It can hardly be a coincidence that no language on earth has ever produced the expression, ‘As pretty as an airport.’
― Douglas Adams, The Long Dark Tea-Time of the Soul
Aku pertama kali mendengar nama Bandar Udara Kansai di Osaka ini adalah ketika aku mengambil mata kuliah Struktur dan Konstruksi di semester 5. Pada mata kuliah yang mengajarkan tentang bangunan bentang lebar ini, beberapa contoh diberikan seperti stadion, jembatan atau bandara. Beberapa kebutuhan fungsi ruang memang membutuhkan jarak antar kolom yang lebih jauh, sehingga teknologi bentang lebar yang ditemukan oleh arsitek dan ahli-ahli konstruksi ini menarik untuk dipelajari.
Gambar goresan tangan arsitek Renzo Piano yang mensketsa tema ‘lepas landas’ menjadi dasar desainnya untuk mengembangkan fungsi-fungsi yang dibutuhkan oleh bandara internasional ini. Bandar udara dengan kode KIX ini berdiri pada tahun 1994 dengan dua area, yaitu daerah landasan pesawat dan bangunan bandaranya sendiri dengan termasuk fungsi penerimaan penumpang dan area komersial.
Bandara ini terletak di tengah-tengah pulau buatan yang berada di teluk Osaka, lepas jauh dari daratan di mana kota Osaka berada. Dimaksudkan sebagai gerbang masuk negeri matahari terbit ini selain Haneda Tokyo, lokasinya cukup strategis yang terhubung dengan mudah dengan kota-kota besar di propinsi Kansai, seperti Kobe, Kyoto, dan Osaka. Satu jembatan panjang untuk mobil maupun kereta menghubungkan tanah reklamasi yang menghabiskan 21.000.000 m3 ini dengan daratan.
Beruntunglah aku mendapat kesempatan untuk mengunjungi negeri matahari terbit ini beberapa waktu yang lalu dan mendarat di bandara Kansai sesudah enam jam perjalanan dengan pesawat dari Indonesia. Serasa semua angan masa kuliahku kembali ketika aku menyusuri lorong-lorongnya perlahan-lahan. Sebagian besar penumpang pesawatku orang Jepang walau pun tak sedikit orang Indonesia juga yang bepergian melalui terminal bandara ini. Terminal internasional ini memiliki panjang 1.7 km, dengan 42 gerbang keberangkatan dan dapat menangani hingga 100.000 penumpang per hari. Struktur ringan dirancang untuk menahan gempa yang sering mempengaruhi daerah ini. Ide untuk denah bandara berasal dari bentuk glider, dengan bangunan dalam sebagai badan pesawatnya, dan terminal yang memanjang layaknya sayap pesawat.
tiba di bandara kansai
Setelah melalui garbarata, aku melalui koridor panjang yang melayang di atas ruang tunggu yang lebar pada terminal keberangkatan yang panjang itu. Di bawah sana, kursi-kursi cantik berwarna-warni tempat penumpang menunggu waktu keberangkatan di ruangan berkaca lebar dan struktur atap lengkung dengan rangka batang ruang. Seorang ibu-ibu cantik memberitahuku bahwa nanti penumpang yang baru tiba harus naik kereta yang terlihat di samping koridor tempat kami berjalan. Berhubung ini pertama kali kedatanganku ke sini, jadi aku manut saja dengan penjelasan beliau.
Puas mengagumi koridor, aku menuju lobby untuk mengantri naik satu kabin kereta yang menghubungkan bangunan ini ke bangunan lainnya. Aku agak tercengang dengan kecanggihan teknologi di sini, tapi berusaha mengikuti arus supaya tidak terlihat norak. Mengikuti arus orang-orang, aku tiba di bagian imigrasi yang cukup ramai. Rupanya banyak sekali orang yang mengunjungi Jepang maupun baru pulang ke Jepang sehingga antrian tidak terhindarkan.
