rekomendasi sewa kapal di labuan bajo

Labuan Bajo mungkin adalah salah satu tempat yang menarik hatiku di Indonesia. Gugusan pulau-pulaunya yang membentang dengan lautnya yang biru cerah membuat hidup di kapal selama tiga hari menjadikan hati dipenuhi kebahagiaan. Mulai dari pelabuhan, bertemu dengan berbagai macam jenis kapal mulai dari kapal ferry, kapal Pelni, kapal barang, kapal tongkang, kapal nelayan, hingga kapal pinisi menjangkar dengan indahnya di perairan pelabuhan pada areanya masing-masing.

Kapal Joyful bersandar di ujung pelabuhan bersama tiga kapal lainnya yang harus kulalui sebelum naik ke atas dek. Mas Faris, tour leader hari itu memperkenalkan aku dengan mas Atok, Sushmita dan Anouk yang menjadi teman perjalanan selama tiga hari mendatang. Kapal berangkat sekitar jam 10 pagi dari pelabuhan besar Labuan Bajo di pulau Flores.

Perjalanan pagi itu diawali sekitar jam 09.30 pagi dengan kecepatan sedang menyusuri tepian daratan di sekitar Labuan Bajo. Bukit-bukit yang berwarna kehijauan yang nanti berubah keemasan di musim kering menjadi pemandangan dominan sepanjang perjalanan. Laut yang berwarna biru hingga hijau toska di tepiannya menemani. Pelayaran awal ke Pulau Kelor selama satu jam tidak terasa membosankan sembari mencemil banana cake yang disediakan kru kapal.

Tujuan pertama ke Pulau Kelor yang tiba hampir tengah hari. Setelah menambatkan kapal di tepi pasir putih, kami turun ke darat untuk melihat-lihat keindahan pulau. Uniknya, pulau mungil yang berpasir putih ini dikelilingi laut berwarna hijau toska yang dangkal sehingga cantik dipandang mata. Pemandangan paling bagus didapat jika kami trekking menuju puncaknya. Awalnya kelihatan agak jeri melihat ketinggiannya, namun ternyata bisa ditempuh dalam waktu sekitar 20 menit saja dengan tumpuan batu-batu.

Ditemani beberapa kru kapal, kami mengambil gambar di puncak pulau yang hanya berukuran sekitar 9 m2 sesudah bergantian dengan grup pengunjung yang lainnya. Karena ukuran yang tidak terlalu luas itulah makanya tidak terlalu banyak juga orang yang naik sampai atas. Untunglah, jadi grup kapal the Journey ini bisa menikmati ketinggian tanpa terlalu banyak orang, memandang ke pulau-pulau di seberang.

Sesudah mengangkat sauh, kapal meluncur kembali di laut yang tenang menuju Pulau Rinca. Hm, rupanya isyarat perut yang sudah berbunyi ditangkap oleh kru kapal yang membawa makan siang hari itu yang lezat. Energi trekking siang itu langsung tergantikan oleh asupan masakan yang mengumpulkan tenaga untuk perjalanan selanjutnya.

Kapal terus berlayar hingga Pulau Rinca tempat kami berlabuh di tepi dermaga dan berjalan kaki ke titik temu dengan ranger yang akan membaea kami berkeliling sambil melihat komodo. Wah, memang hewan purba ini adalah primadona dalam daerah yang termasuk kawasan Taman Nasional Komodo. Tak jauh dari basecamp ranger, kami bertemu dengan komodo yang sedang beristirahat di bawah rimbunan pohon. Nah, memang hewan berdarah dingin ini hanya berjemur di padang rumput pada pagi hari, sementara siangnya mereka hanya beristirahat di keteduhan atau bersembunyi di tengah hutan.

Tidak banyak komodo yang menyapa kami siang itu sehingga kami meneruskan perjalanan ke dalam hutan ditemani ranger. Daun-daun kering dan nuansa kecoklatan di dalam hutan pasti menjadi tempat persembunyian komodo karena memiliki nuansa warna yang hampir mirip. Di tengah hutan, kami ditunjukkan liang komodo bertelur dan menetas.

