To travel is the experience of ceasing to be the person you are trying to be, and becoming the person you really are.
― Paulo Coelho, Warrior of the Light
Sejauh yang aku ketahui, mendaki gunung adalah perjalanan dengan persiapan yang sangat banyak. Terlebih lagi perjalanan yang dilakukan lebih dari dua hari tanpa dekat dengan fasilitas layaknya di penginapan normal. Persiapan bukan cuma untuk diri sendiri, namun juga supaya jalur-jalur gunung yang kita jejaki tidak menanggung beban berat karena kita melalui dan sedikit merusaknya.
Gunung Rinjani yang terletak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang merupakan salah satu gunung-gunung tinggi di Indonesia dengan ketinggian 3726 mdpl, menjadi salah satu impianku untuk melintasi padang-padangnya. Mendengar cerita beberapa orang yang pernah ke sana, terbit rasa iri untuk ikut menjelajahinya. Savana, jalur hutan, danau dan kabut, seperti memanggil-manggilku. Tapi kakiku yang kecil ini, apa sanggup? Pengalamanku mendaki gunung hanya berkisar gunung-gunung di Jawa Barat di masa pendidikan pencinta alam belasan tahun yang lalu, serta beberapa gunung wisata seperti Anak Krakatau, Bromo, Ijen, yah, bolehlah kalau Tangkuban Parahu mau dihitung. Jadi untuk menjelajah gunung ini perlu persiapan lebih untukku daripada pendaki-pendaki yang terbiasa.

latihan fisik
Satu teman mengatakan, sebelum naik Rinjani ia tidak menggunakan lift untuk mencapai kantornya di lantai 12 selama sebulan. Lumayan untuk mengatur nafas karena jalannya selalu menanjak. Satu teman lain lagi bercerita kalau ia selalu lari setiap hari keliling Monas dengan sepatu trekkingnya untuk membiasakan diri.
Aku latihan lari selama kira-kira tiga bulan, setiap hari sejauh 3 km, sekeliling kompleks. Jika bosan lari, aku naik sepeda sejauh 10-12 km. Sengaja dipanjangkan waktu latihannya, supaya badan lebih terbiasa untuk kondisi bergerak, juga melatih stamina.
Kondisi fisik ini paling penting karena inilah yang harus disiapkan sendiri. Biarpun pelan nanti berjalan di gunung, tapi sekali tekad melangkah sudah tidak ada jalan balik. Nggak enak rasanya menyusahkan orang karena kondisi fisik yang kurang bugar. Apa pun bisa terjadi, sih. Tapi pastikan sudah melakukan yang terbaik untuk badan, karena fisiklah yang harus dibawa sendiri, tidak bisa dititipkan.


peta dan kompas
Ingat Dora the Explorer? Dora selalu menggunakan peta untuk membuat rute perjalanannya. Nggak cuma Dora, Columbus dan Marcopolo pun begitu. Aku terbiasa membaca peta untuk menentukan rute, menentukan titik-titik berhenti, mengatur waktu. Di gunung bukan seperti di kota di mana kita bisa melangkah tanpa itinerari. Di tempat ini harus direncanakan, karena bisa saja kita hilang tanpa ditemukan lagi. Penting untuk mengenali puncak-puncak yang mudah terlihat, sebagai panduan.
Sangat berguna jika pernah mempelajari cara menggunakan peta dan kompas, sebagai pasangan. Tapi jika tidak terlalu paham, ajaklah pemandu lokal yang berpengalaman. Buat pendaki dengan sedikit puncak sepertiku, lebih baik menggunakan jasa pemandu supaya meminimalkan kemungkinan tersasar. Tapi membaca peta sebelum jalan akan selalu menyenangkan. Syukur-syukur bisa mengenali vegetasi yang dilalui sehingga tahu sudah sampai kawasan apa.

