memang banyak berkeliaran di sekitar area. Selain itu juga bertebaran lumut daun yang tumbuh di tanah, juga beberapa parasit hutan. “Di dalam hutan juga ada rafflesia, mbak,” cerita mas Ari. Di sekitar feeding ground, tanaman tumbuh cukup rapat, jalan setapak kurang dari 1 meter lebarnya, dan basah. Wangi tanah basah merebak di sela-sela beberapa genangan air. Batang-batang pohon mengelupas berganti seiring dengan perkembangan lingkar tubuhnya.







Sesampai di feeding ground, sudah cukup banyak orang yang berkumpul menunggu prosesi makan siang orangutan. Ternyata di camp Pondok Tanggui ini si mamalia besar cukup sering berkumpul. Kemrosak, kemresek! Mereka datang dari jalan yang tadi kami lewati, atau tahu-tahu saja muncul dari atas pohon tinggi di pojok. Gerakannya sigap dan lincah, tangannya yang panjang menggapai batang-batang pohon, berpindah tepat ketika berat badannya membebani batang. Aku sempat berpikir, bagaimana mungkin orangutan yang berbadan besar itu menumpukan dirinya ke ranting-ranting pohon yang (kelihatannya) kecil itu.
Jagawana hanya memberikan pisang dan sebaskom susu di feeding table itu. Si orangutan rakus mengambil pisang dengan gerakan-gerakan yang aduhai lenturnya. Hm, kalau ia ikut kelas yoga pasti sudah jadi instruktur. Sepertinya perlu disebarluaskan resep kelenturan ini, perbanyak makan pisang. Walaupun sedang makan, namun raut mukanya tetap menunjukkan bahwa ia tetap waspada dengan sekelilingnya. Mata bulat si anak mengawasi sekitar, seolah memperhatikan jangan sampai ada yang merebut makanannya. Malu-malu ia mengeluarkan tangannya dan ikut mengambil buah-buahan.
Ternyata orangutan di sini tidak terlalu takut manusia, karena mereka santai berjalan ke arah pagar, namun ternyata sigap naik ke batang-batang pohon bersama anaknya. Tiba di percabangan atas, si anak yang agak besar ini lepas sejenak dari ibunya dan gelayutan sendiri. Kemudian mereka naik ke pucuk-pucuk pohon. Di sana damainya, ketika manusia tak bisa menjangkau ketinggian dan hidup mereka dan kawanannya bisa tenang. Hutan ini tinggi untuk mereka, sebagai pelindung keanekaragaman hayati. Udara yang cerah dan terang membuat bulu kemerahannya kontras dengan warna langit. “Sehat-sehat di atas sana, ya!” gumamku.
trip 14-17 Mei 2015 oleh tourtanjungputing.com
kenapa kepengen ke tanjung puting? sebuah mimpi dari partikel supernova
penghentian pertama : tanjung puting, lintas alam demi orangutan
[…] kenapa kepengen ke tanjung puting? sebuah mimpi dari partikel supernova sejanjutnya orangutan di mana? pondok tanggui, cerita tanjung puting dan tapak hijau […]
Gak bosan-bosannya terharu lihat lebatnya hutan dan sosok Orang Utan itu 🙂
orangutannya sangat manusiawi banget, anaknya itu nempel lucuu..
Sekarang saya jadi kepengen bawa orang utan itu dan memajangnya di rumah sebagai sebuah boneka, Mbak :p *kemudian ditangkap karena penculikan binatang dilindungi*.
Duh, yang menonton acara makannya lumayan ramai ya. Tapi si orang utannya pintar, mereka berasa artis kali jadi posenya juga yang terbaik :hihi. Semoga mereka semua sehat-sehat terus anaknya cepat besar dan berkembang biak yang banyak yaaa :)).
Aih, hutan Kalimantan memang menakjubkan! Warna satwanya kontras betul, saya bisa menandai burungnya, kupu-kupunya juga cantik sekali birunya :hehe.
Tahu pemandangan dari atas bisa seindah itu, semestinya kemarin saya naik menara mercusuar yang ada di Gunung Tunak ya, ah agak menyesal nih, kemarin tidak naik karena kurang pede dengan berat badan… maklum badan sudah mulai seperti Russel di film Up :hehe.
kamu harus banyak olahraga biar bisa naik menara doonggg…
makanya kamu usaha biar bisa punya hutan dan diijinkan punya orangutan yang banyak. *nggak cuma satu*
gara, itu saya motretnya dari jauh kira2 15-20 meter jaraknya dari si bulu coklat. rame sih, tapi kita bisa tenang dan diam semua gitu pas orangutannya makan. jangan ganggu!
Iya, jangan diganggu orang utannya, nanti marah ya :)). Ah, semoga saya bisa cukup usaha supaya bisa punya hutan yang luas dan orang utan yang banyak *khayalan tingkat tinggi*.
Amiinnnn. hutan yang hijau dan tinggi, yaa..
Iya Mbak. Hijau, tinggi, dan terjaga.
orang utannya mengingatkan akan bukit lawang mbak
yang di bukit lawang lebih terang kulitnya, ya. katanya demikian..
aku pengen banget ke sini, dan merasan sensasi nginep di kelotok huhuhu
lho, ditunggu sama orangutannya lhoo..
[…] cerita tentang perjalanan : tanjung puting, lintas alam demi orangutan pondok tanggui, cerita tanjung puting dan tapak hijau […]
aaakkk seru banget keknya selusur hutan gitu 😥
jadi ngebayangin film anaconda sama frankenfish ya 😆
iyaaa, sempet ngeri2 ada ular gitu macam di anakonda. tapi aman koqqq…
Aaaaaaak foto mu kece-kece badai kak ind!
aku harus balik lagi banget dengan lensa tele (atau bahkan mungkin dgn yiyi)
senang bisa mewujudkan mimpi dan ter-partikel bersamamu :*
aahh, luv-luv senang sekali bisa jalan denganmu. trimakasih udah mengompori dengan giat, hahaa..
iyaaa, foto-fotonya kece banget kak indri! aku sukaaaa.
memang anak orang utan itu bikin gemes banget, pengen gendong rasanya. cerita-cerita di Tanjung Putingnya bikin ngiler semuanya. :))
tapi kalau udah gendong nanti kamu nggak bisa dilepas lhoo… dikira ibunya pula..
bahahaha!
Watching animals is not my main interest, but… waaaaaa aku pengen live on boat!!! Tinggal di atas kelotok yang berjalan dengan pelan, menyeruak sungai pedalaman yang tenang, diapit pepohonan rapat yang tinggi mengangkasa, benar-benar memberikan cerita perjalanan yang berkesan!
itu juga yang membuatku tertarik buat live on boat, biar ala-ala tinggal di film anaconda gituu..
rada deg-degan takut ada buaya sih..
[…] kenapa kepengen ke tanjung puting? sebuah mimpi dari partikel supernova penghentian pertama : tanjung puting, lintas alam demi orangutan penghentian kedua : pondok tanggui, cerita tanjung puting dan tapak hijau […]
Klotoknya keren juga.
Nyobain naik klotok waktu ke pasar terapung lok baitan, itu yg didayung, takut jatuh.
kalo yg ini sih bisa buat leyeh2 klotoknya
Iya, klotoknya luaaassss, bisa lari-larian dan bobok cantik pasang hammock.
Kali ini saya gak baca kak, foto2nya lebih “bercerita” hehehe…
hohoho. fotonya unyuukkk
Akhirnya kesampaian lihat orang utan di TN. Sebangau, namanya Julia. Semoga sempat ke TN. Puting juga 🙂