rendang minang #4: air sungai, air manis, air terjun, air hujan

foto2

Di gunuang mintak aia, di lurah mintak angin
~ peribahasa minang

cerita sebelumnya : rendang minang #3: bahasa tropis hotel hangtuah

Dalam rencana perjalanan kami, aku dan Felicia memutuskan tidak berlama-lama di kota Padang. Kami ingin menuju kota tempat lahirnya proklamator Indonesia, Moh. Hatta. Ya, kami ingin menuju Bukittinggi hari ini. Namun kota Padang masih menyisakan beberapa obyek wajib yang harus dilihat. Wajib, karena tempat-tempat ini masuk dalam itinerari setiap biro perjalanan di Padang. Kami memutuskan untuk menyewa mobil (taksi) untuk mengajak kami berputar-putar.

Karena hari makin siang kami janjian dengan supir yang akan mengantarkan kami ke Bukittinggi untuk menjemput di kedai es krim Ganti nan Lamo. Untuk keefektifan jalur, dengan diantar supir kami terlebih dulu membeli oleh-oleh khas kota Padang di toko Sherly, yang berada tepat di depan gerbang masuk Museum Adityawarman. Aku membeli kripik sanjai yang terkenal itu beberapa bungkus, beserta beberapa penganan yang lain. Kripik sanjai pedas yang dikemas di plastik 500gr itu dijual seharga Rp. 28.000,-, dan apabila membeli banyak akan dikemas dalam dus. Kelak esok di bandara Soekarno Hatta, tak perlu lihat petunjuk asal pesawat di conveyor bagasi, cukup lihat sederetan dus bertuliskan Shirley atau Christine Hakim, kamu akan tahu conveyor itu berisi bagasi dari Padang.

Karena barang sudah dipacking rapi dalam ransel, kami check out dengan cepat dan diantar supir menuju Jembatan Sitti Nurbaya. Jembatan ini melintasi sungai Batang Arau ke perbukitan yang katanya terdapat makam Sitti_Nurbaya. Aku agak bingung sebenarnya, kan Sitti ini adalah tokoh fiksi dalam buku yang ditulis oleh Marah Rusli pada tahun 1920-an. Kok bisa ada kuburannya, ya? Namun karena kami tidak berniat ke makam, maka kami hanya sampai berfoto-foto di Jembatan Sitti Nurbaya.

waterfront di jembatan sitti nurbaya
waterfront di jembatan sitti nurbaya
sungai di bawah jembatan, dengan rumah-rumah di lembahnya
sungai di bawah jembatan, dengan rumah-rumah di lembahnya
aku dan felicia di tepi jembatan yang ramai di malam hari
aku dan felicia di tepi jembatan yang ramai di malam hari

Dari jembatan bisa dilihat isi sungai yang penuh dengan berbagai macam kapal, mulai dari kapal nelayan, kapal memancing, sampai kapal wisata yang berukuran cukup besar. Di bukit seberangnya tampak rumah-rumah yang dibangun di situ. Menurut pak supir, kawasan Jembatan Sitti Nurbaya ini ramai oleh muda mudi di malam hari. Lampu-lampu kapal dan rumah di bebukitan bisa dinikmati dari tepian sungai Batang Arau di jalur pedestriannya yang cukup lebar.

jalur dua arah jembatan menuju gunung makam sitti nurbaya
jalur dua arah jembatan menuju gunung makam sitti nurbaya
tepian sungai batang arau dengan kapal yang bervariasi
tepian sungai batang arau dengan kapal yang bervariasi

Dari situ kami menuju Pantai Air Manis, yang diyakini sebagai tempat mendaratnya kapal Malin Kundang, legenda anak durhaka yang amat terkenal di nusantara. Pantai ini terletak sekitar setengah jam ke sebelah selatan kota Padang. Sebenarnya petunjuknya dari jalan utama tak terlalu jelas, karena hanya tertulis di plang kecil bahwa itulah jalan menuju Pantai Air Manis. Mula-mula naik bukit, lalu terus menuruni bukit sampai ketemu dengan pantainya.

Ternyata, di pantai itu terdapat replika (buatan manusia, jika dilihat dari hasilnya) yang diyakini sebagai tempat Malin Kundang mendarat dan dikutuk ibunya menjadi batu. Agak kecewa dengan batu Malin Kundang itu, aku dan Felicia memutuskan untuk berjalan-jalan saja di sekitar pantai yang luas itu. Pantai ini berpasir kecoklatan, bersih tanpa karang dan menghadap ke Samudera hindia yang kemarin kami lewati dalam perjalanan ke Sikuai. Garis pantainya cukup panjang dengan lebar lebih dari 15 meter cukup nyaman untuk berlarian dan bermain pasir. Konturnya relatif datar dengan pasir berbulir halus.

malin kundang yang menjadi batu (?) dan sisa kapalnya (?)
malin kundang yang menjadi batu (?) dan sisa kapalnya (?)
pantai luas dan lebar
pantai luas dan lebar

Kami tak lama berada di pantai ini, sehingga kembali lagi ke kota Padang untuk melanjutkan perjalanan ke Bukittinggi. Di perjalanan ada seorang teman yang mengirim kabar lewat twitter kalau ia kepengin dibawakan kripik sanjai balado bermerk Christine Hakim. Nah, ini pasti gara-gara ia membaca update statusku di twitter ketika sedang berada di Jembatan Sitti Nurbaya yang dekat dengan toko oleh-oleh penganan tersebut. Segera setelah kembali ke Padang kami membelikan pesanannya lalu langsung kembali ke jalan utama.

