“What is it to die but to stand naked in the wind and to melt into the sun?”
― Kahlil Gibran, The Prophet
Orang Jepang sangat terkenal dengan kebiasaannya membaca. Sering dilihat dari berbagai ilustrasi, orang Jepang yang membaca di kereta, di bis, di taman, atau di banyak tempat. Mereka mempelajari tulisan-tulisan sastra sejak kecil, mulai dari legenda hingga cerita, kemudian sebagian menulis cerita juga di masa dewasa, dan tak sedikit yang mengembangkan dirinya dengan cerita bergambar. Maka tak heran, berbagai bangunan untuk mengakomodasi kecintaan rakyat Jepang terhadap literasi ini dibangun, salah satunya yang sengaja kukunjungi ketika berada di kota Himeji.
Selagi masih di kota ini, aku menemukan bahwa ada karya Tadao Ando yang berada di kota tersebut, yaitu Himeji Museum of Literature. Letaknya yang tak jauh dari jalur bis yang kami lewati sesudah turun dari Mount Shosha, tempat Kuil Engyoji berada. Hanya berjarak sekitar 200-an meter, kami menemukan dua bangunan dengan bentuk massa solid yang saling bersebelahan.
Museum of Literature ini dibangun untuk memperingati ulang tahun keseratus dari kota Himeji, yang didedikasikan untuk Tetsuro Watsuji filsuf (1889 – 1960) dan delapan penulis lokal lainnya. Terdiri dari bangunan utama dan annex dibangun pada tahun 1996 untuk melayani sebagai perpustakaan dan arsip dari karya-karya penulis Ryotaro Shiba. Di antara keduanya terdapat bangunan bokeitei, dibangun oleh keluarga Hamamoto.
Melewati ramp panjang dengan kolam yang bertingkat-tingkat di sampingnya, aku masuk menuju pintu yang terbuka di sebelah dalam. Bagian utama museum ini berbentuk silinder yang bisa disusuri jika ingin menikmati sequence museum. Satu set layar kotak-kotak menceritakan tentang sejarah sastra Jepang, yang sayangnya ditulis dalam bahasa kanji sehingga aku tidak bisa tahu artinya. Aku merasa bahwa bentuk melengkung ini merepresentasikan literasi yang tak berujung, tidak bersudut pada ruang-ruang tertentu,sehingga membuatnya bisa ditafsirkan dengan rasa.
Silinder ini berlantai dua yang dihubungkan dengan ramp melingkar ke bagian atas dengan langkan besi kotak-kotak untuk mengamankan pengunjung. Di beberapa tempat, terdapat sitting groups sebagai tempat diskusi pengunjung museum dengan pemandangan ke arah luar bangunan. Di bagian luar, tampak jelas bentuk silinder berbahan precast concrete ini membentuk ruang yang menjadi bagian utama museum.
Bentuk silinder ini dikombinasikan dengan dua kubus, yang memotong dan bersilangan dengan sudut 30 derajat. Di sisi luar lantai dua, terdapat anjungan yang menjorok ke ruang luar, di mana ketika berdiri di situ bisa melihat langsung kota Himeji dari kejauhan, juga bangunan Istana Himeji yang putih. Satu ramp panjang langsung menuju area belakang berada di tengah kolam bertingkat yang mengalirkan air hingga pintu masuk.
Namun ruang-ruang yang terjadi karena perpotongan ini dijadikan area pendukung dari fungsi museum, seperti ruang diskusi, ruang seminar, ruang latihan yang digunakan bersama-sama. Literasi yang tidak hanya mengalir, tapi juga berbatas dengan bidang-bidang keilmuan. Orientasi terhadap Himeji Castle, adalah penghormatan terhadap sejarah kota yang menaungi dan melindungi kota. Warna beton yang asli dan telanjang tidak kontras terhadap keseluruhan warna istana yang putih.
Bangunan kedua, yaitu Annex building, berfungsi sebagai perpustakaan yang menyimpan karya-karya Ryotaro Shiba. Fasade depannya dengan kaca sangat mendominasi dan diperkuat dengan adanya kolam di bagian depan yang membuat efek pantulan cermin dari fasadenya. Memasuki bagian-bagian ruangan ini terasa begitu membahagiakan, karena dipenuhi buku di mana-mana.