Selesai urusan imigrasi, barulah aku tiba di ruangan besar di mana ransel besarku dari bagasi sudah tergeletak dan tinggal kuambil tanpa menunggu lagi. Setelah melewati xray-detector, aku keluar menuju ruang tunggu sambil menanti penerbangan temanku yang tiba dari Korea. Ruangan ini berupa atrium yang bisa melihat tepian empat lantai bandara dan menghubungkan dengan akses-akses ke jalur kereta atau bis menuju Osaka atau kota-kota lain.
Tidak perlu merasa bosan menunggu di sini karena banyak sekali pusat-pusat informasi kota yang bisa dilihat-lihat, lengkap dengan brosur-brosur tempat wisata dan tempat makan di kota-kota tersebut. Ada juga kios-kios yang menjual SIM Card Jepang yang bisa dibeli langsung. Tapi aku lebih memilih wifi airport yang gratis tentunya. Asyiknya lagi, terdapat beberapa meja dengan power outlet tempat aku bisa mencharge baterai ponsel yang sekarat. Bahkan kalau mau bekerja sebentar sambil membuka laptop juga bisa lho! Bahkan anak-anak pun sepertinya tidak akan bosan menunggu di sini, karena disediakan pojok bermainnya.
Karena terminal kedatangan ini terhubung langsung dengan stasiun kereta Kansai, maka amat mudah untuk berjalan kaki di sini, kemudian membeli kartu Japan Rail Pass wilayah Kansai untuk 4 hari mendatang, baru kemudian menaiki kereta yang masuk dalam jangkauan JRP menuju Osaka.
menginap di bandara kansai
Kedua kalinya ke bandara ini, kembali di Bandara Kansai jam setengah sebelas malam usai perjalanan panjang dengan kereta cepat dari Nagasaki di sore hari harinya. Karena besok siang aku akan terbang kembali ke Indonesia, maka aku memutuskan untuk menginap di bandara saja, daripada harus turun di Osaka dan ribet mencari hostel. Turun dari kereta yang langsung tiba di lantai dua bandara, aku melintasi jembatan yang terbentang di atas ruang tunggu area kedatangan.
Langsung masuk ke area ruang tunggu keberangkatan, rupanya banyak juga orang yang bermalam di sini sambil mengambil ‘lahan’ empat kursi sebagai tempat tidur mereka. Minimarket 24 jam buka di dua sudutnya, memudahkanku untuk membeli makanan pengganjal lapar. Walaupun toko-toko sudah tutup, namun suasana di bandara ini masih hidup, tanpa keramaian yang berarti. Setiap orang menyibukkan diri dengan urusannya masing-masing, tanpa bersuara keras, sehingga tetap tenang.
Aku melipir menuju praying room yang berada di ujung lantai dua yang syukurlah, tak terkunci. Di dalam ada seorang ibu dari China yang sedang berdoa dengan khusyu’ di atas kursi, sementara aku melepas kaus kaki, berwudhu dan menunaikan sholat di alas karpet yang bersih dan empuk. Memang ruangan ini tak dikhususkan untuk umat muslim saja, dari berbagai kepercayaan pun bisa berdoa di sini karena disediakan juga berbagai kitab suci di raknya. Karena lelah, aku menyelonjorkan kaki dan tidur di situ hingga pagi datang.
Sebelum petugas membersihkan ruangan di pagi hari, aku bangun dan bersiap-siap pindah. Pagi yang sudah mulai menggeliat menampakkan kesibukan berbagai orang yang lalu lalang di ruang tunggu keberangkatan. Suara koper ditarik, pengumuman-pengumuman dikumandangkan, harum kopi di kafe-kafe menguar dari gelas-gelas di tangan.
Tempatku berada sekarang adalah bangunan Terminal 1 yang terdiri dari empat lantai. Lantai pertama adalah terminal kedatangan internasional, sementara lantai dua difungsikan sebagai terminal keberangkatan dan kedatangan domestik. Lantai dua ini dilengkapi dengan berbagai gerai bank, juga lounge ekslusif untuk ruang nyaman menunggu. Tidak sulit dengan informasi di sini yang bisa dengan mudah didapatkan di pusat informasi terdekat.
