Books loved anyone who opened them, they gave you security and friendship and didn’t ask for anything in return; they never went away, never, not even when you treated them badly.
― Cornelia Funke, Inkheart
Aku tercenung mendengar penjelasan mas Adit di Restoran Penang Bistro Central Park siang itu di acara peluncuran Gramedia Konsep Baru, Inspirasi yang Menghidupkan Ide Kamu. Gramedia Central Park tak lagi menjadi Toko Buku Gramedia, melainkan berubah konsep menjadi Toko Gramedia. Zaman yang telah berubah membuat gaya hidup masyarakat pun berubah. Gramedia kini tak lagi sekadar toko buku, namun juga mengembangkan suasana yang mendukung untuk menarik pengunjung lebih banyak lagi. Isi Gramedia pun dibuat selain menarik pembeli buku, juga produk-produk lain yang berkaitan dengan buku.
Dulu aku pernah membaca satu cerita di majalah Bobo, tentang seseorang yang membuka usahanya dengan menjual buku. Lama-lama ia juga menjual alat-alat tulis, keperluan lain-lain, hingga tokonya penuh dan jarang menjual buku. Pada suatu hari datanglah seseorang ke toko buku itu dan menanyakan satu buku tertentu. Penjualnya mengatakan ia tidak menjual buku itu, sehingga pengunjung tadi mempertanyakan, kenapa ia masih menamakan tokonya toko buku?
Cerita ini begitu kuat ada di benakku sampai-sampai langsung terlintas di pikiranku ketika Toko Buku Gramedia akan berubah konsep menjadi Toko Gramedia. Akankah nasibnya menjadi seperti ini? Pikiranku menjadi semacam tidak rela mendengar toko ini menjual panci di samping buku memasak, atau sepeda di samping buku-buku olahraga.

Sebagai seseorang yang menghabiskan masa kecil, masa remaja, hingga masa dewasa di Gramedia, mulai dari Gramedia Pandanaran Semarang, Gramedia Merdeka Bandung, Gramedia Alun-alun Malang, sampai Gramedia Basuki Rahmat Surabaya, hingga membuahkan mata yang sekarang minus tujuh ini, Gramedia adalah taman bermain yang paling kuidam-idamkan. Ketika memasuki toko buku dengan hati berdegup sambil memilih buku-buku yang boleh dibawa pulang. Mungkin sebagian besar dari ratusan koleksi bukuku berasal dari Toko Buku Gramedia, saking seringnya tempat ini kukunjungi.
Tapi, mendengarkan penjelasan mas Adit tadi tak ayal menimbulkan rasa ingin tahuku yang berlebihan seperti apa Toko Gramedia Central Park yang akan diperkenalkan kepada kami ini. Menurutnya, ada berbagai Chamber dengan berbagai kekhususan di sini. Pertama Art & Design Chamber, lalu Woman Chamber, Fiction Chamber, Kids Chamber, IT Chamber, Sport & Music Chamber, Fancy & Stationary Chamber, Writing Boutique Chamber, Best Seller Chamber, dan tentu saja, General Book Chamber! Huf, kalau aku mau request, bisa dong ada Chamber of Secret ala Harry Potter?
Seluruh peserta akan diajak tur keliling Gramedia Central Park ini untuk diperlihatkan Chamber-chamber yang sudah dijelaskan. Senang sekali, karena aku bertemu banyak teman-teman Travel Blogger Indonesia yang juga pencinta buku akut, dua orang teman Blogger Buku Indonesia, dan berbagai teman-teman yang kenal via media sosial, termasuk si imut Sefin, anak sastra UI yang hobi traveling dan membaca juga.



Kami memasuki toko buku dengan luas 3000m2 yang memiliki konsep baru lebih nyaman, playful adventurous dan memorable beramai-ramai. Ah, ternyata area pertama yang kami masuki adalah Fancy & Stationary Chamber yang berisi pernak pernik cantik yang unyu dan menggoda setiap perempuan yang mendekat. Di sini banyak notes-notes dan pigura cantik yang bisa dibeli untuk dipakai sendiri atau sebagai hadiah. Permainan langit-langit dan lampunya membuat cantik suasana. Di sana sini terdengar suara, iihh lucuuu.. Okay, kalau aku sih mengharapkan kado saja dari sini.

