Aku tak terlalu berpikir banyak untuk tempat tinggal manakala harus tinggal sehari di Kupang. Atas rekomendasi seorang teman, kami menuju Hotel La Hasienda yang tidak terlalu jauh dari bandara sebagai tempat bermalam sebelum terbang ke Jakarta keesokan harinya. Ketika memasuki halaman hotel yang berada di depan jalan penuh flamboyan, aku langsung jatuh hati.
Fasade hotel bernama ala Spanyol ini memang didesain ala negeri Andalusia ini. Warna merah marun yang mendominasi bangunan, ditambah dengan sulur-sulur tanaman merambat di dindingnya, membuatku merasa nyaman di tengah panasnya Kupang pada sore hari itu. Sepertinya desain bangunannya memang untuk mengingatkan pemiliknya pada panasnya negeri matador itu. Jika di negeri aslinya hacienda berarti tanah pertanian, maka di lokasi ini lebih diisyaratkan pada ‘rumah yang nyaman di tanah tersebut.
Di lobby-nya terdapat jendela tempat sang admin menyelesaikan kegiatan hariannya. Bentuk tak beraturan semacam lubang menjadi menarik dengan warna putih mendominasi. Lantai tegel berwarna kelabu kusam memperkuat kesan eklektik ruangan ini. Dindingnya yang dihiasi dengan keramik pecah bersusun artistik adalah salah satu ciri khas spanish yang diterapkan di sini.
Semua ambang pintu dan gawangan dibuat lengkung pada bagian atas dengan edging curve yang cukup halus pengerjaannya.Bahkan kursi-kursi dan meja interiornya, semua bernuansa lengkung. Rasanya pengen duduk-duduk lama di sini sambil membaca novel-novel Isabel Allende atau Gabriel Garcia Marquez di salah satu sudutnya.
Kalau di tempat lain warna kemerahan dianggap terlelu feminin, dominasi warna coral red ini malah menguatkan kesan cantiknya. Di sepanjang tangga hingga kamar tidur semua warna dindingnya coral red yang hangat dan berkesan akrab dan intim. Mungkin sudah jadi rahasia umum bahwa pria-pria Spanyol yang berwajah garang itu sebenarnya hatinya sangat romantis (kemudian tiba-tiba aku teringat pada Iker Casillas).
Kendati tak ada lift yang membuat aku harus naik tangga ke kamar di lantai dua (sambil mengangkat kopor), tapi melintasi tangga dengan material batu pecah ini tak terasa licin di kaki dan cukup santai dilewati. Ruang makan di lantai dua juga masih bernuansa ala tanah pertanian Spanyol, untuk bercengkrama di tepi jendela-jendela lengkung yang besar, di temani berbagai ornamen-ornamen interior ala negeri matador ini.
Kamar mungil yang menyambut juga tidak simpel begitu saja, tetap dengan nuansa lengkung, batu pecah di wastafel, dan tenun timor di tempat tidur. Mungkin memang Spanyol pernah mampir di tanah ini, kemudian Portugis yang mendominasi. Kemudian kembali pada mimpi-mimpi, kapan ke Barcelona, ya?
Pertama kali liat foto dan lokasi, pasti udah mikir bakal mahal. 😐
sekitar 200-300rb per malam. lokasinya dekat banget ke bandara.
apik mbak
dinding, interiornya mengesankan kayak ala2 mexico gitu ya. Padahal aku nya blm ke mexico
kalo kisaran 200-300 nggak mahal lah itu ya
iya, seperti di telenovela yaa (iker casillas manaa?)
Hotel baru, ya?
sudah 2 tahunan juga sih sepertinya. ini karena abis dari rote dan besoknya pulang ke jakarta, jadi gak nyari yang tengah kota
unik ya hotelnya, ala-ala spanyol portugis gitu. mozaiknya mengingatkan pada karya-karya gaudi
*edisi sotoy gaudi segala, padahal belum pernah lihat langsung hehe*
koq gaudi sih? bukannya gaudi lengkung2 gitu?? *ingetnya tekonya aja
maksudku karya gaudi kan banyak mozaik-mozaiknya mbak, warna-warni, apik
Keren..apa pemiliknya dari Spanyol ya