Tiga orang tukang becak di Pulau Penyengat menyambut langkah-langkah kaki yang keluar dari perahu motor dari Pulau Bintan itu. Tawaran mereka sangat menarik sebenarnya, menumpang kendara beroda tiga itu hingga daratan tiba. Tapi rasanya terlalu banyak hal di luar yang bisa ditangkap lambat dengan mata. Garis pulau yang dipenuhi rumah berwarna-warni membuahkan rasa penasaran sambil berjalan. Anak-anak yang bermain-main di perahu motor tempel membagikan senyum manisnya.
Dermaga pelabuhan ini panjang ke tengah laut, mengisyaratkan ruang yang dangkal di bawahnya sehingga perahu sulit bersandar dekat daratan. Tiang-tiang besi menopang kanopi seng hingga tepian pulau. Hingga pada satu jalan yang disambut penduduk yang bercengkrama di depan rumah dengan wajah penasaran, apa yang hendak kulakukan? Satu-satunya desa di pulau yang berjarak 2 km terpisahkan laut itu, ternyata cukup ramai dan hidup sebagaimana di daratan yang lebih besar. Pulau yang dahulu menjadi bagian dari Kesultanan Riau ini, pernah menjadi salah satu pusat pemerintahan yang penting, bukan hanya tempat kedudukan Yang Dipertuan Agung, tetapi juga tempat kedudukan Sultan sejak tahun 1900-an.
Pulau Penyengat yang berukuran panjang 2.000 meter dan lebar 850 meter ini dahulu adalah kubu penting yang dijaga untuk melindungi kawasan kepulauan Riau. Dari sebuah sumber air yang yang dikelilingi oleh binatang penyengat (lebah), akhirnya nama pulau ini muncul dan dikisahkan melalui cerita rakyat. Konon, pulau mungil ini adalah hadiah Sultan Mahmud kepada isterinya Engku Putri Raja Hamidah, yang kemudian pada tahun 1806 Yang Dipertuan Muda Jafaar membangun Pulau Penyengat sebagai pemukiman. Hingga pada mas Sultan Abdurrahman Muazamsyah yang memindahkan kedudukannya dari Daik Lingga ke Pulau Penyengat pada tahun 1900.
Tak jauh dari ujung pelabuhan, kami melangkah hingga bawah tangga Masjid Raya Pulau Penyengat yang sudah berdiri pada tahun 1832. Pembangunan ini diprakarsai oleh Raja Abdurrahman yang mendirikan masjid di atas tapak yang lama bergotong royong dengan warganya. Konon kabarnya, tak hanya menyumbangkan tenaga, warga juga mengumpulkan bahan makanan untuk yang bekerja. Karena terlalu banyak putih telur yang tidak habis dimakan, akhirnya dicampur pada semen kapur perekat batu. Karena itu banyak cerita yang mengatakan Masjid Raya Pulau Penyengat ini terbbuat dari telur.
Warna kuning cerah yang mewarnai dinding masjid ini memperkuat citranya sebagai masjid telur. Di halamannya terdapat dua pendopo untuk orang sekadar beristirahat atau bermusyawarah. Bangunannya yang disangga oleh empat tiang masih berdiri kokoh hingga sekarang dan kerap dikunjungi oleh wisatawan yang datang ke Pulau Penyengat. Apalagi lokasinya yang berada di pusat pulau denga alun-alun mungil berbentuk segitiga di depannya, membuatnya secara alami sebagai tempat berkumpul. Posisinya yang dekat dengan dermaga seolah memberikan ucapan selamat datang.
Empat buah menara langsing mengelilingi bangunan ini, dengan 13 kubah untuk mendukung struktur atapnya. Bisa diartikan bahwa jumlah bubungan yang menjadi 17 sebagai hitungan jumlah rakaat shalat wajib yang harus dilakukan oleh umat muslim setiap hari.
