Suatu hari ketika aku rindu bangun di kota yang lain, menikmati jendela yang berbeda, menghirup udara pagi yang lebih sejuk, mengamati ruang kota yang dinamis, menghamparkan pegunungan dalam jarak, tanpa menjadi terlalu penat. Kesibukan sehari-hari ke arah utara, menelan derap langkah kaki di stasiun dan pergerakan cepat membuatku ingin melambat sejenak.
Slow down, you need a rest.
Seorang teman pernah bercerita bahwa ia jatuh cinta pada Bogor yang dijuluki kota hujan, menyukai pohon-pohon besarnya di sepanjang jalan, makanan-makanan pinggir jalan yang lezat, gadis-gadis cantik dan ramah, rusa-rusa di depan istana, embun pagi dan rerintik di sore hari. Dan begitulah, titik-titik air dari langit menyambutku yang turun di stasiun Bogor.
Dear rain, hide my tears.
Di tengah hujan yang membasahi trotoar, aku melangkah di bawah payung, mampir sejenak di satu gerai cepat saji, berjalan hingga depan kebun raya, mengambil sekadar uang saku dari atm, menghentikan angkot tujuan Sukasari, sambil tetap memandang hujan di jendela. Melewati pintu Kebun Raya Bogor, berbelok menuju jalan Suryakancana, kawasan niaga di masa lalu, dan hingga kini.
You don’t need to be too georgeous for holiday.
Berhenti di depan satu bangunan baru berlatar gunung Gede Pangrango di kejauhan, tempatku akan menghabiskan malam hingga esok melupakan penat sehari-hari. The 1O1 Suryakancana yang baru berdiri tiga bulan di tengah kawasan Pecinan. Petugas keamanan yang memberikan senyum ramah khas Indonesia walaupun aku turun dari angkutan umum, bukan mobil mewah seperti biasa ia sapa.
Smile is precious things and free.



Satu kolam teratai menyambut di depan bersama dengan kanopi lebar menaungi koridor masuk. Gemericik air menemani langkah di atas ubin-ubin tegel dengan mozaik antara kilap dan tidak kilap yang tak beraturan. Disambung dengan kanopi kaca dengan jeruji kotak diagonal yang membimbing hingga jalan masuk. Langkan kayu dengan jeruji besi lengkung melindungi badan yang bersandar sambil mengintip kolam renang di bawah sana yang masih dijatuhi rerintik hujan. Pintu kayu putih dengan rangka kotak-kotak kayu dan kaca beuvel memberikan pantulan cahaya menarik ketika dibukakan untuk melangkah masuk. Konter resepsionis dengan ukiran lis kayu yang disusun pada bagian depan menyambut. Langit-langit akrilik berwarna-warni mendominasi ruangan sedemikian menjadi rancak. Pola-pola mozaik pada lantai dengan dua tonaliti memperkuat kesan dinamis. Di dalam sini lebih bergerak daripada ketenangan di luar tadi.
Yes, I pay to stay.



Lift membawa ke lantai satu, melewati koridor selebar dua meter dengan pencahayaan temaram, dihembusi angin sejuk yang lolos dari ujung-ujung yang terbuka bebas mengurangi kebutuhan pendingin udara di jalur memanjang. Pintu kamar terbuka dengan jendela yang langsung memandang ke lansekap Gede Pangrango, jalur impian setiap pendaki pemula dari ibukota. Tempat tidur king size, bantal putih dan bantal jingga sebagai aksen, nakas di kiri dan kanan. Bilah kayu sepanjang tepi jendela menjadi meja melamun berbingkai pemandangan. Satu ceruk berisi safe deposit box dan gantungan mantel kamar di tepi kamar mandi yang dibatasi oleh kaca. Di atas heardboard ada satu instalasi sehingga ruangan tidak terasa kosong. Lantai dengan pola papan catur pun memperhangat suasana.
Get the best for rest in the nest.