makanan
Dari pendidikan dasar cinta alam yang kupelajari sewaktu kuliah, kita harus membawa makanan minimal 1 1/2 kali lipat dari waktu perjalanan, kalau bisa malah 2 kali lipat. Jadi ransum kali ini untuk hitungan 8 hari. Pilih makanan berkarbohidrat dan berkalori untuk membentuk energi yang akan dibakar menjadi tenaga. Jangan cuma bawa mie instan saja, bisa-bisa pingsan pas mendaki karena lapar. Karena aku terbiasa makan yang cukup, aku bahkan berniat bawa bahan capcay untuk dimasak di atas (tapi akhirnya nggak sempat belanja sayur). Jadi, selain membawa beras dalam jumlah yang cukup, aku juga membawa rendang, kering tempe teri, abon, chicken nugget, chicken wings dalam kemasan, kornet, sosis. Selain itu untuk jam-jam istirahat siang aku juga membawa roti, daging asap, keju lembaran, berbagai biskuit, spaghetti, bahkan bahan puding.
Yah, mau bagaimana lagi. Walau pun dalam kondisi minimal sebenarnya kita bisa makan apa saja, tapi kalau bisa membawa secukupnya sehingga bisa dimasak enak kan jauh lebih menggembirakan. Jangan lupa membawa teh, kopi, susu, cereal untuk menghangatkan badan sesudah makan. Asupan kalori yang cukup bisa memberi tenaga lebih. Coklat untuk dicemil sendiri sambil jalan atau gula merah juga sangat membantu. Oh, aku doyan makan, ya? Iya. Tapi nggak gemuk-gemuk? Iya juga sih.



pakaian-pakaian yang dikemas
Awalnya aku memilih membawa pakaian yang berbeda warna setiap hari. Tentu asyik untuk difoto karena kelihatan berganti-ganti sehingga tidak membosankan, kan? Akhirnya sih tetap seperti itu, tapi apa daya jaketnya hanya satu sehingga lebih sering difoto dengan satu warna, warna jaket. Hehe..
celana lapangan
Aku paling nggak suka pakai jeans kalau jalan, karena selain takut lecet, juga berat kalau dipacking. Jeans juga nggak mudah kering kalau kena basah. Karena itu aku lebih suka pakai celana lapangan, yang warna coklat dan mudah dibersihkan. Celana lapanganku merk consina cukup terlihat oke dan tidak terlihat gembung di kaki.
kaus
Nah, ini yang harus berwarna-warni, ringan, enteng, dan mudah dipacking. Tinggal gulung dan diikat karet, lalu dimasukkan ke plastik. Pilih kaus yang ringan dan menyerap keringat, boleh tangan pendek atau panjang. Karena aku tidak takut hitam, jadi pakai tangan pendek pun tak masalah (tapi jangan lupa pakai sunblock).
celana lapangan pendek
Model ini enak dipakai untuk berjalan-jalan di padang savana, masih memungkinkan supaya tidak terasa gerah.
jaket raincoat + windbreaker dan inner polar yang hangat
inner, biasanya bahan polar bisa dipakai di sekitar camp, menghangatkan kalau angin mulai kencang menderu-deru, sementara raincoat bisa melapisi untuk lebih hangat, atau dipakai saat hujan.
celana summit
Karena udara dingin bakal menusuk di puncak, sangat disarankan pakai celana ini buat naik ke puncak sementara perlengkapan lain ditinggal di camp. Celana ini punya kancing-kancing di bawah yang akan menahan udara dingin menyelisip dan membekukan kaki.
penghangat
Kaus kaki, kupluk, sarung tangan, masker untuk menahan dingin adalah wajib! Bawa barang-barang ini dan jangan sampai menggigil di ketinggian.
pakaian tidur
Selalu kemas satu set pakaian kering untuk tidur, karena itu masa untuk mengembalikan energi harian yang terkuras seharian. Harus nyaman dan menghangatkan. Kadang aku menambahkan sweater di sini, tapi di Rinjani, aku tidur memakai kaus, celana training, dan inner bahan polar, termasuk kaus kaki kering.







