Lelaki (30), bujangan, yang minum kopi sambil tersenyum simpul–bujang lapuk karena sengaja. Lelaki (30), yang minum kopi dengan waswas–bujang lapuk karena tak laku-laku. Mereka yang minum dan uangnya bisa berubah menjadi daun–hantu. Mereka yang minum kopi sambil marah-marah–rokoknya terbalik. Mereka yang minum kopi sambil menyingsingkan lengan baju–baru membeli arloji.
~Andrea Hirata : Cinta di Dalam Gelas
sebelumnya : belitong : cerita pantai di antara hujan
Sebenarnya tak terbayang akan bisa ketemu Andrea Hirata di tanah kelahirannya, Belitong, yang sekarang masuk provinsi Bangka Belitung di Indonesia. Awal tahun 2013 sengaja aku mengikuti satu trip hanya karena ingin menjelajah pulau mungil yang terkenal karena Andrea merangkai cerita dalam buku berjudul Laskar Pelangi yang akan mendunia karena diterjemahkan dalam 18 bahasa.
Lokasi tujuan pertama adalah replika SD Muhammadiyah Gantong, yang berjarak sekitar 2 jam dari Tanjung Pandan, tempat pesawat kami mendarat. Tak seperti di set aslinya di tepi jalan, replika ini terletak di atas tanah perbukitan yang berwarna putih. Belitong memang banyak mengandung kapur pada tanahnya. Bangunan ini mirip sekali dengan set lokasi sekolah tempat Ikal, Lintang dan teman-temannya menuntut ilmu sekolah dasar. Dinding-dinding lapuk, kursi-kursi yang rusak, ruangan kelas yang hanya dua, bahkan balok kayu penahan dinding masih terpasang di sini. Memang, buku dan film ini berhasil menjadi ikon untuk pulau kecil ini sehingga apa pun yang berbau Laskar Pelangi bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan yang datang.



Berkeliling set film ini seperti dibawa lagi ke saat menonton filmnya. Terbayang di ruangan ini ibu guru yang baik hati itu mengajar, kemudian kepala sekolah yang baik hati itu di kursi yang ditinggalkan. Sambil berkeliling bangunan ini beberapa adegan terlintas di kepala.


Sesudah siang berjalan-jalan ke bendungan, kami menuju desa tempat tinggal Andrea Hirata. Di sana, ia mendirikan Museum Kata Andrea Hirata, yang berisi koleksi poster-poster, kutipan-kutipan menggugah, juga contoh sampul dari berbagai edisi buku karyanya. Museum ini berada dekat dengan rumah orang tua Andrea Hirata. Bentuknya mengikuti bebanyakan rumah asli di sana, dengan kayu-kayu, atap seng. Lantainya masih dari kayu beralaskan tikar. Ada beberapa ruangan di dalamnya seperti rumah tinggal biasa, namun dialihfungsikan sebagai museum.



Ruangan depan terdapat berbagai poster, kemudian masuk ke ruangan dalam yang luas seperti ruang keluarga. Di tengahnya terdapat meja besar dengan dua bangku panjang di sampingnya. Dindingnya dihiasi poster gambar sampul Laskar Pelangi dalam berbagai bahasa. Ada dua kamar di samping kiri. Di ruangan-ruangan kamar yang belum jelas fungsinya itu juga tertempel poster-poster dari film Laskar Pelangi.


Aku pernah beberapa kali bertemu dengan Andrea di Jakarta, dalam beberapa acara perbukuan, namun tidak bisa disebut kenal. Tidak bisa dibilang ngefans sekali dengan bukunya, namun secara umum aku suka dengan ceritanya. Aku bahkan punya hampir seluruh buku karya Andrea Hirata. Menurutku, cerita-cerita Andrea sangat Melayu sekali, seperti sastra-sastra lama Indonesia. Ceritanya santai ringan mudah dibaca, kenes dan bisa diterima siapa saja, mengandung unsur petualangan dan imajinasi yang pasti disukai anak-anak sampai dewasa. Tokoh-tokohnya hidup dan lucu. Cerita terakhir yang kubaca, Cinta di dalam Gelas adalah karya Andrea favoritku. Cerita tentang seorang yang belajar catur sampai lewat internet, juga belajar bahasa Inggris dengan tekun, dengan latar kebiasaan-kebiasaan orang Belitong sehari-hari. Warung Kopi yang menjadi lokasi pertandingan benar tersebar di sekeliling Belitong. Salah satu sub babnya berjudul Buku Besar Peminum Kopi tentang berbagai kebiasaan di Belitong, entah benar atau tidak, tapi bisa membangkitkan tawa.