Masuk Chamber kedua adalah Art & Design Chamber dengan nuansa warna gelap dan lantai motif kayu. Aneka bahan peralatan melukis berjejer seperti pelangi di sini. Ah, tempat ini pasti menjadi surga bagi orang-orang yang bergelut dengan warna-warni. Langit-langitnya unik dengan kawat dan membran yang dipasang terbalik dengan lampu di dalamnya menghasilkan pencahayaan interior yang dramatis. Di ruang yang cukup luas ini bisa juga digunakan sebagai ruang pertemuan atau workshop kecil.

Dan bersama-sama kami masuk ke Woman Chamber yang mengejutkanku karena selain ada panci yang sudah diceritakan mas Adit tadi, ternyata ada kompor beneran! Mbak Gramedia-nya menjelaskan bahwa pakar kue tersohor Ibu Sisca Soewitomo baru saja melakukan demo masak di sini sekaligus mempromosikan buku barunya. Hm, seru juga ternyata. Jadi kepengin ada yang memasakkan di sini.


Kami tak perlu khawatir tersesat di dalam Gramedia ini karena di kolom-kolom selalu ada peta untuk menunjukkan posisi dan di chamber mana kami berada. Jadi bisa janjian di satu titik tertentu. Tapi karena Gramedia ini cukup besar, maka baiklah siap-siap saja bila tersangkut di salah satu Chamber menarik. Aku rela kok tersesat dan terkunci di toko ini!

Dan akhirnya, kami memasuki Fiction Books Chamber. Mataku dipuaskan dengan judul-judul baru dari karya penulis Indonesia maupun internasional yang bertengger di rak-rak buku. Tak pelak diriku tersangkut di sini sementara rombongan berjalan ke chamber lain. Menyenangkan sekali berada di tengah-tengah buku-buku ini sambil menguruti judul-judul yang berjajar rapi, mencari karya penulis kesayangan. Sebenarnya aku tak tahu pola penataan bukunya bagaimana, sepertinya didasarkan pada genre bukunya. Ah, beberapa karya teman-teman juga ada di sini.

Berada lama-lama di tengah buku-buku ini memang menyenangkan, tapi tak pelak aku tergoda untuk mengintip chamber sebelah, yaitu Kids Chamber. Waow, kalau aku masih kecil pasti rela-rela saja ditinggal bermain di sini sembari yang lain mencari buku. Aneka buku anak, mainan anak, sampai permainan engklek pun ada di sini. Ada satu stage rendah untuk tempat diskusi-diskusi ringan mungkin seputar parenting. Yang jelas, anak-anak memang sepertinya betah di sini.




Dua Chamber lagi yang aku lewati sekadarnya adalah Writing Boutique Chamber dan Sport Chamber dan IT Chamber, karena merasa tidak butuh barang-barang itu dalam waktu dekat. Aku kembali ke General Book Chamber sambil mengira-ngira buku mana yang akan kubeli nanti jika mendapatkan voucher. Dengan kategorisasi berupa genre buku, semestinya menemukan judul-judul buku menjadi lebih mudah. Tapi aku tidak tahu hirarki apa yang digunakan untuk menyusun buku dalam rak, apakan sesuai abjad pengarangnya atau hanya sekadar mengepaskan ukuran buku saja.



kapan bukuku bertengger di sini, ya?