Karena pulau ini cukup kecil dengan jalan-jalan yang tidak besar, kendaraan yang berlalu lalang di sini hanyalah motor, sepeda atau becak motor. Cukup banyak becak yang berjajar di ‘alun-alun’ yang berbentuk segitiga itu, menunggu untuk mengantar turis berkeliling. Jalan-jalan ditutup dengan paving blok dengan rumah-rumah berhalaman di kiri dan kanan.
Di beberapa tempat terlihat sisa-sisa rumah yang dibangun pada masa lalu dengan tembok-tembok bata yang berukuran besar, yang kini kosong. Mungkin pemiliknya dahulu sudah bermigrasi ke pulau lain untuk mencari tempat yang lebih luas. Tapi tak seperti di daerah pesisir yang rumah penduduknya lebih rapat, makin ke tengah pulau malah lebih banyak lahan kosong yang dijumpai. Agaknya pola bermukim di sini lebih linier mendekati laut.
Kontur di pulau yang sempat dinominasikan sebagai World Heritage Sites UNESCO tidak melulu datar, namun di beberapa tempat jalanan naik dan turun mengikuti ketinggian tapak. Sebenarnya sudah terlihat juga dari laut rumah-rumah yang meninggi ke bagian tengah, pertanda ada jalur bermukim juga makin ke atas sana. Sayangnya kami tidak sempat naik ke titik paling atas Pulau Penyengat, tempat diletakkannya meriam yang yang digunakan pada masa lampau untuk mempertahankan pulau khususnya dan Kepulauan Riau umumnya dari ancaman asing.
Di beberapa tempat terlihat berbagai peninggalan Kesultanan Riau di masa lalu, seperti reruntuhan benteng ataupun rumah-rumah gedong tempat pejabat kesultanan zaman dahulu. Sebenarnya nama pulau ini menjadi masyur karena keberadaan pujangga yang sempat tinggal di Mekah, namun kembali lagi ke tanah kelahirannya.
Nama pulau ini menempel begitu saja di kepalaku sebagai salah satu tonggak sastra melayu yang memang terkenal indah sejak zaman dahulu. Raja Ali Haji, pujangga kenamaan yang dilahirkan pada tahun 1808 M/1193 H di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, dan meninggal pada tahun 1873 M di pulau itu juga. Beliau adalah cucu Raja Haji Fisabilillah Yang Dipertuan Agung IV dari Kesultanan Lingga-Riau. Beliau menuliskan Gurindam Dua Belas, syair indah panjang tentang norma-norma kehidupan manusia sehari-hari, yang menyangkut ibadah, kewajiban pemimpin, hubungan orangtua dan anak, dan hal-hal lain dalam hidup bermasyarakat.
Aura besar begitu kuat memasuki area makamnya yang berada di kompleks makam Engku Putri Raja Hamidah. Area yang sederhana di ujung pulau dengan dikelilingi pepohonan rindang, juga didominasi oleh warna kuning dan hijau seperti masjid yang kami temui pertama kali. Makam Raja Ali Haji terletak di luar bangunan utama dengan naungan, dan nisan yang dibungkus rapi oleh kain berwarna kuning. Di atas makam tertulis Raja Ali Haji, Terkenal, Gurindam Dua Belas.
Raja Ali Haji terkenal sebagai pencatat pertama dasar tata bahasa Melayu, yang dijadikan sebagai standar dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 dan ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia.
Sebagai penghormatan atas karya sastra lampau yang terkenal ini, di dalam bagnunan utama yang menjadi tempat persemayaman Engku Putri, ditatahkan semua larik syair Gurindam Dua Belas ini pada batu marmer yang dipasang mengelilingi dinding. Sempat beberapa kali diterbitkan, kalimat-kalimat ini pun pernah dibukukan oleh sastrawan melayu, Sutan Takdir Alisyahbana. Karya-karya Raja Ali Haji menjadi catatan pentingnya Pulau Penyengat terhadap sejarah perkembangan sastra melayu.