Jika ingin membeli oleh-oleh atau souvenir yang belum sempat didapatkan di perjalanan, bisa dicari di gerai-gerai makanan di lantai tiga. Walaupun petugasnya tidak terlalu lancar berbahasa inggris, aku cukup menunjukkan foto Baumkuchen titipan seorang teman dan mereka langsung mencarikan sambil tersenyum ramah. Di lantai ini juga banyak terdapat gerai-gerai pakaian dengan merk Jepang atau merk internasional apabila ingin membawakan sebagai buah tangan.
Mendekati waktu check-in, aku naik ke lantai paling atas dan menemukan aneka gerai check-in untuk memproses waktu keberangkatan. Usai merapikan barang bawaanku di ransel, aku mengantri dan menunjukkan paspor di salah satu titik berlogo maskapai negara Indonesia. Rangka batang ruang menumpu atap di atasnya, busur-busur lengkung yang menaungi keseluruhan bangunan.
Bentuk atap dikembangkan dari studi antara kebutuhan struktur dan ventilasi. Diupayakan bahwa udara bisa melewati ruangan dari belakang (stasiun) hingga ke depan (runway). Lintasan prediksi aliran udara ini yang menjadikan oleh bentuk atap yang menjadi membusur seperti ini yang diikuti dengan ducting udara yang menggantung pada langit-langit yang terekspos rangkanya.
Aku mengantri untuk pemeriksaan imigrasi, melalui satu gerbang lagi tanpa kesulitan berarti. Ternyata, di balik ruang imigrasi banyak sekali toko-toko berderet dengan merk internasional. Selasarnya yang cukup lega membuat cukup nyaman berwara-wiri di sini. Berdasarkan petunjuk salah satu petugas, aku menuju salah satu pojok dan menemukan kamar mandi! Ya, tentu naik turun area bandara yang luas ini membuatku berkeringat apalagi memang aku belum mandi sejak kemarin sore. Terdapat tiga kubikal fiberglass di dalam ruang mandi dengan pengatur air panas dan dingin.
Setelah segar, aku berjalan turun menuju lobby aerotrain untuk naik kereta menuju terminal ruang tunggu yang panjang. Deretan kursi warna-warni menyambutku seperti sepuluh hari kedatanganku yang lalu. 42 buah gerbang keberangkatan yang berderet seperti konsep bangunan, sebagai sayap. Fasade yang didominasi oleh kaca terang membebaskan pandangan ke arah runway, sambil memperhatikan pesawat datang dan pergi. Saat mengudara, atap baja lengkung ini berakhir pada ujung yang berhenti dengan halus, menyatu dengan daratan di sekitarnya. Pulau kecil di ujung Osaka ini perlahan-lahan menjauh.
perjalanan 05.09.2014
ditulis 19.01.2016, antara depok-sentul dan awan-awan di udara.
data : http://www.rpbw.com/project/35/kansai-international-airport-terminal/
tentang jepang :
kansai international airport, gerbang masuk jepang dari tengah laut
traveling ke jepang, bawa koper atau ransel?
stempel di jepang pengingat perjalanan
menyusuri trotoar jepang demi manhole cover
osaka : tradisional, modern, dan hura-hura
menyepi di engyoji himeji
himeji museum of literature, bahasa arsitektur tadao ando
nara heritage walk
disitu bobok enak kali kak
emang, bobok di ruang tunggu atau praying room bisa
Walaupun belum pernah berada di sana. Tapi deskripsi khas Mbak Indri dan foto-fotonya cukup membuat saya ikut mengagumi arsitektur dan lokasi bandara Kansai ini. Laut direklamasi untuk hal yang berguna bagi orang banyak 🙂
iya, ini reklamasi laut untuk satu kepentingan publik bukan hanya segelintir pengusaha saja. makasih ya, Ki.