Yes, kami semua mendapatkan voucher senilai 300 ribu yang akan digunakan dalam book race selama 20 menit. Begitu kami semua kembali ke Woman Chamber dan dibagikan voucher, kami langsung melesat ke area buku-buku untuk mendapatkan buku sesuai permintaan, yaitu termasuk dalam grup penerbit Gramedia. Untunglah voucher hanya bisa dipergunakan untuk membeli buku, jika tidak niscaya ada yang membeli panci atau bola basket dari chamber sebelah.
Segera aku menuju rak-rak buku yang berjajar dan mencari buku-buku yang termasuk dalam daftar wishlist (saking banyaknya daftar wishlist, aku jadi bingung sebenarnya). Sigap kuambil The Silkworm-nya Robert Galbraith, Simple Miracle dari Ayu Utami, buku puisi Saiban dari Oka Rusmini, dan satu wishlist : 100 years old man who climbed up the window and disappeared karya Jonas Jonasson. Bayangkan, dalam 20 menit mengambil buku? Rasanya sih semua rak itu ingin kubawa pulang saja.
Aku sempat melangkah ke bagian-bagian lain untuk mengambil buku-buku hingga setumpuk yang ada di tanganku, tapi ketika akhirnya kuhitung ulang vouchernya tidak mencukupi, jadi kukembalikan. Kulihat ke kasir, wah ternyata teman-teman yang berkompetisi di lomba ini sudah mengantri cukup panjang juga. Dan tralala, mesin kasirnya sempat ‘hang’ karena terus-terusan memindai voucher. Ah sudahlah, kurelakan saja lombanya karena waktu 20 menit termasuk transaksi di kasir pasti tidak cukup. Aku membayangkan seandainya antrian seperti ini seperti ketika Gramedia diskon 30% dan membuat orang yang hendak membayar mengular. Hei, PASAR PEMBELI BUKU MASIH BESAR, DONG! Aku yakin tanpa antrian lomba seperti ini, masih banyak orang yang senantiasa mengunjungi toko buku untuk menambah pengetahuannya atau pun menimbun koleksinya. Tak sedikit orang-orang masih sering memilih Gramedia sebagai tempat meet-up, menunggu sambil memilih buku, dan membuat suasana di sini menjadi ramai. Walaupun penetrasi toko buku online sangat tinggi, masih ada alasan untuk ke toko buku.



Aku sendiri lebih suka toko buku yang tenang, sehingga aktivitas memilih buku menjadi lebih fokus dan nyaman. Aktivitas yang biasa kulakukan di toko buku jika tidak ikut book race seperti ini mulai dari meraba buku-buku di rak, memperhatikan judulnya satu per satu, menemukan judul yang dicari, mencari buku contoh, membuka-buka isinya, memasukkan yang masih bersampul plastik ke tas belanja, kembali lagi meraba-raba buku, melihat-lihat sinopsis, membandingkan cover, mengecek nama pengarang, memasukkan yang bersampul plastik ke tas belanja, berkeliling-keliling lagi, tertarik dengan judul buku, mengecek bintangnya di goodreads, menimang-nimang buku, memasukkan lagi ke tas belanja. Oke, stop. Melihat isi kantong belanjaan yang menjadi berat, mulai melangkah ke kasir. Pandangan tersangkut lagi dengan buku-buku di tulisan best seller di dekat kasir. Buka aplikasi goodreads di ponsel, pindai barcodenya, masukkan shelf wishlist. Siapa tahu ada yang berniat membelikan sebagai kado.
Kembali ke Women Chamber lagi, wajah-wajah peserta Book Race sangat sumringah karena sudah berbelanja bahan bacaan di minggu-minggu ke depannya. Walaupun tidak memenangkan lomba sebagai pembelanja tercepat, tapi aku senang karena kecerewetanku di twitter membuahkan hasil voucher belanja lagi sebesar Rp 250.000,- Duh, senangnya, sesudah belanja masih dapat voucher lagi (langsung impulsif kepengin belanja lagi)


Dan yang membuat aku lebih gembira juga, karena dugaanku salah. Gramedia Central Park masih menjual banyak buku-buku yang bagus. Dengan tata interior yang keren seperti ini, pasti lebih banyak lagi yang mau meluangkan waktu ke sini, mengeksplorasi sudut demi sudut, menemukan ide-ide imajinatif dan inspiratif. Buku bukan hanya untuk kutu buku saja, tapi juga menularkan kepada banyak orang untuk menyukai buku. Dan masihkah kamu membuat janji dengan seseorang,
“Kita ketemuannya di Gramedia saja!”
[visit Gramedia Central Park at 9 Mei 2015]
jangan salah, Central Park ini di Jakarta saja, bukan di New York.
Masih ingat film You’ve Got Mail? It’s about bookstore too.





