
Jadi arsitek itu cita-citaku sejak dulu. Awalnya sewaktu kecil aku hobi sekali bermain boneka kertas. Lalu bermain rumah-rumahan, menata ruangan-ruangan dan sebagainya. (dan selalu ingat untuk membuat ruang pakaian yang besar, karena koleksi pakaian si boneka kertas itu banyak). Kalau pulang ke rumah eyang di kampung, yang ada lapangan tanahnya, aku selalu bermain rumah-rumahan, membangun denah rumah dari tanah pasir yang dipadatkan setinggi 3 cm, dengan pintu dari lidi. Lalu membuat โkehidupan si boneka di sana. Hanya permainan. Tanpa tendensi untuk masa depan.
Kira-kira aku kelas 5 SD, ketika main ke seorang tetangga di Bandung, ia punya meja gambar dan rumahnya tertata dengan manisnya, ibuku bilang, โOm Bambang itu arsitek.โ (di kemudian hari ketika kuliah aku tahu kalau beliau ternyata insinyur sipil yang bekerja di perusahaan minyak, kebetulan saja punya meja gambar)
Oh, ada profesi yang pekerjaannya menata-nata bangunan seperti membuat rumah-rumahan boneka ya?, pikirku saat itu. Jadi cita-citaku yang sudah lempeng jadi insinyur sejak kecil, mulai terarah. Ya, aku ingin jadi arsitek. Aku akan suka bidang pekerjaan ini.
Memiliki cita-cita yang terarah membuat pilihan isian di Bimbingan Karir sewaktu SMP dan SMA menjadi mudah. Selalu aku tulis Arsitektur sebagai pilihan pertama, dengan Desain Grafis sebagai pilihan kedua. Mempertajam ilmu di matematika, fisika, dan kimia, gambar dan menganaktirikan pelajaran ekonomi dan IPS sejenisnya. Ditambah lagi aku sangat lemah dalam hafalan, sehingga rata-pelajaran noneksak selalu jomplang dibandingkan pelajaran eksak. Dapat 7 saja sudah syukur. Tapi anehnya, dengan cita-cita sebagai arsitek ini, aku tidak mencari info lebih jauh tentang profesi ini. Yang aku tahu arsitek itu menggambar, mendesain secara teknis, dengan meja gambar, bukan melukis, jadi tidak perlu bakat gambar. Aku sendiri sama sekali tidak bisa melukis.
Karena itu ketika tes di Universitas Parahyangan, aku terkejut karena tesnya adalah gambar sketsa!! Aku yang lemah dalam menggambar ini pun gagal total karena sketsaku sangat jauh dari yang diharapkan dari seorang calon arsitek. Namun alhamdulillah, lewat jalur UMPTN, aku diterima di jurusan arsitektur UI (tanpa tes gambar tentunya)..
Tahun-tahun awal dilewatkan dengan sketsa, sketsa, dan sketsa… Dan apa yang terjadi di tahun berikutnya? Sketsa selalu menjadi satu proses penting dalam berkarya. Dan menggambar itu bisa dipelajari, selama menemukan guru yang tepat dan kemauan yang keras. Lama kelamaan sketsamu akan menjadi halus, walau tidak sehalus hasil teman-temanmu yang memang pandai dan berbakat menggambar.
Aku pernah patah semangat di tahun ke3-4 kuliah, karena tidak berhasil mendesain suatu karya. Aku gagal di beberapa mata kuliah perancangan. Sempat ingin kubuang jauh-jauh cita-citaku ini, karena toh aku lebih suka hitungan daripada menggambar. Aku lebih suka jalan-jalan daripada duduk di studio. Tapi ketika duduk di depan kertas putih, gairah itu kembali, mulai lagi mencoret-coret suatu ide. Dan karya tersebut pun kembali menemukan ruh-nya. Yang penting adalah konsentrasi dan niat.
Walaupun menjadi arsitek itu (ternyata) sangat melelahkan, karena berkonsentrasi pada gambar dan bangunan terus menerus, tapi aku pikir, kalau kita cinta dengan pekerjaan ini, maka kita akan terus berusaha untuk menjadi yang lebih baik. Bukan hanya sebagai arsitek yang dianggap tukang gambar oleh klien, tapi menjadi partner yang dibutuhkan.
Mungkin terkadang ada keinginan untuk berhenti, tapi selalu ada alasan untuk kembali. Ketika pensil di tangan lagi, ada ide yang harus digali.
(manggarai, 07 juni2010, 15.30)
Artikelnya menambah wawasan dunia Arsitektur. Memang Arsitek jangan sampai terjebak menjadi ‘Tukang gambar plus-plus’ ๐ http://arsdesain.com/architect-vs-vampire/
makasih udah mampir.. iya, arsitek seharusnya problem solving dong..
mbak, saya butuh penerangan utk fakultas arsitektur. apa fisika sgt dibutuhkan?
pemahaman fisika mekanika dibutuhkan untuk membangun logis struktur bangunan. meskipun nanti yang menghitung anak sipil, tapi arsitek mesti tahu juga untuk tahu proporsinya. pemahaman fisika panas dibutuhkan untuk pemilihan material nantinya yang punya nilai kalor sendiri-sendiri.
I do not even know how I ended up here, but I thought this post was great.
I don’t know who you are but definitely you
are going to a famous blogger if you aren’t already ๐ Cheers!
magnificent points altogether, you just gained a new reader.
What may you recommend in regards to your submit that you just made a few days ago?
Any positive?
pagi.. saya ingin nanya, bagaimana supaya saya bisa mewujudkan cita-cita saya sebagai arsitek yang baik? saya suka menggambar, lemah dalam melukis. saya kuat dalam hitungan, namun saat saya belajar tentang orthogonal dan perspektif saya belum mengerti… terimakasih
halo hersa, kamu masih kuliah ya?
yang dibutuhkan pertama memang pemahaman ruang, makanya perspektif dan orthogonal dibutuhkan untuk sequence yang diinginkan seperti apa.
untuk menggambar dan menghitung itu untuk logika sambil gambar kerja, di mana menggambar itu membangun dalam pikiran. jadi desain juga tidak asal, ada logis bisa dibangunnya, makanya ada pengetahuan material, struktur, teknologi bahan, dll.
semangat ya, hersa! ๐
Kak. SAya ingin sekali menjadi seorang arsitek. Tapi saya lemah dalam melukis. dan Untuk pwmbekalan apa yang harus di lakukan dari sekarang agar sesuai dengan cita cita sebagai arsitek?
Kalau di arsitektur tidak banyak melukis. Yang banyak adalah menggambar. Bisa dengan latihan membuat sketsa-sketsa sederhana bangunan.
Halo kak, saya siswa kelas 3 SMA, saya juga bercita” jadi arsitek. Saya bisa menggambar, tetapi matematika dan fisika saya kurang. Saya pengen masuk PTN dan saya harus belajar buat SBMPTN, saya ingin bertanya bagaimana cara kakak belajar mat, fisika, dan kimia yg super susah itu ? Terima kasih ๐
Banyak-banyak baca bank soal dan latihan ya. Nanti soalnya juga mirip-mirip.. ๐
saya juga pengen jadi arsitek,saya masih kelas 3 SMA saya ingin banget mba
yang rajin yaa, semoga berhasil masuk jurusan arsitektur..
ceritanya menginspirasi yang lain untuk cari cita-cita sejak kecil