… Segala yang rupa ini membantu kita mencapai yang tanpa rupa. ― Ayu Utami, Lalita
Membayangkan hanya punya satu hari santai di Jogja di tengah liburan pendekku, aku memilih untuk mengunjungi situs-situs budaya di jalur jalan menuju Solo. Jogja merupakan salah satu kota yang sering kukunjungi, dipermudah dengan adanya layanan Traveloka yang membantu dalam mendapatkan tiket penerbangan dan juga hotel budget dengan cepat, seperti Zodiak dan Whiz Hotel di kota Jogja. Kunjungan ke Jogja ini sebenarnya sudah beberapa kali, tapi banyak alasan ingin terus berkunjung ke sana. Mungkin karena kota ini kental dengan peninggalan kebudayaannya, karena setelah kenal Borobudur dan Prambanan di kunjungan beberapa tahun sebelumnya, aku ingin mengunjungi Istana Ratu Boko yang ternyata masih dalam pengelolaan Borobudur Park.
Pada waktu itu, motor yang kunaiki merayap pelan menaiki tanjakan di jalan aspal menuju kompleks istana Ratu Boko. Aku membayangkan cerita beberapa teman yang bersusah payah mengayuh sepedanya dari tengah kota Jogja sampai tiba di gerbang masuknya. Lokasi Situs Istana Ratu Boko terletak di (Dusun Samberwatu, Desa Sambirejo) dan (Dusun Dawung, Desa Bokoharjo) Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, kira-kira 3-4 km sebelah selatan candi Prambanan, menuju jalan raya ke Piyungan. Petunjuk jalan membuat belokan jalan kecil ke tempat ini mudah dikenali.
Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp 25.000,00 per orang untuk wisatawan domestik, di sebelah kiri ada cafe dengan materialnya banyak menggunakan batu candi, sehingga selaras dengan lingkungannya. Di pelatarannya yang tinggi, samar-samar bisa terlihat puncak candi Prambanan di kejauhan. Ditemani segelas teh hangat, sore bermatahari menanti senja di sini bisa menjadi sangat indah. Banyak teman merekomendasikan untuk menikmati sunset Jogja di sini.


Keluar dari cafe, aku menuju gerbang pemeriksaan tiket dan di situ diharuskan mengenakan kain yang diikatkan di pinggang. “Supaya lebih sopan, mbak,” demikian kata petugasnya ketika kutanyakan kenapa di sini harus memakai kain. Rupanya kebijakan pengunjung ini tidak hanya di situs Istana Ratu Boko saja, tapi di Candi Borobudur atau Prambanan juga diterapkan hal yang sama.


Konon kabarnya, istana Ratu Boko adalah kediaman Raja Boko, ayah dari puteri Loro Jonggrang yang dilamar oleh Bandung Bondowoso dengan pembangunan seribu candi di Prambanan yang bisa dilihat dari area kediamannya itu. Aku berjalan mengikuti jalur berbatu yang sudah rapi, hingga naik ke dua gapura utama yang menjadi daya tarik situs ini. Setelah menaiki beberapa anak tangga, gerbang berbentuk portal segi empat dengan satu jalan masuk besar dan sepasang di kiri kanannya itu seperti membawa ke dunia lain. Gerbang ini dibuat dari susunan batu candi dengan beberapa ukiran kembar di kiri dan kanannya.


ada jarak untuk berhenti di sini.

-
tanggul-tanggul batu ini disusun menggunakan batu tuff dengan ukuran yang beragam. gunanya sebagai tahanan tanah di level ketinggian itu supaya tidak longsor. walaupun susunan batunya tidak saling silang seperti layaknya susun bata, tapi sepertinya ada beberapa batu kunci yang membuat rangkaian ini tidak runtuh. tangga juga disusun dari jenis batu yang sama.
Area Istana Ratu Boko berada di ketinggian 195.97 mdpl dengan luas area 160.898 m2. Sayangnya aku berkunjung ke sini di awal tahun, sehingga langit sering sekali tampak mendung seperti saat ini. Cuaca berawan ini menjadikan cukup nyaman untuk mengelilingi area situs yang luas tanpa terik sinar matahari. Memang, saat favorit untuk mengunjungi situs ini adalah di saat senja, di kala matahari melatari gerbang utama.