Huwaaa asik banget belanja buku2 gratisss. Koleksi buku mba Indri pasti banyak banget nihh 🙂
Aku sering pamer2 koleksi buku di instagram kok, huhihiii..
Wuuuiiiihhh, gramedianya jadi berubah total dari aku terakhir main kesana, keren.
Bagi pocernya ica keles 😛
baca dulu buku2 yang numpuk sana, baru minta voucher. 🚣🏻
Bah tau ajah -___-
Semoga maintenance nya bagus juga ya, jadi pas waktuku ke Jakarta lagi, tempatnya ga berkurang tingkat kerennya 😉
Aih, ditunggu lho di Jakarta!
gramedia merdeka bandung tempatku menepi semasa kuliah
kita janjian di gramed penvil aja kk 😉
Janjian di gramed, melipir ke eat&eat juga. Kapaaan?? Yuk!
huwaa keren abis toko bukunya… kak indri belinya Miiko 😀 … suka komik itu, karna adik ku juga sering beli dan aku ikutan baca… unyuuk ceritanya…
Ini miiko malah belum kubaca..
kak kmn2 pake baju TBI y a:D
kebetulan ajaa…
Gila! Gramed macam apa itu?! Gramedia yang di Amaris Semarang aja udah bikin betah, apalagi kalau ada Gramedia macam begituan di Semarang. Racun nih racun hehehe
Gramedia Amaris kalau capek bisa tinggal bobok kan, ya? 😉
Iyaaa bener. Nggak ada yang omelin. Beda sama yang di Pandanaran, glesotan dikit aja langsung disamperin satpam disuruh berdiri hahaha
Huahuahua… seru mbak, mupeng kalo lihat jejeran buku itu -D
Pastinya! guilty pleasure banget!
Issh… keren aja konsep Gramedia yang baru inih. Liputannya bikin mupeng. Langsung schedulling ke sana. Btw… jadi kapan kita ketemuan? Di Gramedia mana? Hehehe
Aku dong, seminggu dua kali ke Central Park, tapi bukan di sisi Gramedia ini. Jadi pengen ke sini juga lagi…
Dulu tiap ketemu temen SMP aku janjiannya ketemu di Gramedia, atau setidaknya begitu sampai di tempat ketemuan, akhirnya ke Gramedia juga ujungnya. Tapi kemaren ke CP lagi belum sempet mampir >,<
asyik ya janjian di gramedia. gak bosen aja gitu.. 🐙
Lucukkk tokonya. Mbak mbak rak buku resep masakan olahan babi dimana yak? 🙂
Iya lucuk, yuk ke siniii, di tengah2 nih.
Ih, nyari buku resepnya di antara sop ikan y… #eh
Woman chamber isinya kompor? errrrrr… asosiasinya kurang tepat dan ini memperkuat label bahwa perempuan tukang masak. Padahal pria pun juga bisa jago memasak.
Maaf ya, komentarnya gak fokus tentang Gramedia, keburu meradang lihat kompornya.
sebenarnya agak aneh juga bahwa ada kompor di dalam gramedia. agak bahaya terhadap buku-bukunya.
mbak Indri,
kenyataannya memang kontribusi omzet dari buku semakin mengecil di Gramedia.
sudah lebih kecil dari 50%.
duh, sedih sekali ya. apa memang karena harga buku nggak bisa turun lagi? aku sih memang selalu mencari diskon. padahal, gramedia adalah taman bermainku sejak dulu.
Gramedia banyak fungsinya ya selain tempat jualan, tempat nunggu janjian, tempat baca gratis, tempat hiburan 😀
Nah, sekarang kamu bisa masak atau milih2 skateboard di situ, kaan??? 🙈
Bisa tidur gak goler goleran ? Serba bisa ya nih gramed
[…] Bertemu dengan teman-teman travel blogger kesayangan: Kak Indri dan Titi! – Kredit foto: Indri Juwono @miss_almayra https://tindaktandukarsitek.com/2015/05/24/gramedia-central-park-guilty-pleasure/ […]
Hi Mbak Indri, bagus artiketlnya detil banget tapi ga ngebosenin bacanya karena didukung sm foto2. anyway aku Ibeth mahasiswa salah satu univ swasta di jakarta. Boleh minta CP nya gak? thank you mba Indri 🙂
sudah diemail, ya. 🙂
Palembang punya Gramedia World, yang katanya Gramedia terbesar di Indonesia. Lihat postingan ini jadi pingin ke Gramedia World hehe gak sempet-sempet >.<
Amacaciihhhh? (gak mau kalah). Bagus dong, kalau isonya lebih banyak buku2 lokal, pasti toko buku gak bakal mati karena selalu ada pembacanya cerita lokal.