barang-barang yang tak kalah pentingnya
kantung tidur (sleeping bag)
Penting juga sebagai penghangat yang cukup untuk tidur. Lebih tebal tentu lebih baik, karena bisa makin hangat, tapi perlu diperkirakan seberapa besar memakan ruang di tas.
alas kaki
Aku selalu suka pakai sepatu, sehingga selalu memakai sepatu dalam perjalanan. Karena akan dipakai dalam waktu lama, maka harus dipilih sepatu yang kuat dan nyaman di kaki. Sepatuku sekarang sepasang northface grey orange yang nyaman, dari bahan yg cukup lentur dan sol kuat, sudah menemaniku di beberapa perjalanan. Pakailah yang juga cocok berjalan di pasir, untuk menempuh jalur punggungan menuju puncak. Aku juga selalu membawa sandal jepit untuk dipakai di sekitar tenda. Pilihanku bukan sandal gunung karena lebih berat dan memakan tempat.
topi dan kacamata hitam
Selain berguna buat gaya, juga melindungi dari terik sinar matahari. Pilih kacamata hitam dengan UV protection yang bagus sehingga tidak merusak mata. Topi rimba dari bahan kain juga ringkas dan mudah dikantongi. Nggak usah bahwa topi lebar bundar ya..
tempat minum
Bawa tempat minum dalam wadah sedang untuk sepanjang perjalanan. Ada banyak titik air di sepanjang jalur Sembalun, sehingga tidak perlu langsung membawa air dalam jumlah besar.
tambahan lain
Aku tak lupa membawa senter kepala (atau tangan) untuk perjalanan gelap, pisau lipat untuk banyak keperluan, pakaian dalam secukupnya. Khusus di Rinjani, perlu juga membawa pakaian untuk basah-basahan di air hangat dekat Danau Segara Anak, kalau punya bawa pancingan karena bisa memancing di danau. Bisa disiapkan juga trekking pole untuk membantu jalan, atau kayu panjang yang bisa ditemui di jalan.


perawatan kulit
Saran aku sih, kalau di gunung sebaiknya tidak mandi. Selain agak sulit mencari air, udara dingin membuat kedinginan, juga supaya tidak mencemari lingkungan alami di situ. Aku bawa semua peralatan mandi, namun supaya tidak meninggalkan sampah maupun deterjen, aku sama sekali tidak memakai sabun, shampoo, atau pasta gigi. Udara sejuk (baca : dingin menggigit) cukup meredam keinginan untuk mandi. Paling asyik mandi di sumber air panas di Segara Anak, tapi tetap saja, jangan pakai bahan deterjen yang kita bawa.
Untuk perawatan muka dan badan, pakai sunblock setiap hari. Bagi yang tidak kuat panas bisa ditutup lagi dengan baju lengan panjang, karena cuaca panas berudara dingin berpotensi menggosongkan kulit. Di jalur puncak yang dingin jangan lupa pakai lip balm agar bibir tidak pecah-pecah. Kalau terbiasa pakai krim malam, bawa saja daripada kulitnya kering. Peralatan dandan yang lain sih perlu tidak perlu, kalau aku sih pakai pelembab di muka setiap hari, bedak, dan menggambar alis dengan pensil plus eyeliner setiap pagi. Gunanya, supaya bagus kalau difoto! Maklum, anaknya kurang pede-an.
Yang pakai contact lens, sebaiknya bawa kacamatanya, karena udara dingin membuat contact lens kering dan kaku. Kacamata bergagang plastik dan ringan nyaman digunakan, lensanya pilih juga yang anti UV plastik. Aku cuma sehari pakai contact lens, selanjutnya berkacamata hingga turun lagi.

