jelajah kapal, jelajah krakatau

DSC_0322-lands

“Suara, nyanyian, musik, gunung, pantai, langit, padang pasir, laut yang membuat mereka indah sesungguhnya hal yang tidak kelihatan. Matahari juga tak bisa ditatap langsung oleh mata, tetapi yang membuatnya indah bukan hal yang bisa ditatap langsung oleh mata kan?”
— Fahd Jibran : Rahim

Dari beberapa perjalanan ke tepi lautan di tahun 2012 ini, mungkin perjalanan ke Krakatau adalah salah satu yang paling kusukai. Kepulauan yang berada di antara Pulau Jawa dan Sumatera ini aku kunjungi pada pertengahan September 2012, kira-kira dua minggu sesudah sempat ada lelehan lava keluar dari kawah Anak Krakatau yang masih aktif. Perjalanan yang diarungi dari gunung hingga laut.

Dalam perjalanan ini seluruh anggota rombongan kami tidak tanggung-tanggung, 90-an orang! Namun sepertinya tidak terlalu kendala karena beberapa orang dalam kelompok-kelompok yang mendaftar bersama. Tidak demikian denganku. Mendaftar mendadak sendiri karena salah satu rencanaku batal di akhir minggu, membuat aku tidak tergabung dengan kelompok mana pun. Namun sesudah menculik seorang teman yang suka memotret dari Yogya yang berdomisili di Jakarta, lega paling tidak ada yang bisa memotret bersama untuk di sana.

Dalam perjalanan, bertemu dengan banyak kenalan-kenalan baru, bahkan ketemu dengan seseorang yang sempat kenalan di Karimun Jawa. Memang di dunia traveling, tidak sulit menemukan teman yang sehobi dan tak sengaja ketemu lagi di tempat lain. Kurasa, momen berkenalan dengan banyak orang baru ini yang paling menyenangkan, di mana kita bisa saling berbagi tentang pengalaman-pengalaman sebelumnya, juga untuk belajar toleran pada orang lain. Bukankah bertemu orang baru itu bisa membuat kita mempelajari karakter orang lain, beda dengan orang-orang sekitar yang sehari-hari kita temui?

Kepulauan Krakatau relatif mudah dicapai, hanya sekitar 1-2 jam naik mobil (angkot) dari Pelabuhan Bakauheuni, ke arah Dermaga Canti, Kalianda. Dermaga ini adalah salah satu dermaga utama dari kepulauan yang menjadi pusat transportasi penduduk kepulauan. Beberapa kapal bersandar di pagi hari itu. Kapal penumpang dengan lebar sekitar 3 m dan panjang 10-12 meter ini banyak datang dimuati oleh hasil bumi, yaitu buah pisang. Selain itu, kapal-kapal ini juga mengangkut kendaraan yang digunakan untuk transportasi di sana. Jadi kapal-kapal ini tak sekadar menyeberangkan penumpang, namun juga kendaraannya. Semacam ferry namun berukuran kecil dan berbahan kayu.


dermaga Canti
dermaga Canti

Di kepulauan sini pun transportasi antar pulau menggunakan kapal, hanya saja ukurannya lebih besar seperti yang disebutkan di atas. Ombak yang tidak terlalu tinggi dan ganas membuat perjalanan ini bisa dilalui dengan nyaman. Untuk jarak antar pulau yang dekat-dekat, banyak yang menggunakan perahu cadik dengan jukung yang menjaga kesimbangan kapal tersebut. Dua jam perjalanan dari Dermaga Canti menuju Pulau Sebesi, kami disuguhi oleh angin laut yang menerpa membuat beberapa orang memilih tidur, mungkin juga karena semalam di penyeberangan Merak-Bakauheuni yang lama menunggu kapal sandar.

Beberapa orang memilih untuk naik ke atas kapal, untuk mendapatkan pemandangan yang lebih luas daripada hanya dari tepian kapal saja. Atap datar memudahkan untuk duduk-duduk di atasnya asalkan kita handal dalam menjaga keseimbangan dan tidak gamang dan banyak bergerak. Beberapa pulau-pulau tak berpenghuni memanjakan pandangan mata dengan pasir putihnya dan lambaian pohon kelapa di pantai yang sepi. Sesekali kapal kami bertemu dengan kapal penumpang yang membawa penyeberang dengan deretan sepeda motor di atasnya. Mungkin setiap hari begitulah laju pergerakan manusia di kepulauan ini. Mengendarai motor ke dermaga, lalu menaikkan motor ke kapal, lalu sampai lagi di daratan Sumatera, dikendarai lagi motornya.

rombongan geladak kapal
rombongan geladak kapal
motor di atas kapal
motor di atas kapal
ferry penjelajah kepulauan
ferry penjelajah kepulauan

Kapal-kapal ini cukup banyak jumlahnya, kira-kira setiap setengah jam mereka berangkat. Mungkin kalau pagi dan sore hari, karena banyak aktivitas dan tidak terlalu panas, jumlah yang beroperasi lebih banyak. Tetapi di siang hari tidak terlalu banyak yang berlalu lalang mengangkut penumpang.