Membaringkan badan yang menggeliat di hamparan kasur empuk sambil tidak berpikir apa-apa sambil merencanakan malam nanti. Matahari yang sedari tadi bersembunyi di balik awan perlahan menghilang di tengah bias keunguan. Teh hitam di sudut pun minta diseduh untuk menghangatkan tenggorokan. Tak ada suara lain di sini, tak mengapa daripada menonton televisi. Perlahan vista rumah-rumah kota Bogor di jendela berubah menjadi kerlip lampu. Gelap turun sesuai janjinya setiap hari.
Don’t be afraid at night. Lights on.



Ini jalan Suryakancana Bogor, bukan padang edelweiss di gunung Gede sana, namun salah satu titik tersibuk tempat aktivitas niaga ramai sehari-hari, jalur pejalan kaki yang disusuri di bawah fascia, menempel dengan etalase toko tanpa sempadan jalan. Di sini kegiatan berjalan tak berambisi, hampir semua tutup selewat senja. Para pemilik toko yang hidupnya seimbang dengan tak beraktivitas malam. Mereka tak mengejar jam sembilan malam seperti toko-toko besar, ataupun dua puluh empat jam seperti gerai minimarket kecil. Berjalan di antara sepi gelap malam dan lampu-lampu merkuri, mendengarkan suara angin menyapu jalan, hawa dingin yang tiba-tiba memeluk memaksa merapatkan jaket. Sisi kota ini, sebagai satelit Jakarta, sudah beristirahat ketika gelap.
The good companion of darkness is silence.



Di tepi kolam renang hotel lebih riuh oleh cakap orang makan malam. Aneka gerai ditata dilayani dengan cakap dalam kilauan lampu temaram. Tak ada satu pun yang bermain air sembari yang lain mengisi perut. Ruang berbagi sambil menikmati malam. Jika langit cerah dan lampu tidak terlalu banyak, pasti menyenangkan duduk di sini di antara bintang-bintang. Dari dek kayu yang tak lagi basah, pandangan tertuju pada kamar-kamar berbalkon yang menghadap utara yang bercahaya. Beberapa pasangan duduk-duduk di situ menikmati malam. Tak ada Juliet di sana, dan tak ada semak mawar untuk dipanjat Romeo hingga balkon.
There isn’t overordinary laugh of them.




Dan hal yang ditunggu, bangun pagi di kota yang lain. Selepas fajar di pagi yang menggigit, menunggu matahari bangun dari peraduannya, aku bersyukur karena cuaca cerah bisa menarikku untuk berdiri di sudut jalan, menatap gugus massa keseluruhan hotel yang hari sebelumnya tak tertangkap mata. Bangunan ini berdiri pipih cukup berjarak dari jalan raya, tegak lurus terhadap jalan. Tanpa podium, dipadu dengan massa geometris yang menahan membesar di bagian bawah, difungsikan sebagai ruang publik, bukan hanya privat untuk tamu. Kanopi kaca yang ringan memberi arah yang jelas menemukan pintu masuk. Bentuk pipih berdiri sendirian, di tengah rumah-rumah yang tersembunyi di balik toko-toko tepi jalan, melawan angin yang berhembus kencang. Aku kembali ke dalam, bersembunyi.
Who do you think you see?


Turun lewat tangga putar, berdiri di tepi dek kolam renang tanpa hembusan yang begitu berarti. Bidang kanopi tadi benar-benar menahan angin dari sisi barat sehingga tempatku berdiri seperti sebuah ceruk yang tidak terlewati. Kekhawatiran akan kedinginan di kolam lepas sudah, berganti dengan keinginan bermain air sekaligus mandi pagi yang terlalu dini. Kolam sedalam 1.2 m menerima ceburan badan yang rindu basah, meluapkan airnya pada sisi sebelah membentuk air tumpah yang melipir di dinding, diterima oleh saluran berbatu-batu yang memutarkan airnya kembali ke kolam. Siklus buatan yang disuka manusia. Kursi-kursi di samping kolam pun mulai didatangi pengunjung-pengunjung kamar hotel yang mulai bangun karena keriuhan dari kolam yang mereka dengar lewat balkon.
We need an energized morning!



