antara sumber daya alam dan lingkungan binaannya

tambang kaolin, belitong
tambang kaolin, belitong

Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya. Kan begitu Tuan Jenderal?

[Bumi Manusia ~ Pramoedya Ananta Toer]

Aku pernah satu kali berkunjung ke tambang di Belitong, yaitu tambang kaolin yang berada tak jauh dari bandar udara Tanjung Pandan. Tambangnya terdiri dari gunung serpihan kaolin putih yang kelak digunakan sebagai bahan baku bahan pecah belah. Di tepi gunungan itu ada danau besar berwarna hijau toska. Menilik dari warnanya, sepertinya danau ini mengandung belerang yang berkonsentrasi cukup tinggi.

Sebenarnya kunjunganku ke Belitong juga ingin melihat lubang-lubang bekas galian timah yang banyak bertebaran tampak dari udara. Aku sering berpikir, kalau sudah digali, lalu lubang itu dibuat apa? Bukankah seharusnya dikembalikan lagi pada kondisi aslinya? Aku tahu, bahwa hasil tambang logam bukanlah makhluk hidup yang bisa memperbarui dirinya sendiri apabila habis. Timah yang menjadi salah satu sumber daya alam utama di sini lama kelamaan akan habis untuk memenuhi kebutuhan industri.

Di museum yang aku lihat, di tambang yang amat luas terdapat ratusan pekerja yang melakukan proses penggalian. Sebagian pekerja dirumahkan di sekitar lokasi pertambangan, dan beberapa yang pejabat memiliki rumah dinas yang lumayan. Di film Laskar Pelangi ditunjukkan bahwa ada perbedaan sekolah antara anak-anak PN Timah dan yang bekerja biasa. Melihat ini aku menjadi miris. Kenapa harus dibedakan sekolahnya? Bukankah penduduk asli adalah mereka yang seharusnya bisa menikmati sumber daya alam di pulau mereka sendiri? Karena kerakusan teknologilah maka industri menjadi banyak meraup kandungan logam di daerah ini.

Dari sisi permukiman, pembukaan tambang mengakibatkan adanya kesenjangan antara orang-orang baru sebagai penambang dan penduduk asli yang sama sekali tidak ikut serta dalam proses. Banyak diceritakan bahwa penduduk asli hanya bisa menjadi penonton atas kegiatan penambangan dan menjadi tamu di tanah mereka sendiri. Padahal lingkungan penduduk aslilah yang mula-mula mendukung kegiatan-kegiatan awal penambang. Semestinya dari perusahaan penambang juga membuat sarana tidak hanya untuk pekerjanya sendiri, namun juga untuk sekitarnya, sehingga mereka bisa belajar bagaimana menghadapi perubahan pada alamnya yang berlangsung sedikit demi sedikit.

Banyak diceritakan juga kegiatan penambangan emas di Papua yang mengubah pola hidup penduduk asli di sekitarnya. Mereka yang tadinya penonton, kemudian ikut melakukan kegiatan penambangan, tetapi tanpa adanya pendampingan dan edukasi yang baik, malah menjadi orang-orang yang hanya mendapat keuntungan semu dari penambangan ini. Tidak sadar bahwa penambang itu sebenarnya hanya datang dan meminjam tanah mereka, merasa keenakan karena disuapi uang oleh pihak penambang yang sebenarnya bernilai kecil daripada apa yang dihasilkan di sana. Padahal semakin lama penambang semakin rakus merambah ke tanah hutan mereka untuk mengeruk kekayaan lebih banyak lagi.

Baru-baru ini juga ditengarai bahwa ada blok minyak bumi yang berada tepat di atas tanah adat suku Baduy di Banten. Apabila rencana eksplorasi ini jadi, maka hilanglah kenangan kita atas pemukiman adat Baduy yang tenang dan tenteram berubah menjadi satu tempat eksplorasi besar yang menghilangkan lingkungan asli maupun binaan yang sudah tertata lama. Lalu hendak dipindah kemanakah mereka? Apakah bisa orang-orang yang sudah tinggal di sana sekarang direlokasi di tempat baru dan memulai lagi kehidupan baru mereka? Penduduk asli memiliki keterikatan batin yang luar biasa terhadap tanah ini. Jika benar terjadi, menangislah seharusnya Indonesia karena kerakusan menjual tanah sendiri mengakibatkan hilangnya warisan kekayaan budaya oleh sesuatu kegiatan tambang yang suatu saat akan habis juga.

Tidak hanya kandungan energi dan mineral di satu daerah, bagaimana lingkungan binaan yang sudah tertata akan berubah polanya atau rusak sama sekali, harus dipikirkan oleh pelaku tambang bukan hanya sebagai tanggung jawab dari pihak Corporate Social Responsibility perusahaan tambang saja, namun juga sebagai satu blok perencanaan yang matang dengan menyeimbangkan kegiatan tambang dengan lingkungan binaan kehidupan penduduk aslinya. Dan aku harus sadar, bahwa disiplin ilmu kami di engineering adalah potensi perusak alam paling besar yang sudah terlalu banyak menghamba pada industri dan kemajuan teknologi.

pink room last day 15.01.2013

8 thoughts on “antara sumber daya alam dan lingkungan binaannya

    1. iya itulah kak, makanya sedari kuliah emang harus ditanamkan juga bahwa engineerlah yang paling potensial merusak alam, dan kesadaran yang kuat akan lingkungan harusnya bisa menyelamatkan negeri.. T_T

  1. jadi inget novel andrea hirata sama filmnya negeri surga
    tambang meraup jutaan keuntungan, namun perut warga sekitar masih tetap keroncongan
    katanya indonesia kaya, tapi kok rakyatnya menderita
    😦

    1. anehnya itu, selalu begitu keadaannya di Indonesia. di kalimantan pun tambang dikeruk, rakyatnya menderita. pemerintah daerah harus setor 30% ke pusat. ada yang masuk pemda tapi tidak banyak dianggarkan untuk memperbaiki kondisi daerah. atau ada anggarannya tapi menguap entah ke mana?

  2. Aku suka bingung mau komentar apa kalau baca yang seperti ini. Sama halnya kalau mendengar berita mengenai korupsi. Bukan bingung aja sih, tapi sedih juga Mbak.. Sebaik-baiknya yang bisa (saya) di-lakukan adalah mulai dari diri sendiri dan mendorong/menganjurkan orang-orang terdekat untuk berlaku yang sama, mulai dari diri sendiri dan begitu seterusnya. Bisa kan ya?
    Ah sudahlah, semoga Indonesia bisa lebih baik dari sebelumnya.

    1. susahnya, kak. engineer itu banyak yang stubborn dan ngerasa bener sendiri. pendidikan lingkungan harusnya digalakkan sejak di bangku kuliah tempat mereka belajar merusak alam. sehingga bukan cuma jadi teknokrat yang menghamba teknologi, tapi juga sadar imbal baliknya pada alam. tapi makin sedih lagi melihat merekalah sekarang bagian dari perusahaan perusak itu…
      dulu waktu kuliah diskusi begini sama teman-teman agak susah, kecuali yang sama-sama pencinta alam dan memang tidak ingin apa yang selama ini dinikmatinya rusak.

Leave a reply to indrijuwono Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.