GURINDAM DUA BELAS
Persimpanan yang indah-indah
Yaitulah ilmu yang memberi faedah
Aku hendak bertutur
tentang gurindam yang beratur
Gurindam I
Ini gurindam pasal yang pertama:
Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang yang ma’rifat
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah Ia dunia mudarat.
Gurindam II
Ini gurindam pasal yang kedua:
Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua termasa.
Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.
Gurindam III
Ini gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadaiah damping.
Apabila terpelihara lidah,
niscaya dapat daripadanya paedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi’il yang tiada senunuh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjaian yang membawa rugi.
Gurindam IV
Ini gurindam pasal yang keempat:
Hail kerajaan di daiam tubuh,
jikalau lalim segala anggotapun rubuh.
Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
itupun perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur2.
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.
Gurindam V
Ini gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenai orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
Gurindam VI
Ini gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh dimenyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi,
Gurindam VII
Ini Gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah landa hampirkan duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
I’ika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.
Gurindam VIII
Ini gurindam pasal yang kedelapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar dan pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syarik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
kebalikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.
Gurindam IX
Ini gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu pekerjaan tak baik,
tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat berkuda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.
Gurindam X
Ini gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil supaya tangannya jadi kafill.
Gurindam XI
Ini gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak marah,
dahulukan hajat.
Hendak dimulai,
jangan melalui.
Hendak ramai,
murahkan perangai.
Gurindam XII
Ini gurindam pasal yang kedua belas:
Raja muafakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh anayat.
Kasihan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.
Perjalanan Pulau Penyengat, 25.02.2015
Pulomas, 25.01.2016 : 14.14
sumber data sekunder
https://pulaupenyengat.wordpress.com/2010/09/30/sejarah-pulau-penyengat/
https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Penyengat
http://travel.kompas.com/read/2009/03/21/07275281/ziarah.di.pulau.kecil
https://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Haji_bin_Raja_Haji_Ahmad
baru tahu nama pulau penyengat kak unik namanya
iya, aku juga denger beberapa tahun ini. kalau gurindam sih sejak SMP.
Bangunan2nya pun Melayu banget ya? ‘eh, bener ga nih, bu arsitek?* Haha..
nah aku sendiri masih meraba-raba tipologi ‘arsitektur melayu’ ini, hehee..
gurindamnya bagus ya, org Melayu memang pandai bikin gurindam
mbaaaa tapi menurutku itu makamnya jadi horror dibungkus2 gituuu huhuhu *tutup mata*
aku juga merasa horor di makamnya, kayak auranya ‘berat’ gitu, hampir nggak berani masuk, tapi akhirnya masuk juga.
eh, katanya emang nisan yang dibungkus kain kuning gitu sudah kebiasaan deh, karena makam2 di luarnya pun demikian nisannya.
Wow.. baru tau ceritanya
Wah gurindam 12, jadi ingat jaman SD belajar beginian. Eh jadi emang beneran bisa bikin bangunan pakai putih telur?
iya, waktu SD belajar aneka syair ya. konon kabarnya, putih telurnya dicampur semen. entahlah, kalau di ilmu perkuwehan kan putih telur memang perekat aneka schotel gitu kan.
Tapi schotel kan beda sama batu bata. Hahaha…
bulan februari bakal ada festivalnya lho
mesjid nya eye catching banget kuning
iya, silau kalau siang.
pingin ziarah kesini, sejarah peradaban melayu begitu kental ya di pulau penyegat. BTW mbak, blogroll di sidebar itu punyaku masih .wordpress dot com hehe, boleh nggak kalau diupdate ke dot com. gracias.
punyamu ada di listku mbak: http://fahmianhar.com/partners/
bangeetttt, kamu mesti ke sini deh lihat melayu. yuk gih sama si kecil..
unik ya masjid dibangun bahannya pake telur, diwarnain kuning laagi haha
ini salah satu landmark yang oke di Penyengat nihh..
jadi tersengat nih pengen kesana ..