Setelah kira-kira dua jam perjalanan, kami tiba di Pulau Sebesi. Pulau yang termasuk terbesar di kepulauan ini dilatarbelakangi oleh bukit yang tinggi. Di Pulau Sebesi terdapat beberapa wisma tamu untuk ditinggali yang letaknya langsung berhadapan dengan pantai. Ada beberapa desa di dalam pulau ini, namun kami tidak menjelajahinya karena harus bersiap lagi bertolak menuju Gunung Anak Krakatau yang masih harus ditempuh dengan kapal.

Kami meletakkan barang-barang di wisma dan bersiap-siap ke Gunung Anak Krakatau dan snorkeling di Lagoon Cabe. Karena kostum buat naik gunung dan snorkeling cukup berbeda dan merepotkan untuk ganti, maka diputuskan untuk memakai celana pendek dan kaus aja demi kepraktisan. Perjalanan ke Gunung Anak Krakatau ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam 45 menit, berteman debur ombak dan lautan. Panas yang terik tidak menghalangi kami untuk berbagi keceriaan di sana. Kapal merapat di pantai dan kami berloncatan turun menuju pasir putih untuk diberi pengarahan oleh petugas jagawana tentang kondisi gunung saat itu. Dua minggu sebelum kami berkunjung, Gunung Anak Krakatau sedang terbatuk-batuk dan mengeluarkan lava. Jadi, diperingatkan untuk kami tidak melangkah lebih jauh lagi dari tepi kawah di atas lautan pasir.

mendaki gunung dalam lautan pasir
mendaki gunung dalam lautan pasir

Membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mendaki dalam lautan pasir yang panas dan berdebu. Kaki yang mengenakan sandal gunung rasanya tak tahan berkali-kali terperosok dalam jalanan pasir. Seharusnya memang mendaki lebih cocok dengan sepatu tertutup. Namun pemandangan yang indah di separuh perjalanan membuat tak menyurutkan langkah untuk sampai tepi kawah yang sudah menguarkan bau belerang. Pasti di atas sana pemandangannya akan lebih indah lagi.

dari atas gunung
dari atas gunung

Benar saja, di atas, terbentang pemandangan Pulau Panjang, Pulau Sertung dan Pulau Rakata berlatarkan langit biru. Walaupun gunung ini tidak terlalu tinggi, namun karena berada di tengah laut, maka perjalanan sesungguhnya dimulai dengan menyeberangi laut itu. Bau belerang tampak menyengat dari kawah yang menganga di bawah. Berjalan di tepian kawah yang tidak terlalu luas itu harus berhati-hati kalau tidak bisa-bisa tergelincir. Untung di tepi kawah terbentuk dari perkerasan tanah sehingga cukup stabil untuk dipijak. Sebenarnya ada puncak yang lebih tinggi lagi, namun jagawana tidak memberi izin untuk naik ke titik tertinggi itu, hanya sampai patok 7 yaitu tepian kawah.

teman-teman baru di puncak gunung anak krakatau
teman-teman baru di puncak gunung anak krakatau
di tepi kawah anak krakatau
di tepi kawah anak krakatau

Sesudah puas berfoto-foto, kami pun turun ke pantai lagi. Melalui lautan pasir yang gersang, kemudian hutan cemara yang berdebu, hingga hutan jati di dataran yang paling landai di tepi pantai. Di sisi lain gunung ini juga terdapat tanaman bakau yang melindungi pantai sehingga suasana pantainya menjadi sejuk berangin, cocok untuk makan siang.

