pembangunan berkelanjutan, dimulai dari [kecil]

“If by chance I have omitted anything more or less proper or necessary, I beg forgiveness, since there is no one who is without fault and circumspect in all matters.”
– Fibbonacci

photo from shau architect.

Berulang kali mendengan kata-kata Sustainable Development Goals sepanjang masa kuliah, tentu melekatkan otak pada tujuh belas tujuan yang ingin dicapai oleh dunia melalui Perserikatan Bangsa-bangsa untuk mendapatkan tatanan dunia yang seimbang dan berkelanjutan sehingga bisa dinikmati hingga anak cucu nanti. Di dunia arsitektur, konstruksi dan pendidikan tentu tidak ketinggalan sebagai salah satu subjek pelaku untuk mencapai tujuan tersebut. Fokus pada sektor edukasi ini yang menjadi perhatian arsitek Indonesia yang berpartisipadi dalam ajang kompetisi global yaitu LafargeHolcim Awards. Dua dari finalis tingkat dunia ini ternyata berasal dari Indonesia dan bercerita mengenai proses desainnya pada 27 September 2018 di Jakarta Design Center.

Acara dimulai dengan pengembangan wawasan tentang sustainabilitas oleh Prof Gunawan Tjahjono yang merupakan Duta Holcim Indonesia yang menjelaskan tentang UI Green Metric yang memeringkat kampus-kampus di seluruh dunia dari segi sustainabilitasnya. Kriteria yang dipakai adalah Setting & Infrastructure, Energy & Climate Change, Water Conservation, Waste Treatment dan Transportation. Sengan kriteria ini diharapkan kampus-kampus lebih memperhatikan perkembangan lingkungannya juga. Semula di tahun 2015 yang mengikuti hanya 95 kampus dari 35 negara, mamun di tahun 2017 ada 615 kampus dari 76 negara yang ikut berperan serta. Pemeringkatan ini merupakan salah satu strategi dalam mencapai Sustainable Development Goals.

Pada kesempatan berikutnya, cerita dari Andi Subagio dari SASO Architect yang merupakan pemenang 3rd Prize Next Generation Award Region Asia Pasifik dengan karyanya Sekolah Kejuruan di Ruteng, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Sekolah ini menggunakan batako yang dihasilkan oleh masyarakat di sana, juga sebagai pusat keterampilan wilayah. Selain batako, Andi dan Danna Rasyad serta Theodorus Airyano juga menggunakan bambu sebagai material salah satu bangunan di School Hub, karena bahan bangunan ini adalah salah satu yang memiliki kualitas baik di Flores.

Kompleks bangunan yang berdiri mengelilingi courtyard ini, memiliki orientasi pada pegunungan-pegunungan yang mengelilingi Ruteng. Dengan iklim lokal yang sejuk, bukaan-bukaan untuk mengalirkan udara ke dalam bangunan sehingga tidak perlu pengudaraan buatan. Saat ini masih dalam tahapan pembangunan, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk lebih banyak lagi menggunakan material lokal dalam prosesnya. Sifat bambu yang lentur terbukti bisa diaplikasikan dalam salah satu bagian dan menciptakan kualitas ruang tersendiri.

Sebagai salah satu pemenang, Andi Subagio juga berkesempatan untuk menghadiri International LafargeHolcim Next Generation Award Lab di Mexico belum lama ini. Dengan bertukar gagasan mengenai pembangunan berkelanjutan, bisa mengembangkan ide dan dampak positif bagi masyarakat di masa datang.

Sesi ketiga dibawakan oleh Daliana Suryawinata dan Florian Heinzelmann dari SHAU Bandung yang merupakan pemenang Silver Award Region Asia Pasifik. Dengan inisiasi perpustakaan di kawasan Bandung, SHAU mendorong edukasi informal dengan mendorong minat baca dan kemasyarakatan Indonesia. Project pertamanya adalah Micro Library Bima, yang berada di dekat Taman Bima Bandung. Didukung oleh Pemerintah kota Bandung, Dompet Dhuafa, Indonesian Diaspora Foundation, dan CIMB Niaga Syariah, SHAU mendesain ruang perpustakaan yang ‘diangkat’ dan uniknya, berdindingkan kotak-kotak eskrim bekas warna putih. Bias dari kotak eskrim ini memasukkan cahaya ke dalam arena perpustakaan.

Menurut Daliana, Micro Library Bima ini sekarang banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar tidak hanya membaca, namun juga berswafoto bahkan pre-wedding di situ. Sebelum dibangun sempat juga mensosialisasikan fungsi ruangnya pada masyarakat, namun eksekusi desain dan pembangunan oleh tim SHAU, baik di sini  maupun yang kedua di Taman Lansia.

Tim ini juga menginisiasi beberapa Micro Library yang lain yaitu Micro Library Selasar (Bojonegoro), Micro Library Hanging Garden (Bandung), dan yang akan dibangun tahun depan: Micro Library Kayu (Semarang) dan yang menjadi unggulan dan masih dicari site-nya adalah Micro Library Fibonacci (Bandung). Bentuk Fibonacci yang mirip cangkang kerang dan merumuskan deret dengan pola tertentu yang berulang ini menjadi struktur dari desain terakhir Micro Library ini. Desain ini juga yang mengantarkan SHAU ke kancah LafargeHolcim Awards ke tingkat internasional.

Konsep konstruksi berkelanjutan ini sebaiknya menjadi panduan dalam setiap pekerjaan mulai dari rencana hingga proses pelaksanaan. Ide-ide dan metode pengaplikasiannya dalam arsitektur ini patut diapresiasi dengan baik. LafargeHolcim Award telah menempatkan diri sebagai salah satu perusahaan berskala internasional yang peduli dengan pembangunan berkelanjutan dengan mengadakan kontes ini supaya menarik lebih banyak lagi pelaku konstruksi untuk mengembangkan secara berkelanjutan, untuk dunia yang lebih baik di masa datang.

and the future is in our hand.
Jakarta, Oktober 2018.

drawing credit:
shau architect
saso architect

7 thoughts on “pembangunan berkelanjutan, dimulai dari [kecil]

  1. selalu ingin punya rumah kecil dan sederhana dengan dikelilingi kebun atau taman seperti ini mbak. pakai solar panel, banyak pohon demi keberlangsungan air, dan terbuat dari kayu dan bambu biar lebih tahan gempa.
    mudah-mudahan suatu saat bisa terwujud seperti itu.

  2. Kalau yang di header itu konstruksi apa/di mana ya? Asyik jepretnya, model pilarnya ‘kompak tekstur’ dengan gerombolan batang pohon yang di kanan dan pendar cahaya yang di kiri. 🙂

Leave a reply to gananggagaprakoso Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.