Tak cuma kolam renang yang membuat ramai, tiga ballroom yang menghadap kolam dengan prefunction memanjang dibatasi oleh partisi-partisi besar pun mulai ramai oleh orang-orang yang mengadakan pertemuan. Bejana-bejana berisi kopi atau teh diletakkan di samping susunan gelas untuk teman bercengkrama sebelum mengolah pikiran di dalam. Ruang pertemuan di bawah lobby, disembunyikan agar tidak terganggu lalu lalang tamu.
Hide.



Menyegarkan diri usai mandi, melanjutkan ke ruang penuh makanan di samping lobby. Tua muda asyik berkumpul dan berceloteh sembari mondar mandir ke deretan meja-meja penuh makanan. Di sudut chef yang asyik menyiapkan pesanan aneka telur. Pilih sendiri lokasi duduknya, apakah lebih nyaman di meja tengah sendiri, atau bersama-sama keluarga di sudut sofa memandang gugus Gede Pangrango di kejauhan? Ataukah di balkon sambil menikmati keramaian di kolam renang? Jendela-jendela besar yang membatasi ketinggian menyajikan lansekap kota Bogor di bawah langit biru. Ruang-ruang dengan penyekat besi bermotif organik menjadi latar belakang ruang-ruang duduk. Tunggu dan nikmati tehmu di dalam sinar matahari yang melimpah ke dalam ruangan. Kualitas ruang yang tidak membutuhkan pencahayaan buatan, dan hanya udara asli pegunungan.
Breakfast is energy for your day.





Ketika tiba saat untuk pergi, melewati untuk kesekian kali lorong-lorong penghubung antar kamar yang tak berpenyejuk udara. Kedua ujung yang tak tertutup mengalirkan udara dari sisi satu ke sisi yang lain. Dari satu ujung lagi-lagi membentang Gede Pangrango, di ujung yang lain mengerucut tiga puncak Salak. Rasanya, ingin berlama-lama melamun di sini. Tapi waktu sudah selesai dan aku ingin melanjutkan menyusuri jalan Suryakancana, mencicipi aneka jajanan khas, soto kuning, bir pletok, atau membawakan asinan gang roda untuk mama.
Thanks for beautiful weekend, Bogor.

