What strange phenomena we find in a great city, all we need do is stroll about with our eyes open.
Life swarms with innocent monsters.
[Charles Baudelaire]
Ke Singapura untuk belanja? Sepertinya itu bukan tipeku. Pertama memang karena aku nggak terlalu suka belanja, dan juga masih banyak yang bisa dilakukan di Singapura tanpa belanja. Bahkan untuk berburu buku yang menjadi favoritku, kali ini kulewatkan karena memang lebih tertarik untuk mencoba hal yang lain.
Aku mendapatkan kesempatan ke Singapura ini di sebuah acara pesta blogger Be Inspired to Inspire yang diadakan oleh Skyscanner Indonesia, satu situs web pencarian tiket pesawat yang berkedudukan di Inggris, sewaktu merayakan ulang tahunnya cabang Indonesianya yang pertama di Jakarta bulan Oktober lalu. Mendapatkan undangan dengan memasukkan satu judul perjalananku ke Nias, ternyata aku beruntung memenangkan satu perjalanan ke Singapura selama 3 hari 2 malam ketika penarikan undian. Bukan itu saja, di acara tersebut tulisanku juga menang sebagai pemenang tulisan terbaik. Wah, rasanya malam itu beruntung sekali. Kebetulan kedua, aku belum pernah ke Singapura sebelumnya. Hi, norak ya, ketika temen-teman sudah wira-wiri ke negara yang dulu bernama Tumasik itu, aku malah belum pernah.
Karena kupikir di Singapura banyak bangunan yang bagus, maka aku menjadikan perjalanan ini sebagai wisata arsitektur. Apalagi negara ini juga digadang-gadang dengan sistem transportasinya yang nyaman dan informatif, makin semangatlah aku menjajal kendaraan umum di sana nanti.
runway airport
Dari tiket yang dikirimkan oleh kak Tika Skyscanner, pesawat berangkat jam 11:20 WIB. Sementara dengan rumah di ujung selatan sana, butuh berapa jam sebelumnya ya, untuk mencapai bandara Cengkareng pada jam kerja? Akhirnya demi menghemat waktu, aku memutuskan naik KRL saja. Ini cara biasa tercepat sampai tengah kota Jakarta.
Berangkat jam 06.30 dari rumah, aku tiba di stasiun dan naik KRL Commuter Line ke arah Jakarta 15 menit kemudian. Untungnya kereta ini berangkat dari Depok, bukannya Bogor, sehingga cukup nyaman di waktu masuk nggak perlu nyempil-nyempil. Satu jam perjalanan KRL sampai di stasiun Gondangdia, dan aku sambung naik ojek ke stasiun Gambir. Bingung? Iya, cuma di Jakarta nggak praktis begini karena KRL Commuter justru tidak berhenti di stasiun besar, sehingga butuh moda penghubung di antaranya.
Di stasiun Gambir aku berlari-lari sampai pool bis Damri tujuan bandara Soekarno Hatta. Oh, rupanya di sini Damri meluncur setiap 15 menit, sehingga bisa agak santai. Aku masuk satu minimarket dan membeli roti dan permen obat batuk, baru masuk ke dalam bis yang masih terisi setengahnya itu. Tak sampai satu jam bis sudah tiba di bandara. Kulihat jam di ponselku, baru jam 9 ketika tiba di Terminal 3. Aku mencetak boarding pass dan naik ke lantai 2 menunggu saat keberangkatan. Masih 2 jam lagi jadwal penerbangan.
Jam 1030, ketika bekal camilan dan air sudah diminum, aku masuk ke gate penerbangan internasional menunggu panggilan penerbanganku. Rupanya pesawat delay 15 menit saja. Segera sesudah masuk pesawat pada pukul 1140, aku tertidur pulas dalam dua jam perjalanan. Sibuk packing di malam hari dan bangun lebih pagi dari biasanya membuatku harus mengembalikan waktu tidurku yang kurang.
touch the city
Jam 1430 waktu setempat aku tiba di bandara Changi Terminal 1. Norak-norak bergembira (translate as : excited) masuk bandara yang amat besar ini. Karena aku penggemar bangunan transport, tak kulewatkan untuk memotret fasilitas-fasilitas yang ada di bandara ini. Ada lebih dari 30 gate penerbangan dalam satu koridor panjang selebar 10 m yang nyaman untuk dilalui sambil berlari sekali pun. Tapi untuk menunjang cepat itu, di tengah terdapat sepasang conveyor untuk memperpendek waktu perjalanan, atau bisa beristirahat apabila lelah menyusuri muka gate demi gate sejauh kira-kira 1 km. Baru aku tiba di bagian imigrasi untuk mencatatkan pasporku dan diberi tahu bahwa sebenarnya kartu kedatangan tidak bisa ditulis dengan tinta hijau. Untunglah aku lewat bagian ini dengan selamat.