Di bagian belakang rumah, sesudah melewati satu ruangan yang di ujungnya terdapat satu edisi buku In the Name of The Rose-nya Umberto Eco, aku melewati dua step tangga turun. Ternyata aku masuk area dapur dan melihat Andrea Hirata yang sedang mengobrol dengan tamu-tamunya. Dengan ramah ia meladeni yang ingin berfoto bareng dengannya di depan meja tamunya. Agak sayang sih, karena sebagian besar peserta trip bukan pembaca buku sepertiku, sehingga mereka cuma heboh berfoto-foto saja. Maka ketika aku mendapatkan kesempatan untuk ngobrol dengannya, aku utarakan saja bahwa aku sangat suka membaca dan tergabung baik dalam Goodreads Indonesia dan Blogger Buku Indonesia.

Di ruangan belakang ini rupanya banyak terjadi interaksi. Sebuah tungku batu di sudut ruangan terus mengepul untuk memanaskan kopi khas Belitong yang bisa dipesan sambil mengobrol. Asap tungku tersebut agak memenuhi udara, namun harum kopinya tercium begitu sedap. Tiang-tiang kayu di belakang museum yang menghitam menambah suasana akrab pada acara minum kopi itu. Ada satu tirai menuju satu ruangan yang rupanya adalah ruang kerja Andrea. Hampir semua ruangan-ruangan di Museum ini memang tak memakai pintu, hanya tirai saja.

Beberapa lama mengobrol seru tentang dunia perbukuan, ia bercerita tentang rencananya untuk berdiam di Perancis sambil promo buku-bukunya yang diterjemahkan. Beruntung juga sebenarnya aku sempat menjumpainya lagi sebelum ia meninggalkan Indonesia. Sebenarnya aku agak menyesal karena aku berencana membawa buku Laskar Pelangi-ku untuk berfoto di depan SD Muhammadiyah Gantong, namun ketinggalan di Depok. Seandainya buku itu terbawa, pasti aku bisa mendapatkan tanda tangan Andrea di bukuku itu. Di Museum ini yang dijual hanya kaus Andrea Hirata, yang bisa dibeli dan ditantatangani olehnya. Seandainya buku-bukunya juga dijual di sini, pasti asyik bisa langsung mendapatkan tanda tangannya.

Usai bertemu Andrea, di sebuah rumah di samping museum siang itu juga kami dijamu dengan makan siang bersama ala Belitong. Setiap set untuk 4 orang, dengan urutan makan harus yang lebih tua dulu yang mengambil makanannya. Ada semacam gulai ikan yang lezat, juga penganan kecil dari kelapa yang enak disantap. Makanan khas Belitong ini bercitarasa gurih, dan kami yang memang sedang lapar-laparnya, ditambah gerimis, membuat tak lama dimakan langsung habis.


Cerita tentang Belitong tak pernah lepas dari warung kopi. Di banyak sudut-sudut kota terdapat warung-warung kopi yang ramai didatangi pelanggannya, seperti yang pernah diceritakan Andrea di novel Cinta dalam Gelas itu, yang berlatar di sekitar kampung si Ikal ini.
Di Tanjung Pandan pun bertebaran warung kopi. Malam sesudah membeli oleh-oleh, kami berniat untuk menyeruput kopi khas Belitong dengan gaya warung tradisional. Sayang, ketika sampai salah satu warung kopi, seluruh pengunjungnya adalah lelaki. Kami berlima yang semuanya perempuan ciut nyali dan memilih untuk pulang ke penginapan.
Pukul tujuh pagi di hari terakhir kami di Belitong, usai berdandan cantik dan packing untuk pulang pun sudah rapi, aku, Steffy dan Devi ‘menculik’ Pak Buyung, guide tur, saking penasarannya dengan kehidupan minum kopi yang terus digadang-gadang Andrea dalam cerita-ceritanya, untuk mengantarkan ke warung kopi khas Belitong. Dengan mobil, diajaknya kami ke sebuah warung kopi di sudut jalan depan gereja di Tanjungpandan.


Warung kopi itu kecil hanya berisi beberapa meja saja. Namun uniknya, di meja-meja tersebut disediakan papan catur! Langsung terbayang di pikiranku bagaimana Encik Maryamah menghabiskan harinya bermain catur di warung kopi. Karena kopi yang dihidangkan kopi hitam, di meja disediakan beberapa kaleng susu kental manis untuk pelanggan yang ingin menambahkan susu sesuai takarannya sendiri. Rasa kopinya lezat! Aku sendiri bukanlah penikmat kopi apalagi perutku biasanya berontak dengan kopi-kopi instan pabrikan. Namun beberapa jam sesudah minum kopi Belitong ini, tidak ada masalah dengan perutku.