carrier
Barang-barang ini perlu di-packing dengan baik di dalam carrier minimal 40 liter. Atau bisa yang lebih besar, tergantung kesanggupan membawanya. Karena aku orangnya rapi dan nggak suka ada barang menggantung di luar, termasuk matras sekalipun, maka semua barang dipastikan harus masuk carrier dengan tatanan : bagian bawah untuk jaket dan perlengkapan tidur (karena carrierku ada resleting bawah juga), bagian tengah untuk baju-baju, bagian untuk makanan dan minuman yang paling berat. Sebelum masuk carrier, semua barang dikemas dalam kantong plastik supaya tidak basah apabila kehujanan lama.
Lebih baik lagi carrier dilapis dengan raincover supaya terlihat lebih rapi dan tidak tembus air. Packing benar jika carrier bisa berdiri sendiri dengan seimbang tanpa disandarkan.

peralatan yang bisa disewa
Sembari memakai jasa porter, aku juga menyewa tenda dan peralatan memasak sehingga tidak perlu bawa dari rumah (karena memang tidak punya). Jadi peralatan memasak berupa nesting, trangia,(satu set panci dan kompor gas mungil) piring sendok, jerigen air, dll bisa disewa satu set dari porter kami yang baik itu. Jasa porter dan guide termasuk mereka memasangkan tenda dan memasak bahan makanan yang kami bawa. Bukan sekadar manja, tapi daripada perjalanan tidak bisa dinikmati karena tidak kuat mengangkut beban sendiri, jadi diputuskan dibantu jasa porter saja.

porter
Jujur saja, aku nggak akan sanggup untuk membawa semua bawaan di atas selama berjam-jam, maka demi safety procedure, daripada merepotkan, aku memilih untuk menyewa jasa porter. Ada banyak porter di kaki gunung Rinjani yang bisa digunakan tenaganya untuk membawa barang-barang, sementara aku membawa barang pribadi dalam daypack. Jasa porter ini 100-150 ribu rupiah per hari per orang.
Di Rinjani ada 2 macam porter, yang pertama porter rombongan yang membawakan bawaan dengan keranjang, jamak ditemui di jalur pendakian. Mereka memasak, membangun tenda dan membawakan segala peralatan rombongannya. Biasanya ini dikelola agen perjalanan. Yang kedua porter carrier sekaligus pemandu seperti yang membantu kami, berasal dari sekumpulan anak muda pencinta alam yang terlatih SAR juga, sangat mengenal jalur. Mereka membawa barang-barang dalam carrier-nya sendiri, juga membaca peta dan kompas.



dibawa sendiri
Yang bisa kubawa sendiri adalah daypack 25 liter hijau yang kunamai si ulat. Isinya tidak terlalu banyak, cukup untuk perbekalan sehari berisi raincoat, satu kaus ganti, biskuit, roti, botol minum 600 ml, notes, dan seperangkat kamera. Barang-barang praktis ini diperlukan seharian dalam perjalanan tanpa membuka carrier 40 liter.
peralatan elektronik
Aku membawa 2 kamera, satu DSLR dan satu kamera poket. Kamera DSLR ditambah dengan satu baterai cadangan, karena perjalanan 5 hari di alam terbuka, sudah pasti tidak menemukan charger. Aku membawa 3 memory card masing-masing 8 GB yang ternyata cukup menampung seluruh foto perjalananku. Selama perjalanan ini aku tidak menyalakan koneksi data di ponsel, karena khawatir menghabiskan daya baterai, jadi sama sekali tidak update status apa pun di media sosial, dan ponsel sengaja tidak menyala sengaja digunakan untuk emergency case saja.