Pulau Rinca memiliki lansekap yang indah dengan bukit-bukit antara padang rumput dan hutan yang menjadi latar belakang. Dipadu dengan laut di baliknya, duduk-duduk di salah satu puncak pulau sesudah trekking menyusur hutan dan menaiki bukit menjadi salah satu istirahat yang menyenangkan. Cukup betah juga berlama-lama di sini sambil menikmati semilir angin yang bertiup dari lembah sehingga peluh yang keluar dari tubuh tadi bisa menguap.

Ketika melanjutkan perjalanan hingga Pulau Padar, kami hanya leyeh-leyeh saja di kapal sambil memanjakan pemandangan. Fasilitas di kapal ini cukup lengkap, selain meja di tengah tempat kami menikmati makanan yang dihidangkan, juga kabin kamar yang ber-AC dengan kapasitas delapan orang. Tempat tidur yang berhadapan terpasang kokoh pada badan kapal dengan kasur dan bantal peneman tidur. Selain itu, terdapat kamar mandi dan WC dengan shower air panas dingin untuk membersihkan badan.

Supaya tidak licin, di beberapa titik pada lantai kapal dipasangi karpet kasar sehingga kaki nyaman ketika berjalan pada tepiannya. Kalau kadang-kadang ada ombak yang mengguncang badan kapal, tentu tidak takut untuk berpegangan. Di sini juga dilengkapi dengan delapan pelampung di dekat kamar untuk penumpang, dan sejumlah yang cukup juga untuk kru di bagiannya. Dan untuk administrasi, semua penumpang dan awak di kapal ini didaftar oleh pemilik kapal untuk dilaporkan pada syahbandar di Labuan Bajo sebelum berangkat tadi, sehingga tidak khawatir ada penumpang gelap.

Kapal tiba di Pulau Padar sesudah perjalanan sekitar dua jam dari Pulau Rinca dengan kecepatan sedang. Matahari menjelang terbenam ketika diamati dari kapal yang melaju dan akhirnya benar-benar tenggelam saat kami tiba di perairan Padar. Belasan kapal lain sudah membuang jangkarnya di situ sebelum kapal kami tiba dan diikuti puluhan lainnya kemudian setelah gelap.

Kapten kapal memilih lokasi yang tidak terlalu dekat dengan pantai supaya tidak terlalu berisik dengan suara-suara dari kapal-kapal lain. Pilihan ini untuk menjaga privasi tamu-tamu supaya bisa beristirahat dengan tenang. Malam yang ditemani bulan purnama itu tidak terlalu banyak bintang dan kami merasa terayun-ayun sebagai efek dari perjalanan panjang hari ini. Sesudah makan malam, kegiatan hanyalah mengobrol, membaca buku, atau hanya duduk-duduk saja di dek sambil melamun menunggu kantuk datang.

Jam lima pagi keesokan harinya, kami naik perahu kecil untuk merapat ke Pulau Padar dan mulai mendaki melalui tangga kayu yang panjang. Beberapa kru kapal ikut menemani kami berjalan hingga puncak pulau yang akhir-akhir ini terkenal sebagai destinasi di perairan Labuan Bajo. Kalau terlihat agak capek, mereka tidak segan membantu. Memang perjalanan ke puncaknya memakan waktu agak lama, apalagi ditambah dengan spot-spot foto yang menarik saat matahari terbit.

Cukup banyak pengunjung yang datang ke Padar pagi hari itu, selain udaranya masih segar, juga untuk menikmati matahari terbit di atas sana. Rasanya pendakian yang melelahkan di pagi hari itu terbayar dengan pemandangan yang luar biasa indah dari atas. Gugusan pulau yang membentuk bulan sabit menjadi primadona unggulan perairan Kepulauan Komodo ini.