Mendekati jam 2 siang, perut kami mulai terasa lapar. Karena sejak semalam kami ngebet makan soto padang yang terkenal itu, maka kami meminta pak supir untuk mengarahkan mobil ke Soto Padang Garuda, yang berada di jalan raya menuju Bukittinggi, namun masih di sekitar Tabing, dekat bandara lama. Soto ini ternyata unik tak bersantan, dan khasnya adalah krupuk berwarna merah yang menemani. Kuahnya segar dan gurih berisi daging kering tersiram, cocok dimakan oleh kami yang kelaparan ini. Selain itu kami juga memesan tahu kentang sebagai sayuran untuk menetralkan perut yang makan lemak terus menerus ini.

soto padang dan tahu kentang
soto padang dan tahu kentang

Sepanjang perjalanan bisa melihat rel kereta Padang Bukittinggi yang mengular di samping jalan raya. Namun sayang kami tak bertemu satu pun kereta melintas yang bersuaian jalan. Awal perjalanan mulai dari Tabing hingga daerah Lapangan Terbang Minangkabau cukup lancar, sampai kami terkena macet di daerah pasar yang terdapat antrean BBM. Kabarnya beberapa hari ini pasokan solar kurang sehingga truk-truk parkir memenuhi SPBU untuk menunggu jatah solar datang.

Lepas dari kemacetan itu, jalanan menjadi tidak terlalu ramai. Jalur naik turun bukit dengan udara yang sejuk, sampai pada satu titik hujan turun rintik-rintik dan gerimis. Rencana kami mengunjungi Air Terjun Lembah Anai yang di tepi jalan Padang-Bukittinggi menjadi gagal karena hujan turun cukup deras sehingga kami hanya bisa memotret dalam mobil. Tampak banyak orang berkerumun di dekat air terjunnya dan berfoto-foto dengan payung di situ. Ah sudahlah, pikirku. Toh nanti kalau kembali dari Bukittinggi kami juga akan melewati air terjun ini lagi. Tak jauh dari air terjun itu, rupanya hujan sudah mulai reda. Aku melihat jembatan kereta api yang melengkung indah di atas jalan yang kami lewati. Aku membayangkan betapa indah nampaknya jika dari atas jembatan itu lewat kereta api uap lengkap dengan cerobong asapnya.

air terjun lembah anai di tepian jalan
air terjun lembah anai di tepian jalan
jembatan kereta api sumatera
jembatan kereta api sumatera

Dua jam sejak soto padang tadi, kok lapar lagi, ya? Mungkin karena habis hujan, pikir kami sebagai pembenaran. Berbeloklah mobil kami ke Sate Padang Mak Syukur yang sangat terkenal di Padang Panjang. Sekadar mencoba, pikir kami. Namun ternyata sate padang di sini enak sekali. Ukuran dagingnya yang besar-besar, juga bumbu yang gurih, membuat lupa pada rasa semua sate padang yang pernah dimakan di tanah Jawa. Memang, setiap makanan itu selalu enak bila berada di tempat asalnya sendiri. Memang harganya agak mahal, Rp. 54.000,- kami habiskan untuk makan bertiga. Banyak bus-bus yang berhenti di sini memenuhi rumah makan yang bertingkat dua ini. Hujan menderas di sini. Kami beristirahat sejenak di situ menunggu hujan sedikit jinak sambil melihat orang berlalu lalang.

satteeee padang!
satteeee padang!

Mulai dari Padang Panjang sampai Bukittinggi aku melihat beberapa rumah gadang asli yang masih berdiri di pekarangannya. Sayang hujan gerimis membuat sulit memotretnya dari luar. Terpikir untuk mampir dan bertanya-tanya soal bagaimana rasanya tinggal di rumah gadang, bagaimana mereka bertinggal. Tapi aku masih malu. Kepengin rasanya tinggal di rumah gadang selama 2-3 hari dan mengikuti bagaimana pola sehari-harinya.

Akhirnya hujan mereda, bisa dilihat Gunung Marapi di sebelah kanan dan Gunung Singgalang di sebelah kiri. Udara pegunungan yang sejuk mulai menghembus. Kabut menutup puncak-puncak kedua gunung tersebut. Aku merapatkan jaketku. Sumatera Barat adalah satu propinsi di Indonesia yang indah. Hari ini saja kami bisa melihat sungai, pantai, air terjun, jurang, juga gunung dalam hitungan beberapa jam. Belum lagi mendapat peralihan dari cuaca panas hingga hujan merinai seperti ini. Kejutan seperti apa yang menunggu kami di Bukittinggi?

gunung marapi di kanan jalan
gunung marapi di kanan jalan
rinai menyambut di bukittinggi
rinai menyambut di bukittinggi

perjalanan 30 maret 2013
ditulis 20 juli 2013. home.

cerita selanjutnya : rendang minang #5: keliling hari di bukittinggi

Kalau suka tulisan-tulisanku, bisa vote TindakTandukArsitek di Indonesia Travel Blogger Award sampai 17 Agustus 2013. Terima kasih. 🙂

8 thoughts on “rendang minang #4: air sungai, air manis, air terjun, air hujan

  1. Hi, salam kenal, Mbak. Gak sengaja nyasar ke sini dan keterusan asik baca kisah perjalanannya.
    Ngomong-ngomong soal jembatan kereta api itu, aku juga sempat berpikir yang sama lho. Akan bagus kalau difoto pas ada kereta uap melintas di situ 🙂

    1. wah, terima kasih sudah mampir. masih ada beberapa episode rendang minang yang masih menari-nari di kepala. iya aku pencinta kereta, jembatan ini warnanya merah dan cantik ya..

      aku intip blogmu juga fotonya bagus-bagus.. 🙂 salam kenal juga..

Leave a Reply to indrijuwono Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.