Sirip-sirip kusen yang berulang bisa diinterpretasikan sebagai deretan buku yang berjajar. Paduan antara massa transparan dan solid, mengutarakan semangat dari literasi yang tidak hanya berat dibaca, namun juga harus ringan dipahami. Sebagai panduan ilmu dan dokumentasi sejarah literasi, tempat ini harus bisa menampung banyak kalangan, baik dari yang meriset, maupun anak-anak yang belajar sastra. Di sini dikumpulkan koleksi tulisan dari Ryotaro Shiba, seorang penulis Jepang terkenal dengan novelnya tentang peristiwa sejarah di Jepang dan di Timur Laut Asia, serta esai sejarah dan budaya nya yang berkaitan dengan Jepang dan hubungannya dengan seluruh dunia.
Tentu saja, buku-buku diletakkan di area tertutup yang terlindungi dari sinar matahari, dan dilengkapi dengan ruangan berpendingin udara. Satu ruangan favoritku berada di tengah-tengah, dengan ruang baca yang turun di bagian tengahnya. Kubayangkan, pasti asyik sekali untuk melakukan riset di sini.
Alunan musik klasik menemani sepenjang penjelajahan di bangunan Annex ini, yang ruang dalamnya didominasi oleh material kayu. Sisi-sisi luar yang terang bersebelahan dengan ruang-ruang diskusi yang memaksimalkan pencahayaan alami. Museum ini juga mengakomodasi disabilitas, bisa dilihat dari penggunaan ramp yang sejak tadi ada di mana-mana, juga ada area kasar di sebelum naik tangga sebagai penanda untuk tunanetra.
Selain dua bangunan modern ini, di antaranya terdapat bangunan bokeitei, rumah tradisional Jepang yang dibangun dari kayu, lengkap dengan pintu-pintu gesernya yang berlapis kertas. Tatami dengan ukuran yang tetap menghampar di lantai, dengan teras samping yang menggantung dan berpadu dengan pintu kedua dari kaca untuk menghalau udara dingin. Rupanya, ini model untuk rumah Jepang yang sengaja diletakkan dalam kompleks museum.
Tadao Ando memang salah satu arsitek Jepang yang banyak dikenali bahkan oleh kalangan yang bukan arsitek. Dan salah satu karyanya ini yang mengolah bentuk-bentuk geometris dari beton-beton ekspos menjadi salah satu cirinya, selain tarikan orientasi ke sumbu-sumbu yang kuat di sekitarnya. Penghargaan terhadap literasi Jepang ditunjukkan dengan dibangunnya Museum ini di kota Himeji.
perjalanan 6 September 2014, Himeji. special thanks to Windu Sari.
ditulis di Pulomas 10.05.2016
tentang jepang :
kansai international airport, gerbang masuk jepang dari tengah laut
osaka : tradisional, modern, dan hura-hura
menyepi di engyoji himeji
kak itu nama bangunan lucu banget “annex” kayak baca kontrak 😀
annex building ya bangunan tambahan..
liputannya lengkap banget, tapi kok nggak ada pengunjungnya ya, sepi banget
sudah sore banget ini hampir tutup. aku sampai sini jam empat sore. kasihan nahan-nahan biar tetep buka supaya aku bisa masuk..
[…] tentang jepang : osaka : tradisional, modern, dan hura-hura menyepi di engyoji himeji himeji museum of literature, bahasa arsitektur tadao ando […]
[…] tentang jepang : kansai international airport, gerbang masuk jepang dari tengah laut menyepi di engyoji himeji himeji museum of literature, bahasa arsitektur tadao ando […]
[…] tentang jepang : kansai international airport, gerbang masuk jepang dari tengah laut osaka : tradisional, modern, dan hura-hura himeji museum of literature, bahasa arsitektur tadao ando […]
Deskripsinya arsitek banget ya KAK tapi aku suka bangunannya. Eh gaya nulisnya juga memperlihatkan identitas sang penulis.
habisnya aku nggak bisa baca kanji kak, jadi aku analisis arsitektur saja. pola-pola bentukan ruangnya asyik sih, sambil mengira-ngira bagaimana si arsitek berpikir. 🙂
Indri, aku berusaha mengerti..meski banyak teknisnya, tapi minimal itu perpusnya bagus,.. hahahahaha
maap ya kak, ini bahasa arsitek dijelaskan ke verbal 😁
perpusnya asyik punya.
Yang di otakku malah. keknya spot yang ini bagus buat quickie nih *dibejek*
Hooiiii… mbakeeeee…!!!
*mesem* 😀
Sugoooiiii
Hipnoterapi Semarang
Sugoooooooii
Hipnoterapi Semarang
keren
Bagus..
[…] tentang jepang : kansai international airport, gerbang masuk jepang dari tengah laut osaka : tradisional, modern, dan hura-hura menyepi di engyoji himeji himeji museum of literature, bahasa arsitektur tadao ando […]
Betul-betul keren kak,,semoga saya bisa kesana