Ketika semua sudah turun, kapal melaju lagi ke snorkeling point di Pink Beach pulau Komodo. Sementara yang lainnya naik sekoci ke pantai, aku memilih untuk berenang-renang di antara terumbu karang yang cantik di batas parkir kapal. Ya, kapal kami tidak boleh masuk pantai sehingga pilihannya adalah berenang atau naik kapal. Tapi karena arus agak kuat maka aku memilih snorkeling di dekat kapal saja sambil melihat-lihat ikan berenang bersamaku. Segar sekali usai pendakian tadi pagi yang cukup melelahkan.

Perjalanan dilanjutkan ke Manta point, di mana kami berenang sambil melihat manta yang melayang-layang di bawah sana mengibarkan sayapnya yang besar. Sebenarnya kasihan juga melihat manta yang sedang asyik berenang tahu-tahu dikejutkan oleh manusia yang penasaran kepingin melihat wujudnya. Untunglah kami hanya sempat melihat satu dua manta yang berkelebat ketika kami memutuskan untk terjun dari kapal. Sore dilanjutkan dengan menuju gosong pasir Taka Makassar yang bertekstur sehalus tepung. Karena cuaca begitu terik di sini dan beberapa dari kami sudah lelah akibat dua kali main air sebelumnya, kami hanya berjalan-jalan sebentar di sini sebelum meneruskan ke Gili Lawa untuk melihat matahari terbenam.

Jam empat sore kapal sudah merapat di Gili Lawa. Sebenarnya di sini kapal bisa merapat hingga tepi pulau, namun karena ketinggian air masih tinggi, kami tetap harus naik perahu kecil untuk merapat ke pantai yang hanya berjarak 7 meter dari tangga tepi kapal. Di Gili Lawa terdapat beberapa jalur pendakian, termasuk yang medium trip dan short trip. Aku memilih yang pertama karena ingin melihat pemandangan dari atas sana.

Tak seperti di Pulau Padar, di sini tak ada tangga untuk naik sampai atas sehinggga benar-benar harus mendaki secara alami sampai di atas. Untung saja aku tak membawa beban apa-apa (selain dua kamera dalam tas yang ternyata cukup berat) sehingga mudah untuk menapaki batu demi batu di jalur curam antara padang rumput yang melambai dan sinar matahari yang masih panas sore itu. Meskipun kata mas Faris tour guide kami mengatakan jarak tempuhnya sekitar satu jam, namun kami bisa mencapai puncak dalam waktu 30 menit saja.

Ketika matahari mulai tenggelam, kami sudah berada di punggungan atas Gili Lawa dan duduk-duduk santai sambil beristirahat. Nyaman sekali di sini ditemani semilir angin sepoi-sepoi sambil menunggu gelap menjelang. Tapi tentu saja aku tak bisa berlama-lama karena di Gili Lawa tidak ada penerangannya dan kami masih harus turun lagi kembali ke kapal. Untung jugalah kami tak perlu lewat jalan curam tadi namun terus menyusuri punggungan melalui jalur landai hingga akhirnya ketemu dengan jalur short trip di sisi yang lain dari waktu mendaki. Jalur ini indah sekali dengan lembah di sisi kiri dan bukit di kanan, membuat perjalanan walaupun sendiri jadi terasa damai. Tepat sebelum benar-benar gelap, aku sudah tiba kembali ke pantai di mana kru kapal menunggu untuk menyeberangkan lagi ke sana.

Untuk menghemat waktu karena keesokan harinya ada yang mengejar pesawat siang, kapten kapal memutuskan untuk berlayar ke Pulau Kanawa malam itu juga. Asyik juga, karena artinya kami akan bertemu matahari terbit besok di sana. Ketika kapal mulai jalan, ternyata ombak malam cukup besar sehingga goyangannya terasa di seluruh badan kapal. Tapi kapten kapal yang sudah berpengalaman ini sangat piawai mengemudikan kapalnya, sehingga aku memutuskan untuk tetap duduk-duduk di kursi depan sambil menikmati pelayaran malam ini, sementara teman-teman lain memilih tidur.