Dan terutama, bawa hati, bawa mimpi, dan bawa tekad untuk menjejaki jalur-jalur indah ini. Lepaskan semua masalah yang menyesaki perasaan di lereng gunung. Mendaki bukan main-main, bukan tempat pelarian. Persiapan harus cukup matang bagi yang berpengalaman atau tidak. Kuatkan kaki, dan hati. Anything could be happen.
Siapa yang memiliki tekad besar, akan mendapat tenaga lebih besar. Semesta memberkati. Selamat datang di Rinjani.
perjalanan : 3-7 nopember 2013 | ditulis 23 oktober 2014
awal mula : air asia dalam rengkuhan mimpi rinjani
selanjutnya : renjana rinjani : menuju kabut di rumah sang dewi
Memang tidak boleh main-main kalau sudah niat mau naik gunung. Apalagi ini Rinjani.
Ada barang-barang yang sepertinya terlalu rempong bagi cowok untuk dibawa ya hehehe. Tapi, alat2 outdoornya sepertinya sama kayak punyaku.
Semakin gak sabar nunggu kesempatan muncak ke Rinjani. Tahun depan insya Allah mau ke Semeru dulu. Gak tau klo tiba2 ada yg ngajakin ke Rinjani dalam waktu dekat hehehe 🙂
Ya, nggak usah ikut2an bawa eyeliner lah, Di. 😀
Aku malah belum pernah ke Semeru, tuh.. Pengen tapi cuma pengen ke Rakum aja. Silakan yg lain ke puncak, heheee..
Ajak aku kalo cuma pengen ke rakum yaaa mba indri..aq jg pengeennn
ayuklah Essyyy… jalan-jalan senang bolehlaahh..
Selalu ingin ke rinjani.. Cumaaaaa waktu nya butuh lamaaa ya kak
Di rinjaninya sih butuh 4-5 hari. Yahh, seminggu deh untuk recovery sekalian 😀
Iyaa, masalahnya tahun ini udah ga ada longweekend, dan kantor susah approve cuti lama hihi
Anyway, ditunggu cerita selanjutnya ttg rinjani kak
Tahun depan lahh, kalo baru mulai latihan fisik sekarang, desember udah musim hujan, nggak enak buat jalan. 🙂
Kalau tahun depan insha allah,
Fisik juga udah siap kayanya buat diajak nanjak yg lebih tinggi 😁
Akhirnya ditulis juga? 😀
Bakal ada sekuel2nya sihh
[…] persiapan > renjana rinjani : bukan hanya membawa hati cerita penerbangan > air asia dalam rengkuhan mimpi […]
[…] persiapan > renjana rinjani : bukan hanya membawa hati menuju puncak : renjana rinjani : menuju kabut di rumah sang […]
[…] pendakian > renjana rinjani : menuju kabut di hening sang dewi cerita persiapan > renjana rinjani : bukan hanya membawa hati cerita penerbangan > air asia dalam rengkuhan mimpi […]
[…] lombok : cerita penerbangan > air asia dalam rengkuhan mimpi rinjani cerita persiapan > renjana rinjani : bukan hanya membawa hati cerita pendakian > renjana rinjani : menuju kabut di hening sang dewi cerita puncak dan pulang […]
Ubek-ubek direktori posting di blog ini, ketemu Rinjani. Tiba-tiba membaca tulisannya, melihat foto-fotonya, saya jadi rindu Rinjani. Perjuangan melatih fisik sebelum pendakian, perjuangan saat pendakian, perjuangan saat pulang, tak menyangka sebenarnya walau saat itu baru berdiri di jalur pendakian Sembalun. Gunung yang berat, bukan main. Tapi jika fisik bisa dilatih, tekad kuat, mental yang tangguh, seberat apapun -atas izin-Nya- pasti bisa dilalui 🙂
[…] RINJANI RENJANA RINJANI : JALAN MENGENALI DIRI RENJANA RINJANI : MENUJU KABUT DI HENING SANG DEWI RENJANA RINJANI : BUKAN HANYA MEMBAWA HATI TUGU HOTEL : PANTAI BERMATAHARI HINGGA PURNAMA TUGU HOTEL : TEPIAN LOMBOK UTARA MENATAP […]