Aku keluar sampai ruang bagasi dan sampai gerbang kedatangan mencari counter dengan tulisan Ground Transport Desk untuk mendaftarkan diriku dengan shuttle bus gratis ke Hotel Grand Mercure Roxy, tempatku menginap selama di Singapura. Setelah mendapatkan stiker yang ditempel di baju, aku turun lagi sampai basement dan menemukan shuttle bus itu sudah terparkir di tempatnya, dan baru berangkat jam 15.25 sesuai jadwal. Pengemudinya seorang warga Singapura berusia lanjut dengan rambut sudah memutih semua namun sangat ramah.

Setiba di hotel Grand Mercure Roxy Square, aku masuk kamar yang sudah dicheck-inkan oleh kak Tika Skyscanner. Istirahat sebentar dan bengong nggak tahu mau apa, aku menjelajah peta Singapura melalui laptop. Tak lama Tika menelepon dan kami janjian ketemu di Merlion karena ia harus bekerja.
Wuih, siapa takut sampai ke Merlion Park sendiri! Walaupun aku belum pernah ke Singapura sebelumnya, tapi aku tak gentar mencoba transportasi publik di negara ini. Aku mengecek peta di googlemap dengan wifi gratis dari hotel. Entah kenapa, wifi gratis tidak bisa diakses dengan ponselku, sehingga aku cuma bisa menerima telepon saja. Tapi sudahlah, saatnya mencoba berkeliling berbekal peta wisata saja. Kalau aku bisa survive di Jakarta, kenapa di sini tidak??
Sesudah mandi aku turun ke lobby dan bertanya pada concierge nomor bis menuju Esplanade. Ternyata aku hanya tinggal berjalan lewat jembatan penyeberangan dan menunggu bis nomor 70. Halte menunggu bis cukup besar dengan papan petunjuk jalur dan halte2 yang dilewati bis dengan lengkap. Terdapat juga papan digital yang menunjukkan waktu tunggu bis dengan nomor yang singgah di halte itu. Cukup jelas sampai aku tak perlu bertanya-tanya lagi.
Sambil melihat peta perjalanan, tiba-tiba aku memutuskan untuk turun sebelum Esplanade dan berjalan kaki ke sana. Jadi aku berhenti di depan Suntec city yang banyak bis tingkat untuk berkeliling dan berjalan kaki ringan dari situ sambil melihat-lihat sekitar.

Ternyata, orang Singapura itu hobby jogging, ya! Beberapa kali aku ketemu baik lokal maupun bule yang lari di trotoar sepanjang Suntec city hingga Esplanade. Asyik juga mengamati gerak sore kota ini sambil berjalan kaki. Beberapa pekerja kantoran melepaskan sore dengan nongkrong di kafe-kafe, juga kerumunan menunggu bis di halte. Ada juga yang bergegas menuju stasiun MRT, untuk ke tujuan selanjutnya. Pulang, mungkin.

Aku melanjutkan jalan kaki hingga Esplanade, bangunan berbentuk durian itu nampak perlahan-lahan dari balik bangunan sebelumnya. Setelah menyeberang jalan lewat terowongan, tibalah di depan gerbang Esplanade dan melihat sirip-sirip baja yang mengalirkan pengudaraan sehingga terlihat seperti durian. Sirip-sirip berbentuk segitiga itu disusun teratur mengellilingi rangka penutup bangunan yang berbentuk oval. Di bagian bawah, bentuk oval itu disangga oleh kolom berbentuk V yang melingkar mengelilingi ‘cincin’ yang melingkari sepertiga bawah bentuk oval ini.