Di tengah laut, kapal diterjang gelombang Kala-kala, yaitu titik pertemuan antara dua arus laut sehingga guncangan dalam perjalanan semakin besar. Aku masih mengobrol dengan beberapa kru kapal yang tidak tidur sembari menikmati ayunan ombak dan minum kopi. Walaupun sudah agak mengantuk, aku memilih untuk tetap terjaga hingga tujuan nanti. Ketika ombak agak mereda, tiba-tiba di sisi kiri kanan muncul lumba-lumba seolah mengawal perjalanan kami. Di tengah malam gelap, terangnya purnama membuat kami bisa melihat mamalia laut yang bersahabat itu melompat-lompat di samping kapal. Kapten kapal pun dengan tenang mengarahkan kapalnya terus hingga perairan Kanawa.

Sekitar jam 11 malam kapal tiba di perairan Kanawa dan membuang jangkar agak jauh dari pulau supaya tidak merusak terumbu karang. Aku pun bisa tidur dengan nyenyak di dalam kamar hingga melewatkan saat matahari terbit. Ketika esok harinya sudah agak cerah, kami mulai bersnorkeling di tepi dermaga yang cantik sembari bercanda dengan ikan-ikan yang berenang seru pada perbatasan terumbu karang dengan laut dalam. Tadinya aku sempat tidak mau berenang lagi karena capek, tetapi perairan Kanawa rupanya sayang untuk dilewatkan.

Kapal kembali menuju Labuan Bajo menjelang tengah hari, sehingga salah satu teman kami bisa mengejar pesawat untuk kembali ke kotanya. Perjalanan tiga hari ini rasanya begitu menyenangkan bersama teman-teman dan kru kapal yang sangat baik dan banyak membantu. Perjalanan ini diatur oleh Be Borneo Tour yang juga dulu membantu perjalanan di Tanjung Puting Kalimantan, sekarang merambah hingga ke Flores. Perjalanan yang menarik, pemandangan yang bagus dan kru kapal yang ramah menjadi kenangan yang manis di penghujung perjalanan Flores. Jika ingin mengatur perjalanan sendiri, bisa mengatur dengan sewa kapal The Joyful yang cantik ini. Pasti asyik bersama teman-teman menyusuri gugusan pulau-pulau di Labuan Bajo sembari menikmati angin laut yang sehat di bawah langit biru, laut toska, dan gugusan pulau hijau kuning keemasan.

Perjalanan 30.03-01.04.2018. Ditulis di Jogjakarta 21.04.2018

Be Borneo Tour : Indra – 085651202195
Sewa Kapal The Joyful : Tar – 081286522025

14 thoughts on “rekomendasi sewa kapal di labuan bajo

  1. Labuan Bajo ini juga menjadi tempat yang benar-benar membuatku tertarik. Bukan karena keindahan alamnya (prinsipku, keindahan adalah bonus), tapi karena aku ingin menjajal pengalaman live on boat selama 3 hari.

    Berarti Pulau Padar aman ya buat dinaiki. Aku kalo naik gunung paling takut sama medan licin 😀

  2. wah, menarik kak!
    belum pernah ke Labuan Bajo dan kepingin banget ke sana. semoga segera terealisasikan 🙂

    makasih buat infonya kak. keep share ya.

  3. ya ampun bajo.. walau sekarang destinasinya sudah mainstream cuma aku gak nolak kalau diajak ke sana 😀

    rata-rata paket tour di sana sekitaran berapa sih mbak.

  4. Hai mbak….. Posting yang menarik. Saya mau ajak ibu rencananya, Kira2 trek ke Padar dan gili Lawa memungkinkan untuk lansia yg masih sehat ga ya? Thanks infonya…..

Leave a Reply to indrijuwono Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.