woww keren banget…
semoga kapan-kapan bisa kesana
salam kenal
semoga bisa mampir ya, amiinnn
Bandara Kansai yang unik di tengah pulau reklamasi ini memang menarik, mbak. Banyak saran yang bilang, mendaratlah di Bandara Tokyo, lalu kembalilah dari Bandara Kansai agar bisa menikmati kedua bandara. Desain atap lengkungnya ngingetin aku dengan Bandara Tan Son Nhat di Saigon, tapi yang di Osaka ini yang versi lebih besar dan rumit 😀
Cerita mbak Indri yang bermalam di Bandara bikin aku kangen momen-momen bermalam atau transit di bandara. Terakhir Oktober lalu. Langkah-langkah kaki yang berderap cepat sambil menggiring koper, dengung obrolan dari berbagai bahasa, suara pengumuman yang dikumandangkan ke penjuru bandara. Memang berkesan ya 🙂
bandara fukuoka juga menarik sebenarnya. bisa langsung dari korsel ke situ. waktu itu aku cuma mampir lewat kotanya saja karena ganti kereta di stasiun sih..
Dan Fukuoka tiketnya kadang paling murah dari Indonesia, dibanding ke Tokyo atau Osaka 😀
karena lebih dekat sih, beda sekitar 600-an km dari Osaka. bisa mulai Fukuoka, naik kereta sampai Tokyo. 😉
Agak roaming sama bahasan teknis bangunannya tapi aku selalu tertarik memperhatikan bangunan-bangunan besar. Membaca tulisan ini: bandara besar di atas pulau buatan, kepikiran proses dan biayanya. Pasti mahal banget ya. 😆
aku, selalu suka memperhatikan bandara, apalagi bandara bagus begini dan hasil karya arsitek terkenal. suka mikir juga. kenapa harus selalu bentang lebar dan lengkung2 ya?
Kalo kotak-kotak ntar dikira Istiqlal? Kak.
kalau kotak-kotak banyak tiang di dalamnya, kalau lengkung kan nggak sih, prinsip cangkang yang kuat.
Wow keren banget arsitekturnya ya … Beberapa kali liat foto bandara ini, dan kagum dibuatnya … bandara yg dibuat di pulau buatannnn 😉
Tengkyu Tim, ngamatin bandara selalu menyenangkan, kemajuan teknologi..
[…] jepang : kansai international airport, gerbang masuk jepang dari tengah laut osaka : tradisional, modern, dan hura-hura menyepi di engyoji […]
[…] jepang : kansai international airport, gerbang masuk jepang dari tengah laut menyepi di engyoji himeji himeji museum of literature, bahasa arsitektur tadao […]
[…] jepang : kansai international airport, gerbang masuk jepang dari tengah laut osaka : tradisional, modern, dan hura-hura himeji museum of literature, bahasa arsitektur tadao […]
[…] jepang : kansai international airport, gerbang masuk jepang dari tengah laut osaka : tradisional, modern, dan hura-hura menyepi di engyoji himeji himeji museum of literature, […]
Luar biasa megah bandara kansai ini 🙂
berarti untuk Terminal keberangkatan International Kansai di Lt 4 y ????
betul sekaliiii…
Keren sekali..boleh tanya ? Mbak Indri waktu itu ke Osaka Jepang naik pesawat apa ? Berapa biaya tiket sekali jalan ? Saya beberapa kali menemukan tiket promo Surabaya ke Jepang lewat maskapai AirAsia, tapi harus transit lama berjam-jam di Kualalumpur (bisa transit sampai 11 jam lebih). Capek deh..Untuk penerbangan dari Indonesia ke Jepang tanpa transit biasanya harga tiket mahal.
Saya naik Garuda dari Soekarno Hatta ke Osaka tanpa transit. Tiketnya kira-kira 4 jtan lah. Kalau transit di Kuala Lumpur sebenarnya enak, selain karena bandaranya asyik buat jalan-jalan, bisa juga naik public transport ke tengah kota KL juga nggak lama, cuma sejam naik bis seharga 35 RM. Kalau transit Jakarta mah nggak bisa ke mana-mana heheeuu, macet.
Hai kak,
saya mau tanya nih, buat persiapan bulan maret.
dari turun pesawat sampai keluar bandara di Limousine bus window ticket, kira-kira waktu yang di perlukan berapa lama?? (termasuk antri imigrasi dll)
Makasih.
kalau aku sampai keluar ke lobby itu sekitar sejam lebih, soalnya sambil foto-foto. tapi kayaknya kalau normal mah bisa setengah jam aja.