Kopinya sendiri dijerang dalam tungku batu di ceret-ceret stainless steel di samping warung, yang menghadap ke jalan raya. Kemudahan posisi dapur ini membuat si engkoh penjual mudah untuk melayani apabila ada pelanggan yang ‘take-away’, langsung berteriak lewat jendela, kopi dibungkus dalam wadah plastik, lalu langsung dibawa. Segelas kopi harganya hanya Rp 5000,-. Tak lama kami datang, pelanggan-pelanggan pun mulai banyak berdatangan ke tempat ini. Ada yang sendiri lalu nongkrong saja, ada yang bersama temannya.

Nongkrong di warung kopi begini wajib dicoba apabila berkunjung ke Belitong. Di situ akan ditemui berbagai obrolan dan peristiwa, rentetan ide-ide, salah satu bagian kehidupan masyarakat Belitong. Dalam sebuah gelas bisa terjadi banyak peristiwa. Apalagi dalam sewarung kopi.

Sebagian cerita ini sudah pernah dimuat di blog buku mata buku indri : museum kata di negeri laskar pelangi
Resensi novel Cinta di Dalam Gelas
Perjalanan 4-6 Januari 2013
zodiak bandung : 15 Juni 2013 : 23:51
[…] belitong : cinta dalam gelas kopi andrea hirata […]
Your writings and story always inspire people to visit those places you wrote. I was so blessed to know you mbak although only for few days. Keep on writing and I look forward to having books written by you 🙂
one of my fans that insist me to write a book.. 😀
thanks for our ‘jalan-jalan’ days too. 😀
belitung… saya mau kesana lagi kaloada kesempatan 😛
Aish, Warkop Kong Djie itu favorit saya mbak, hampir tiap hari nongkrong disana hihihi. Om Joni orangnya ramah & enak diajak ngobrol.
Sayang pas terakhir ke Belitung kemarin saya nggak sempat ke Museum Kata 😦
wah, rajin ke belitong nih, sash? pengen ke sana lagi…
hi ba’ baru nemu nih posting ttg Bangka Belitung dari sekian traveling blog..mskpn cuma cerita dan pergi ke Belitung, kapan2 mampir lho ke Bangka hehe salam kenal ya..
oiya aq boleh ksh saran klo nanti bikin tulisan lg sebutin Provinsi Bangka belitung pake Kepulauan jadi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung biar lebih apik..
Thanks ya dah nulis ttg Pulau kami, Blognyah kecehh 🙂
makasih ya eka purwanita. pulaunya indah, pengen berkunjung lagi. ada dua teman blogger bermukim di bangka dan tulisannya juga bagus2 loh. coba cek hananan.com atau bangkanese.com 🙂
terima kasih juga saran penulisannya buat propinsi. ada tagline tertentu nggak untuk propinsinya? #wonderfulBabel gitu misalnya? 🙂
iya nih baru liat jg blog mrk..dikasih tau sm ba’ lagi hehe, aku lbh suka sudut pandang yg bukan org Bangka klo nulis ttg Pulau kami tp bangga jg ada Bangkanese.com yg lmyn aktif ngeblog..
soal tagline ga ada yg khusus cuma klo dr website resmi Disbudpar Provinsi biasanya Come & Explore Bangka Belitung, #WonderfulBabel jg bisa, #EnjoyBabelIslands jg bs, #WonderfulPangkalpinang jg ada yg buat Disbudparpora Kota nya..pokoke suka2..
hai mbak punqey, aslinya bangka apa belitung ya? hehe 😀
Hohoo, orang lokal kan lebih paham potensi daerah. aku sih memberikan kesan dan pesan saja 🙂 ayo, undang ke sana lagi doong…
nanti aku coba explore tentang belitung, april ini rencananya berkunjung ke belitung, makasih mbak ind udah share ceritanya, sebelumnya nggak tertarik pengen ke museum kata Andrea hirata, setelah baca ini jadi pengen juga ke museum kata Andrea Hirata 😀
berkunjung saja kalau kebetulan ke belitong timur. memang nggak pasti bung Andrea ada sih, tapi ya berkunjunglah…
Siap mbak ind.. 😀
xixixi jd dipertemukan di Blog mba’ Indri sm Arie Okta, slm kenal yes orang Bangka kok asli li li li..ngobrol2 di twitter bae ok..nih @punqey
Ayo Mba’ Indri mampir Bangka kapan2 klo sempat,,ditunggu..
haee, pupunk, boleh.. mention aja kamiii.. 😀
ada Festival Ceng Beng nih long weekend kebetulan, yuk? 😀