
Ketika memutuskan tinggal di lingkungan perumahan, saya punya pertimbangan, lingkungan yang homogen, area yang diatur, ditata, sehingga membuat saya tidak kesulitan menyesuaikan diri di lingkungan tersebut baik secara fisik maupun sosial.
Perumahan, biasanya dibangun mengikuti langgam tertentu, yang diaplikasikan oleh pengembang menjadi rumah-rumah yang dibangunnya dalam beberapa tipe. Untuk saya yang menyukai keteraturan dan lingkungan yang terkontrol, kerapihan wajah jalan menjadi pertimbangan saya.
Namun, lagi-lagi saya kecewa oleh pengembangnya. Ternyata, walaupun sudah mengklaim dirinya sebagai pemukiman real-estate, tapi tetap saja ada adu wajah rumah yang membuat koridor jalan yang tadinya rapi dengan rumah-rumah bermodel serupa, rusak oleh sempilan langgam-langgam yang diterapkan tidak pada tempatnya. Beberapa rumah bahkan di boulevard utama, berlanggam sangat menyimpang dari langgam standar ini. Rasanya aneh bukan melihat bangunan bergaya klasik, mediteran, atau modern minimalis, tiba-tiba muncul di jalan utama yang tadinya berirama minimalis tropis ini.


Saya tidak berusaha memaksakan kehendak pada orang-orang pemilik rumah-rumah tersebut. Tapi saya pikir, mereka mestinya mikir dong, kalau mau tinggal di perumahan, ya harus mau diatur, karena ini kan lingkungan yang dibuat terencana, jadi jangan memaksakan untuk membangun seperti daerah yang tumbuh begitu saja. Lagipula isi rumah bisa bermacam-macam menurut selera dia, tapi untuk wajah rumah bukannya lebih enak dipandang kalau senada (tidak harus sama), karena wajah rumah bukan milik si pemilik sendiri, tapi juga milik lingkungan yang memandangnya.
Pernah saya ngobrol dengan salah satu pemilik rumah bergaya mediteran yang tidak menyisakan ruang hijaunya di halaman depan sama sekali. Katanya, loh, tanah dan rumah ini kan sudah saya beli, jadi terserah saja mau saya apakan, developer nggak usah sok ngatur-ngatur. Duh, egoisnya, pikir saya. Mending kalau jadinya bagus atau mbagus-mbagusin lingkungan. Yang minimalis setidak-tidaknya cukup dekat dengan gaya tropis minimalisnya. Tapi kalau mediteran kan jauh sekali. Ini jadi menonjol dan aneh sendiri bagaimana?
Saya cukup salut dengan perumahan Pesona Khayangan, Depok, di mana developernya cukup ketat mengawasi soal wajah rumah ini, tidak hanya di boulevard, tapi sampai jalan-jalan lingkungan dalamnya juga. Setiap renovasi bangunan harus sepersetujuan pengembang, terutama wajah rumah harus senada, tidak harus sama, tapi tidak melenceng dari langgam semi mediteran tropis yang diusungnya. Pengembang berani galak dan menegur penghuni apabila melanggar ketentuan ini. Yang terjadi adalah lingkungan yang asri tertata, tidak ada lomba wajah rumah dan pagar yang aneh-aneh. Dengan harga jual kaplingnya yang cukup tinggi dibanding perumahan di kota yang sama, lingkungan yang terjaga rapi membuatnya memiliki nilai investasi yang tinggi bagi pemilik kapling di sini. Aturan yang menguntungkan toh?
Mungkin, untuk perumahan baru, seperti perumahan tempat saya tinggal yang baru berumur 4 tahun, pengembangnya tidak berani galak karena takut kehilangan pembeli. Padahal, dengan lokasi perumahan yang sangat strategis dan harga jual yang bersaing, ia tidak perlu takut akan hal itu. Kalau perlu bisa menolak pembeli yang mau aneh-aneh dengan bangunannya. Seandainya mau berpikir panjang, nilai investasi bangunan akan bernilai lebih tinggi dalam lingkungan yang tertata, apalagi jika masing-masing tidak egois dan mau kontekstual dengan lingkungan, sebenarnya kita sendirilah sebagai pemilik kapling/rumah yang akan diuntungkan. Langgam apa yang menjadi guide line, itulah yang menjadi gaya yang diikuti. Pun pengembang seharusnya menyediakan arsitek untuk diajak konsultasi oleh pemilik bangunan. Karena tidak semua orang mengerti mengenai gaya, yang memperlihatkan selera pribadinya.

rumahbintang, 08.07.10