-
ciri khas dari situs istana ratu boko ini adalah kedua gapuranya dengan laluan utama berpola kotak di tengah. jika gerbang-gerbang di situs lain selalu penuh pola di bagian tengah, di sini tengah sangat sederhana, tidak ada ukiran, hanya susunan batu mengisyaratkan diam dan tenang.
Di balik gapura itu ada tanah lapang yang sangat besar. Membuat bertanya-tanya, kenapa hanya ada kekosongan di situ? Tak ada bangunan atau batu di situ, seperti mengisyaratkan tempat ini adalah ruang penerima pada masanya, sesuatu yang kosong untuk menjadi jarak, kehampaan yang membuat jarak ke area istana. Di ujungnya, ditemui umpag batu yang tersusun rapi. Aku mencoba berlompatan di atasnya, berpikir bahwa di masa yang lalu tentu ada bangunan berstruktur kayu berdiri di atas umpag ini, yang kemudian lapuk dimakan zaman.



Situs ini cukup banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik, walau kebanyakan mereka hanya berkerumun di sekitar portal untuk berfoto-foto, bebarengan dengan maraknya pemandu yang menawarkan jasanya untuk bercerita tentang tempat ini. Menurut prasasti Abhayagiriwihara yang berangka tahun 792, Raja Mataram yang memerintah pada tahun 746-784 Masehi, yaitu Rakai Panangkaran memerintahkan untuk membangun satu wihara di atas bukit yang dinamakan Abhayagiriwihara.
Tempat ini didirikan untuk menenangkan diri dan fokus pada kehidupan yang lebih abadi. Menuruni tanggul batu penahan area tanah lapang. Di area terbuka di bawah, banyak ditemukan reruntuhan batu candi terkumpul di sudut-sudut, yang dulunya merupakan mungkin merupakan bagian dari candi-candi kecil. Jalur jalannya ditemani deretan bebatuan di kiri dan kanan, hingga tiba di satu gerbang andesit yang membuka ke arah pelataran. Satu bangunan batu dengan denah bujursangkar masih berdiri tegak di sana.



selalu ada gapura yang menandakan pergantian level di situs ini. di beberapa tempat bentuk gapura selalu tinggal pilar kiri dan kanannya saja, dengan portal atas sudah hilang. mungkin getaran bumi di masa lalu meruntuhkan penyangga horisontal ini terlebih dahulu. Dikelilingi pagar batu andesit sepanjang 40.8 m dan lebar 33.9 m, di dalamnya terdapat dua buah batur yaitu pendopo yang lebih lebar dan pringgitan. Dasar dari dua batur ini adalah batu andesit yang disusun dengan batu kunci, dengan umpag lingkaran di beberapa titik. Batur pendopo memiliki 24 umpag, sementara batur pringgitan memiliki 12 umpag yang diperkirakan dulu adalah tumpuan bangunan kayu di atasnya.
Lokasi ini sangat sepi, agaknya tidak menjadi favorit pengunjung untuk ke sini. Namun suasana damai dan tenang sangat kuat dirasakan di sini. Aku mencoba duduk diam di tengah-tengah dan mendengarkan suara angin yang bertiup. Memejamkan mata sambil mencoba membaui tanah yang basah sesudah hujan. Merasakan rerintik gerimis yang perlahan jatuh di kepala.





Keluar dari Pendopo, aku menuju Keputren yang berada di tapak yang lebih rendah lagi. Tempat cantik ini dahulu adalah tempat puteri membersihkan diri karena dekat sumber air. Dari tepi bangunan pendopo bisa dilihat seluruh area pemandian ini yang dikelilingi oleh dinding andesit. Titik-titik air berupa kolam yang bersambungan tampak elok dipandang dari atas. Aku berpikir, kalau di zaman dahulu ada puteri yang mandi di sini, apa mudah diintip dari atas sini ya?



