transportasi minim informasi

Hampir setiap hari ketika saya berangkat ke kantor naik kereta, selalu harus bertanya pada petugas porter karcis, “Keretanya sampai di mana, Pak?” atau “Kereta ke Tanah Abang sudah jalan belum?”
Ini kalau kadang-kadang saya terlambat atau keretanya yang terlambat datang. Dan tiap hari juga saya berpikir, ini bapak petugas portir apa tidak bosan menerima pertanyaan seperti itu, karena bukan saya saja yang bertanya, tapi mungkin hampir separuh dari pengguna jasa angkutan kereta juga bertanya demikian.

Informasi mengenai posisi kereta hanya diketahui oleh petugas yang berhubungan dengan petugas-petugas di stasiun lain, yang akan mengumumkannya ke khalayak penumpang di stasiun, kurang lebih 10 menit sekali. Nah, sementara menunggu diumumkan, penumpang sering tidak sabar dan bertanya pada petugas karcis. Petugas yang sudah lelah menjawab kadang menjawab dengan nada kesal karena menerima pertanyaan berulang. Karena apabila mengandalkan bertanya pada petugas, sering juga tidak tepat.
Petugas bilang, “Sebentar lagi, mbak..”
“Berapa menit lagi?”
“Tunggu aja, mbak, sudah di Citayam..”

Berarti 6-8 menit lagi kira- kira. Ternyata kereta baru muncul 15 menit kemudian. Padahal sudah bela-belain menunggu dan tidak sarapan, supaya bisa masuk dengan tenang. Eh, gara-gara informasi yang kurang benar, terpaksa berangkat dengan perut lapar.

Saya pikir, kenapa tidak dibuat sistem informasi sederhana saja. Daripada papan besar di pintu stasiun itu dijual untuk iklan tak laku-laku, lebih baik untuk papan informasi digital yang menginfokan posisi kereta akan tiba berapa menit lagi. Sehingga orang selalu terbaharui dengan informasi itu dan dapat mengatur waktu sempitnya itu dengan baik. Misalnya saja dengan sempat sarapan, beli kue, atau ke kamar kecil. Atau sederhana saja seperti titik-titik berlampu yang akan dipindahkan nyala lampunya kalau berpindah stasiun.


Yang kedua, adalah informasi di dalam kereta itu sendiri. Kalau saya dan orang-orang yang setiap hari naik kereta masih bisa hafal berapa stasiun yang akan dilalui dari Depok – Depok Baru – Pondok Cina – UI – Pancasila – Lenteng Agung – Tanjung Barat – Pasar Minggu – Pasar Minggu Baru – Duren Kalibata – Cawang – Tebet – Manggarai – Dukuh Atas / Sudirman – Karet – Tanah Abang . Kalau orang-orang yang tak biasa naik kereta ini akan mengalami kesulitan ketika naik, karena tidak bisa memperkirakan mereka ada di mana, dan berapa stasiun lagi mereka akan turun. Sebenarnya ada petugas pemeriksa karcis di dalam, tapi dalam kondisi padat, susah sekali menjangkau si petugas untuk ditanyai. Ujung-ujungnya harus bertanya pada sekitarnya supaya tidak salah turun. Ada stiker bergambar jalur di tiap pintu kereta, dan hanya di kereta Commuter Line alias AC saja yang bisa dijadikan patokan. Tapi, kan tidak semua bergerombol di pintu.

Cara yang efektif sebenarnya lewat pengeras suara, di mana si masinis mengumumkan posisi kereta dan stasiun sesudahnya. Ada beberapa masinis yang rajin mengumumkan pada penumpang, namun lebih banyak lagi yang tidak mengumumkan apa-apa. Dengan mendapat informasi ini penumpang bisa bersiap-siap turun di stasiun yang dituju. Karena resiko kelewatan kalau terlambat turun. Kereta itu cuma berhenti 1-2 menit di tiap stasiun, lho.

Memang bangsa kita bangsa yang ramah, sehingga mudah mendapat informasi verbal kalau memang mau bertanya pada sebelah. Tapi hendaknya itu tidak dijadikan alasan untuk membuat suatu sistem informasi yang lebih baik dan lebih tepat lagi. Informasi yang benar itu penting untuk tidak menyesatkan penggunanya. Transportasi seharusnya untuk membantu, bukan membuat jadi rumit.

Tomang, 23.12.2011

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.