de Kartini, arungi teluk Jakarta dengan phinisi

Di Aegena, Yunani? Bukan. Di Labuan Bajo, NTT? Bukan.

Ini di Jakarta saja, masih satu propinsi dengan ibukota kita semua. Dengan phinisi berkonsep cruise ini, menghabiskan waktu melaut tanpa harus keluar budget untuk tiket pesawat, hanya biaya parkir di Pluit Baywalk Mall, tempatnya berlabuh.

Satu moda wisata baru diluncurkan di teluk Jakarta sebagai salah satu short escape dari penatnya ibukota, berlayar di lautan Kepulauan Seribu selama satu hari penuh, mulai dari baru terbitnya matahari hingga tenggelam dalam perjalanan pulang. DeKartini, salah satu unit baru dalam manajemen Trizara Resort adalah phinisi yang dikerjakan oleh ahli-ahli kapal berkualitas dari Bugis, bisa dinikmati bersama desau angin laut di utara Jakarta.

Dari dermaga Pluit Baywalk, kami diajak untuk naik taxi air berkapasitas 25 orang, untuk sampai di DeKartini yang melabuhkan jangkar agak ke tengah. Tentu saja, kedalaman sekitar dermaga yang hanya sekitar 5 meter ini tidak bisa membuat kapal besar terlalu dekat supaya tidak kandas. Kurang dari 10 menit dibutuhkan untuk mencapai buritan kapal dan melompat berpindah ke dalam phinisi.

Yang paling menarik dari sebuah kapal kayu, tentu saja area haluannya. Posisi kapal yang saat itu menghadap timur membuat siluet-siluet cantik pada latar belakang gedung-gedung di sekitar pelabuhan yang tertangkap di bawah layar yang mengembang. Lantai yang terbuat dari kayu (besi atau damarlaut) ini ditata sebagai deck berjajar, sehingga tidak khawatir licin apabila terkena lembabnya air laut.

De Kartini terdiri dari 3 lantai, yang pertama Ruang Jepara (untuk 70 orang) di lantai dasar, sejajar dengan ketika kami masuk tadi, kemudian naik ke lantai dua ada Ruang Kebaya dengan kapasitas 60 orang yang juga dilengkapi dengan bangku-bangku sepanjang jendela dan meja untuk beraktivitas, serta Ruang VIP berkapasitas 20 orang. Selain itu juga dilengkapi dengan 9 toilet dan musholla serta dapur dan ruang makan di bagian buritan.

Paling atas ada ruang terbuka dengan 30 bean bag-nya untuk bersantai-santai menikmati matahari di alam terbuka ditemani birunya laut. Tentuya untuk orang Indonesia sepertiku, cukup sampai jam delapan pagi saja, karena sesudah itu mulai panas dan mendingan berada dalam naungan. Dengan kapasitas yang cukup besar ini, De Kartini cocok digunakan untuk outing kantor bersama-sama dan mengadakan acara di dalam kapal selama seharian, karena memang kapal ini rencananya disewakan secara carter dan tidak individual.

Hari itu kapal menuju Pulau Pari serta melintasi pulau-pulau lain dalam gugusan kepulauan Seribu. Cuaca sangat bersahabat dengan langit biru cerahnya, laut tidak terlalu terlihat hitam namun memantulkan warna langit dengan sempurna, dan kecepatan kapal lumayan tidak banyak gelombang. Singkatnya, kami bahagia dan senang-senang di dalam kapal, sembari mengambil berbagai foto dan video.

Uniknya dalam ruangan-ruangan di dalam phinisi ini, menggunakan hiasan batik-batik pada langit-langitnya yang dilengkapi dengan peredam, sehingga getaran atau percakapan antai lantai tidak terdengar. Batik sebagai kekhasan bangsa ini menimbulkan kebanggaan juga sebagai bangsa pelaut karena digunakan untuk mengelilingi negeri.

Setiba di Pulau Pari, kami berpencar mulai dari ke ujung galangan hingga ke Pantai Perawan yang berpasir putih. Sebagai seseorang yang belum pernah ke Pulau Pari (tapi ke Labuan Bajo setahun 3x), tetap saja senang dan gembira melihat hamparan pasir putih yang menggoda untuk diajak bermain-main. Kain-kain pun digelar, tertiup angin yang melambai menerbangkannya. Terik matahari di tengah hari tak menghalangi kami untuk terus menikmati pemandangan di situ.

Sesekali kami berkecipuk air, berjalan pada dasar air laut yang bergumuk-gumuk lembut namun dangkal. Karena pantai ini berada pada kawasan teluk, tak ada ombak besar yang sengaja menggulung sehingga rasanya aman-aman saja berada pada kawasan ini. Bermain kano dan ayunan pun sepertinya cukup menyenangkan lagi-lagi ditemani angin.

Saat kembali ke De Kartini, kami naik sekoci jingga yang memang sepanjang perjalanan diikat mengikuti kapal sebagai moda turun naik menuju perairan dangkal. Karena kapal pinisi ini hanya bisa melempar jangkar tidak dekat daratan, maka sekoci ini diperlukan atau bisa menggunakan perahu lokal setempat milik nelayan dari Pulau Pari.

Perjalanan pulang rupanya tidak secepat perjalanan berangkat. Hampir tiga setengah jam diperlukan untuk berlayar dari Pulau Pari hingga kembali ke Dermaga Pluit Baywalk Mall, mungkin karena memang melawan arus air laut yang dipengaruhi angin darat yang membantu nelayan melaut di malam hari. Senja yang indah kami lewatkan di dek paling atas dengan udara cerah yang membuat bola matahari terlihat begitu bagus di kejauhan.

 

Sudah benar-benar gelap ketika kami tiba kembali di depan Pluit Baywalk Mall, namun lampu-lampu indah dari kawasan industri sekitar maupun dari mall tertangkap mata dengan permainan cahaya yang unik. Sembari menunggu giliran menyeberang dengan taksi air, kami memotret waterfront yang seolah berdandan menyambut datangnya malam. Ternyata, mengarungi Teluk Jakarta juga asyik dengan kapal phinisi ini.

Informasi dan booking DeKartini bisa dilihat di: www.trizara.com dan pilih sailing!

Selamat bersenang-senang. Bon Voyage!

2 thoughts on “de Kartini, arungi teluk Jakarta dengan phinisi

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.