Aku menyusuri bangunan tepi bangunan pendopo, mencari jalan turun ke area pemandian ini. Jalan yang agak licin sesudah hujan membuatku harus berhati-hati melangkah. Di ujung sana, terdapat beberapa reruntuhan stupa dan kepala tonggak batu yang berjajar. Area pemandian di sini lebih terbuka, tidak ada pagar batu yang mengelilingi. Mungkin ini area pemandian untuk pria, pikirku. Di samping tanggul baru terdapat koridor yang menghubungkan antara area pemandian (mungkin) laki-laki dan perempuan.
Ada gapura berhias ukiran singa barong yang sempat menjadi tempat berteduhku selama 20 menit karena turun hujan. Di dekat area kolam itu ada peringatan untuk berhati-hati, karena kolam sangat dalam. Yah, siapa juga yang mau mencoba berenang-renang di sini? Beberapa kolam berbentuk lingkaran ini terhubung satu sama lain. Mungkin di masa lalu tiap kolam ini ada khasiatnya sendiri.



Aku kembali lagi ke atas menuju tanah lapang di depan gapura utama. Bau hujan masih menemani tanah basah dengan ilalang menusuk kaki. Aku melongok sebentar naik melihat Candi Pembakaran, tetapi mengurungkan niat untuk naik lebih tinggi lagi. Kembali ke depan gerbang persegi, aku berhenti sebentar. Rasanya ada bagian diriku yang tertinggal di sini.
Kompleks Istana Ratu Boko ini tidak terlalu jauh dari bandara Adisucipto, sehingga memungkinkan untuk dikunjungi langsung sebelum masuk kota Jogja. Sambil mengunjungi Traveloka yang merupakan salah satu website pilihan untuk mencari tiket pesawat dan hotel-hotel yang murah di Yogyakarta, bisa membuat rencana berangkai dengan tiket terusan Prambanan – Ratu Boko dengan shuttle bus.


piknik 12 januari 2014
ditulis 25 nopember 2014
Aku malah penasaran seberapa dalam kolamnya 😐
tapi gak bakal nyebur juga, sih XD
sekitar 6-7 m katanya..
Bagus dan sangat menarik tuk dikunjungi.Berapa jarak.tempuh dari.Jogyakarta ya,sebab kami belum pernah kesana dan kalau ke DIY pasti bermalam di kota Jogyakarta.
Peninggalan sejarah yg harus diketahui.
Nggak terlalu jauh, sekitar 3 km dari Prambanan tapi ke arah selatan. Bisa paket keduanya sekaligus.
pas lagi sepi banget..
langitnya masih mendung ya mbak, kalo cerah mantap kayaknya birunya 🙂
bukan mendung lagi, lha sempat hujan kok di sana 🙂
Hahahaha iya mbk….
Lumayan juga nggowes ke ratu boko 😀
Semoga kelak bisa diberi kesempatan menikmati senja teirndah di Ratu Boko 🙂
Salam kenal mbak indri 🙂
salam kenal juga rifky.. ayuk jalan-jalan ke Ratu Boko, heheee…
Sudah sih pas april lalu mbak, niatnya bikin timelapse sunset, tapi sayang sekali mendung begitu dominan, hehe :3
Detil banget, mbak! (y)
Pertengahan tahun kemarin aku mau ke sana. Tapi karena ternyata tiket udah naik jadi 25rb, jadi mengurungkan niat dan melipir ke Candi Ijo yg masih gratisan 😀
ke Candi Ijo nggak pakai melipir.. pakai mendaki, heheheh… 😀
Bahaha. Iya ya, tinggi soalnya.
Indri, tks pengamatannya yg ngarsitek banget dan menggambarkan candi secara menyeluruh. .. :D. Saya kesana menjelang magrib, dan suasananya agak magis (sedikit bikin merinding), sehingga anak2 nggak mau saya ajak menelusuri candi ini lebih jauh. Walhasil kami cuma duduk2 menunggu matahari yang cantik dipandang dari balik gerbang….
mesti datangnya agak sore supaya bisa keliling2 dulu sampai belakang baru nunggu sunset di gerbang.