Menyisiri tepi Gedung Esplanade, aku menemukan pintu masuk di antara dua oval durian itu. Sebelumnya aku melihat-lihat di plaza depan pintu masuknya, yang terdapat dua kolam dengan beberapa permainan pencahayaan di bawah kolamnya. Aku memasuki bagian tengah yang sedang berlangsung acara Kalaa Utsavam, satu festival kesenian India. Ada pertunjukan tabla di tengah atrium besar itu, yang dihadiri oleh sekerumun orang India dan beberapa turis asing. Di tengah, ada pameran boneka oleh salah satu seniman India. Tiba-tiba aku merasa, apakah mungkin ini semacam pertanda bahwa aku harus ke India? Negeri yang ingin kukunjungi sejak aku SMA itu tiba-tiba menari-nari dalam benakku.


Aku mengitari atrium dan melihat beberapa pintu masuk ke area teater. Sebenarnya Esplanade ini adalah gedung pertunjukan bertaraf internasional yang sering mengadakan pertunjukan-pertunjukan berkelas yang cantik. Saat aku ke sana saja sedang ada pertunjukan balet Swan Lake dari Bolshoi Ballet, Rusia. Sebenarnya ingin menonton, tapi sayangnya harga tiket tak terjangkau uang saku.





Keluar dari gedung durian itu, aku melalui danau besar yang dijadikan sebagai tempat pengolahan air bersih Singapura. Di seberangnya terdapat gedung Marina Bay Sands yang terkenal, dan Art Science Museum yang berbentuk kelopak bunga. Patung Merlion lambang negara Singapura sudah tampak di ujung jalan yang kususuri. Tak sampai 5 menit aku sudah sampai di Merlion Park ketika hari sudah beranjak gelap.



Sambil mengambil foto aku celingukan dan akhirnya bertemu Tika dari Skyscanner yang memberiku hadiah perjalanan ini. Gadis bertubuh tinggi itu menyambutku dan menawarkan untuk foto dengan latar patung Merlion. Akhirnya aku punya juga foto yang amat mainstream dan banyak dipameri oleh orang-orang Indonesia, foto di samping Merlion!


Tepat jam 8 malam dari arah Marina Bay Sands dimulai pertunjukan lampu yang banyak juga ditunggu-tunggu oleh orang-orang di Merlion Park. Ada yang menyiapkan kamera videonya khusus untuk merekam pertunjukan ini, atau hanya bersandar pada pagar sambil melihat lampu-lampu berwarna warni yang menyorot diikuti iringan musik yang terdengar agak sayup dari tempat kami berdiri. Kapal-kapal wisata yang putar-putar di danau juga ikut menikmati lampu berwarna-warni ini.
Aku dan Tika beranjak dari Merlion Park menuju Boat Quay, satu tempat makan dan nongkrong banyak ekspatriat di Singapura di tepi Singapore River. Ada banyak kedai makan di sini yang menyajikan bermacam-macam menu dari berbagai negara. Tika memilih satu restoran India di situ. Hmm, India lagi. Apakah ini pertanda yang datang lagi. Beberapa masakan yang disajikan cukup enak. Aku kenyang sesudah menyantap roti prata dengan kuah beberapa kari.

Sudah hampir jam 11 malam ketika aku dan Tika meninggalkan Boat Quay untuk kembali ke hotel. Kami berjanji beremu kembali esok harinya untuk mengunjungi kantor Skyscanner dan melihat-lihat kota. Ternyata di kota yang serba teratur ini, tak sulit untuk pejalan solo karena petunjuk yang tersedia cukup jelas tidak membuat kita tersesat.
minggu pagi gerimis | 22 desember 2013
perjalanan | 22 nopember 2013
another step :
a museum walk in singapore
a library walk in singapore
[…] a sunset walk in singapore […]
[…] a sunset walk in singapore […]
[…] a sunset walk in singapore […]
[…] a sunset walk in singapore […]
[…] tiket dan akomodasi gratis sewaktu keberuntungan datang pada Oktober lalu dan menghadiahiku tiket plus akomodasi di Singapore dari Skyscanner juga. Tapi dewi fortuna belum beranjak dari sisiku rupanya. Lebih […]
[…] blog. Menang lomba dan jalan-jalan ke Singapore. Sering ditawari menulis di koran, majalah, dan web lain. Jadi pembicara bedah buku. Buat pelatihan […]