Perjalanan dilanjutkan ke Lagoon Cabe, salah satu spot snorkeling berjarak sekitar 100 m dari pantai, dengan pemandangan bawah laut. Untuk mencapai Lagoon Cabe ini kami naik kapal selama kurang lebih satu jam. Kedalaman spot ini sekitar 3-4 meter, sayang ketika ke sana arus sedang lumayan kuat sehingga cukup melelahkan untuk berenang keliling menikmati pemandangan bawah laut itu. Setelah hampir satu jam berkeliling, karena aku tidak berfoto-foto bawah air, kami naik ke kapal dan melanjutkan perjalanan pulang ke wisma di Pulau Sebesi. Di perjalanan kapal sempat berhenti untuk memandang sunset yang tenggelam dilatari oleh pemandangan Gunung Anak Krakatau di kejauhan. Semburat warna jingga menyebar di lautan ketika kami meninggalkan titik itu.

sunset di tengah laut
sunset di tengah laut

Keesokan harinya, perjalanan tetap menggunakan kapal untuk berkeliling ke pulau-pulau di sekitar Pulau Sebesi. Dengan jumlah rombongan yang banyak, memang tidak mungkin menggunakan perahu jukung untuk menjelajah pulau-pulau tersebut. Sementara menunggu, aku mengamati pagi di dermaga ramai sekali oleh penduduk Pulau Sebesi yang hendak bepergian. Transportasi andalan antar pulau dengan kapal itu yang mereka gunakan. Ada kapal yang berisi penumpang dan beberapa sepeda motor, ada yang sedang menaikkan motor ke atas geladak kapal, juga ada kapal lain yang mengangkut hasil bumi Pulau Sebesi, yaitu pisang bertandan-tandan. Di kejauhan tampak mobil minibus mengangkut penumpang ke dermaga. Aku berpikir, pasti dulunya si mobil minibus ini datang dengan kapal juga. Sepertinya dipilih mobil yang lebar badannya tidak lebih besar dari lebar kapal yang umum beroperasi di sini.

pagi di dermaga
pagi di dermaga
perpindahan harian
perpindahan harian

Eksplorasi hari itu mampir di beberapa pulau. Ada Pulau Sebuku dengan spot snorkeling dengan terumbu karang yang cukup rendah. Meskipun vegetasi bawah airnya tidak terlalu bervariasi, namun ketika berkeliling aku menemukan ikan badut lucu yang sering dikenali sebagai Nemo. Besarnya hanya seujung jari dan hanya terlihat sekelebatan saja sebelum ia menghilang di balik ganggang pink yang melambai-lambai.

Beberapa tempat lagi yang dikunjungi adalah pulau-pulau kecil berpasir putih, yang sangat cantik dijadikan spot pemotretan. Pasir putih, karang hitam yang kontras, dipadu dengan langit biru yang cerah, bisa menjadi latar belakang yang bagus apabila ingin melakukan sesi foto dengan tema laut atau pantai. Pulau terakhir yang kami kunjungi adalah Pulau Umang-umang, kami eksplor baik pantai putih dan batu-batu hitam yang berdiri tegak menantang laut. Di sini juga ditemukan bintang laut besar berwarna biru, juga banyak cangkang kerang bagus yang bisa dijadikan hiasan. Ketika kembali, ternyata Pulau Umang-umang ini hanya berjarak 5 menit dari Pulau Sebesi tempat kita menginap semalam.

pasir putih yang selalu mendominasi
pasir putih yang selalu mendominasi
pantai karang berpasir putih
pantai karang berpasir putih
pulau Umang-umang
pulau Umang-umang

Siang itu kami berkemas untuk kembali pulang ke Pulau Jawa. Sebenarnya, masih banyak hal yang ingin aku gali di sini. Belum juga mengobrol banyak dengan penduduk pulau ini untuk mendengarkan cerita mereka bagaimana betah bertahan hidup di pulau yang berjarak jauh dari pulau Sumatera. Mungkin bukan hiruk pikuk yang mereka cari. Cukuplah seminggu sekali ke daratan lalu tetap menjalani kehidupan sehari-hari di pulau Sebesi. Mudah-mudahan satu hari aku bisa kembali untuk bergabung dengan mereka selama beberapa saat, bukan cuma sebagai turis yang bersenang-senang belaka.

DSC_0842-lands

Perjalanan ke Krakatau pada musim kemarau 15-16 September 2012 : Terima kasih kepada Javas Tours @javastours dan seluruh kru-nya untuk perjalanan yang menyenangkan. Terima kasih untuk persahabatan baru yang tercipta oleh teman-teman seperjalanan, Daniel Sianturi, Christiana, Tika, Fitri, Ridwan, Ria Restina, Mega, Kuchay, Dani, Aditya, Daniel Krisman, Dede Rian, David, dan delapan puluh orang lainnya bersama rombongan kita. Aye, aye, kapten!

*foto koleksi pribadi*

Jakarta,05-12-2012 : 01.01 AM

3 thoughts on “jelajah kapal, jelajah krakatau

Leave a reply to Frenky Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.