1O1 Suryakancana Hotel is located in the heart of Bogor city. It easy to go there with public transportation from Bogor Station. Just take green minibus with code 03 direction to Sukasari. Drop yourself in front of 1O1 Suryakancana Bogor. The location is in the middle of Bogor Chinatown, which means easy to find nice food!
Once you check in the hotel, you can go walk to Bogor Botanical Garden and take your greeneries time around that place, and can come back with 03 minibus again. Around the Suryakancana street, you can find ‘asinan’ salty fruit dishes, ‘soto kuning’ traditional yellow soup with turmeric or ‘bir pletok’ ginger beer. And you can see the famous ‘talas bogor’ kind of tuber plant that we can eat.
The hotels is very nice, entranced with lotus pool beside concrete canopy and followed with glass canopy. The receptionist is so nice with dominant white around the wall and the ceiling composition. There is two kind of room, balcony type with pool view, or non balcony type with mountain scenery.
This hotel is completed with medium swimming pool, meeting room, ballroom at semi basement, hidden from noisy road around. The swimming pool with its wood deck, close at night and the deck change to be restaurant. The best thing in Bogor is its place within Mount Gede Pangrango and Mount Salak, and those view can be enjoyed from the hotel. Beware that Bogor is famous as ‘Rain City’ so you can find rain every late afternoon. But by its strategic place, you can experience the neighborhood nicely.
Enjoy the experience!
p.s. I love the spiral stair!
I stayed at this hotel with discount voucher from HotelQuickly apps at my android phone.
Wanna have same saving credit from me?
Enter code IJUWO at your HotelQuickly apps credit section and redeem IDR 170000 voucher!
THE 1O1 Bogor Suryakancana
Suryakancana No. 179 – 181
Bogor 16141 – Indonesia
p. +62 251 7567 101
e. sales.suryakancana@the101hotels.com
reservation :
p. +62 251 8311 921
e. reservation.suryakancana@the101hotels.com
http://the101hotels.com/bogorsuryakancana
twitter/facebook/instagram : 1O1bgrsk
Cara bertuturnya asyik! Serasa ikut ngerasain di dalam hotel tersebut Mbak 🙂
kapan-kapan di Bogor menginaplah di sini *summon kak Badai* :))
Deskripsinya menghanyutkan dan sesuai dengan setiap bagian hotel yang sedang diulas. Keren sekali! Apalagi pilihan katanya pas dengan suasana: dua jempol untukmu, Mbak!
Ah, hotel ini! Ternyata sering saya lewati kalau lagi jalan di Surken (yang sebenarnya hampir setiap minggu juga pasti jalan ke sana sih :haha), dan saya tak akan ingat kalau tidak lihat foto rumah Cina dan rumah kolonial yang lantai duanya berbentuk melingkar itu :haha. Ada warung makan favorit saya di dekat sana :hihi, terus setelah makan pasti melipir ke Batutulis :haha.
Jadi kangen Bogor!
lho, rupanya kamu sering ke sini? memang lokasi hotel ini cukup menjorok ke dalam dan kalau tidak niat banget ya tidak ditemukan.
asyik ya, jalan suryakencana ini banyak makanan!
Sering, Mbak, hampir setiap minggu :haha. Iya, yang pipih banget itu, saya juga makin yakin setelah baca deskripsi Mbak Indri.
Banyak sekali! Dan saya kepengin coba Gang Aut juga :haha.
hayo, pasti kamu ngapelin seseorang di sini :p
yuk kapan-kapan melegakan perut dan menjajal makanan-makanan seru di pinggir jalan ini. waktu pulang aku jalan kaki sampai vihara yang di atas itu dan ngiler banget liat tukang2 makanan. saking udah janji makan siang, jadi cuma mampir tukang asinan, deh.
Yuk, yuk :hihi.
Huwaaaa baguuuus, jadi pengen nginep di jaringan 101 nihh. Tapi itu kamarnya gak bia diterangin lagi ya mba? Aku tatut gelaaaap 😦
Bisaa, sini diterangin terus diedit lagi. Kaak, kalau terang benderang bukan kamar hotel namanya, tapi stadion.. eh, losmen!
Bahasanya mendayu-dayu 😀
suasana hatinya begitu, mz 😀
Wah asik nih hotelnya, bs jadi alternatif. Kaya bukan di Bogor ya ngeliat foto2 itu kayanya sejuk bgt
karena bogor sore selalu hujan, dan bogor pagi senantiasa berangin. jangan bayangkan bogor siang hari yang langitnya secerah kupang (baca : panas) 🌵🌴🌾
Padahal aku besar di Bogor. Semakin lama ada di sana, aku mulai lupa bagaimana dulu, saat masih anak-anak dan harus pindah ke Bogor, aku membayangkan betapa sejuknya kota hujan. Tetapi semakin besar, aku mulai kehilangan ‘taste’ seperti yang waktu kecil kubayangkan. Tapi, dari tulisan Mbak, aku jadi kangen pulang ke Bogor. Bukan pulang ke rumah, tapi menginap seperyi Mbak di sudut lain Bogor. Terima kasih sudah mengembalikan ‘taste’ Bogor untukku. Salam kenal ya Mbak.
salam kenal kak Aisya. senang sekali bisa mengingatkan lagi dengan Bogor yang dulu. jika tidak bisa menemukan ‘taste’ masa kecil, memang harus diciptakan, ya.
jadi pingin balik lagi ke kota hujan ini….
detailnya membuat saya merasa sudah berada dalam pelukan yang menenangkan jiwa.
thanks ya buat tulisannya. mengingatkan saya yang sudah lama meninggalkan blog tempat saya mencurahkan hati, jiwa, dan pikiran. jadi smangat lagi menulis….
wuih, mbak Hera, terima kasih ya sudah membaca. ayuk sama-sama menulis.. 🙂
Interiornya keren, minimalis
Betah bbanget kayaknya buat berlama2 d dalam kamar.
Nice hotel mb
Menurut aku malah nggak minimalis ini. Interiornya lebih kaya dan colorful. 🙂